Pintu depan sebuah pondok kecil yang nyaman perlahan terbuka, mengeluarkan derit lembut saat engselnya bergeser. Dari dalam, muncul sosok seorang pemuda dengan balutan pakaian sederhana berwarna biru pucat dan putih gading. Dialah Bellecoeur Jungkook Jeon—pemuda yang namanya berarti hati yang indah, dan tak satupun di desa itu yang berani membantah bahwa namanya sangatlah cocok. Wajahnya memesona dengan kecantikan lembut yang hampir tidak nyata, ditambah mata hitam legam yang selalu tampak menyimpan rasa ingin tahu yang dalam, seakan menyisir dunia dengan pandangan penuh tanya.
Dengan sebuah buku tebal terlipat di tangannya, Jungkook berdiri sejenak di ambang pintu, menghirup dalam-dalam udara pagi yang masih basah oleh embun. Ia menatap jauh ke arah bangunan tinggi gereja yang menjulang di balik atap-atap merah bata rumah-rumah desa, seperti sebuah mahkota yang tersemat diam-diam di atas kepala tanah kelahirannya.
Mulut mungilnya pun mulai bersenandung, suaranya ringan dan jernih seperti hembusan angin yang melewati celah-celah dedaunan. Lagu kecil itu mengalun tanpa tergesa, mengikuti langkah kakinya yang meninggalkan pekarangan rumah, menapaki jalanan berbatu yang membelah desa.
Desa ini, baginya, begitu... biasa. Tenang, terlalu tenang, bahkan cenderung membosankan. Rutinitas yang nyaris tak pernah berubah, wajah-wajah yang selalu sama, ucapan yang diulang-ulang. Ia mencintai banyak hal, tapi—desa ini bukan salah satunya. Satu-satunya tempat yang bisa membuatnya bertahan hanyalah perpustakaan kecil di tengah desa, tempat di mana ia bisa menjelajah dunia lain tanpa harus melangkahkan kaki keluar desa. Di antara lembar-lembar buku tua, ia merasa bebas.
Langkahnya terhenti sesaat di depan menara jam gereja, yang berdiri tegak seperti penjaga waktu. Jarumnya berdetak perlahan, lalu berdentang satu... dua... tiga... dan akhirnya mencapai pukul delapan tepat.
Seolah mengikuti aba-aba dari lonceng itu, kehidupan desa pun dimulai. Jendela-jendela terbuka serempak, suara sapaan dan tawa ringan terdengar di udara. Seorang ibu menyapa tetangganya dari lantai dua sembari menggantung seprai dan permadani, tukang daging membuka tokonya dengan denting lonceng di atas pintu, tukang sepatu lewat mendorong gerobaknya sambil melambaikan tangan.
"Bonjour!"
"Bonjour!"
"Bonjour!"
"Bonjour!"Sapaan yang sama dari mulut yang berbeda, berulang setiap hari, seakan waktu di desa ini tak pernah benar-benar berjalan maju.
Hanya satu orang yang berbeda—seorang gelandangan tua dengan pakaian tambal sulam dan wajah yang lusuh, tersenyum lebar pada Jungkook ketika mereka berpapasan. “Bonjour!” sapanya, tulus. Namun tak sampai sedetik kemudian, dua petugas keamanan menyeret tubuh renta itu ke ruang penampungan seperti yang mereka lakukan setiap pagi. Jungkook menunduk, tak ingin melihat lebih lama. Ia tahu tak ada yang bisa dia lakukan.
Ia lalu membelok ke lorong kecil, menyelinap di antara penduduk desa yang masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Ia tahu jalur tersembunyi menuju pusat pasar, tempat toko roti langganannya berada. Seperti biasa, tukang roti tua yang ramah sedang sibuk membawa nampan penuh baguette dan kue yang baru matang. Aroma hangat dari roti panggang membuat perut Jungkook bergemuruh.
Tanpa sepatah kata pun, Jungkook mendekat dan mengambil satu baguette dari nampan, lalu menyelipkannya ke dalam kantung kain yang tergantung di pinggangnya. Tukang roti itu sempat menatapnya aneh, tapi sudah terlalu biasa untuk bertanya. Anak muda itu memang berbeda—halus, pendiam, dan selalu tampak tenggelam dalam dunianya sendiri.
Dengan roti di tangan dan buku dalam pelukan, Jungkook berjalan melewati pasar yang mulai ramai, pikirannya sudah melayang ke dunia yang berbeda. Dunia yang ada di dalam halaman-halaman buku kesayangannya.
Karena di dunia nyata ini, tak ada kisah yang layak untuk dibaca ulang.
Jungkook mendekati seorang pria paruh baya yang sedang sibuk memeriksa tali kendali pada bagal miliknya. Tuan Siwon Choi, sang pembuat tembikar, adalah pria yang dikenal ramah meski pelupa. Ia mengangkat wajah saat mendengar langkah kaki mendekat.

KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the beast • tk (✓)
FantasyTerperangkap di istana makhluk buruk rupa, Jungkook menukar kebebasannya demi sang ayah, tanpa tahu bahwa takdir menyimpan kisah yang lebih dari sekadar kutukan. "Tale as old as time Song as old as rhyme Beauty and the Beast " © remake from disney m...