'his' castle

830 71 0
                                    

Jungkook mendengar denting lagu kotak musik yang merdu keluar dari ruang bawah tanah rumahnya.
Dia masuk ke dalam ruang kerja ayahnya yang agak berdebu dengan sinar matahari sebagai lampu sorotnya. Minho Jeon duduk dengan tenang di atas kursinya.

Jungkook tersenyum, diam-diam menonton ayahnya saat dia bernyanyi bersamaan dengan alunan dari tema kotak musik tersebut.

"How does a moment last forever
How can a story never die
It is love we must hold on to
Never easy but we try."

Minho mengotak-atik roda gigi pada kotak musik miliknya, yang di dalamnya terdapat miniatur seorang seniman muda
di dalam sebuah loteng di Paris tengah melukis istrinya saat dia memegang mainan bayi berbentuk mawar sembari menggendong bayi laki-laki mereka.

Sejenak Minho melirik sekilas pada lukisan yang ia lukis sendiri, terpajang di dinding ruang kerjanya. Lukisan yang sama dengan yang ada di dalam kotak musiknya. Lukisan istri tercintanya dan juga Jungkook kecil dalam gendongan.
Begitu manis, namun juga pedih secara bersamaan.

"Sometimes our happiness is captured
Somehow a time and place stand still
Love lives on inside our hearts
And always will."

Jungkook ikut menatap lukisan-lukisan dirinya yang dibuat sang ayah, Jungkook kecil yang tersenyum lebar di lukisan itu.
Ia melangkah, mendekati ayahnya yang baru saja menyelesaikan nyanyiannya.

"Oh Jungkook, kau sudah pulang. Bisakah kau ambilkan—"

Belum sempat ia mengatakan 'pinset', benda itu sudah ditaruh oleh Jungkook di atas telapak tangannya, lengkap dengan senyuman lembut sang anak tercinta sebagai bonusnya. "Terima kasih," balasnya.

"Ayah juga butuh—"

Dengan cepat Jungkook langsung menyodorkan roda gigi pada ayahnya.

"Tidak tidak!" Minho menggelengkan kepalanya. Tapi kemudian menghela napas. "Ya, sebenarnya memang itu yang ayah butuhkan, terima kasih lagi," sambungnya sembari mengambil roda gigi tersebut dari tangan sang putra.

Jungkook terkekeh geli, ia tahu betul kebiasaan ayahnya.

Minho kembali mengutak-atik kotak musik tersebut. Sedangkan Jungkook memperhatikan kotak musik lainnya. Semua kotak musik di atas meja itu merupakan karya seni yang indah, masing-masing dari mereka menggambarkan landmark terkenal dari seluruh dunia.

"Ayah, apakah menurut Ayah aku ini aneh?" Ia membereskan kotak musik yang sudah selesai diperbaiki, memasukannya ke dalam peti kayu tempat di mana semua kotak musik itu disimpan rapi.

Minho mengernyit heran. "Putra Ayah? Aneh? Kenapa kau berpikir begitu?" Minho menatap Jungkook yang sibuk merapikan beberapa alat tak terpakai di atas meja kerjanya.

"Entahlah, orang-orang berkata seperti itu." Jungkook mengangkat bahunya, tersenyum maklum.

"Ini desa yang kecil, orang-orang di sini juga berpikiran kecil. Tapi kecil juga berarti aman, kau aman di sini." Minho total menghentikan pekerjaannya, menatap Jungkook dengan lembut. Namun kata-kata penenang itu sepertinya tak berpengaruh pada Jungkook.

Dia menghembuskan napas. "Dulu di Paris, Ayah kenal seseorang sepertimu yang punya pemikiran dewasa."

Jungkook duduk, mulai menatap sang ayah dengan tatapan penasaran.

"Dia begitu berbeda, orang-orang mengejeknya. Hingga suatu hari mereka semua menirunya." Minho lantas kembali melanjutkan pekerjaannya, sedikit melirik pada Jungkook yang mulai bangkit kembali dari duduknya dan berjalan menghampiri dirinya.

Jungkook tahu, bahwa 'seseorang' yang dimaksud ayahnya adalah ibunya, wanita yang meninggal ketika Jungkook bahkan belum genap berusia satu tahun.
Meninggalkan Jungkook kecil, meninggalkan sang seniman muda yang begitu mencintainya hingga nyaris kehilangan akal.

beauty and the beast • tk (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang