kill the beast

513 58 0
                                    

Kepala Ryujin bersandar di bahu Hoseok. Mereka menari dengan iringan musik sendu yang dimainkan Namjoon. "Setidaknya Tuan belajar untuk mencintai."

"Banyak pelajaran yang kita dapatkan dari Jungkook, bahkan jika akhirnya dia tidak bisa mencintai Tuan kita." Yoongi menimpali.

Nyonya Choi menggeleng pelan. "Tidak. Ini pertama kalinya aku punya harapan yang besar."

Beomgyu mendengar suara di kejauhan—itu suara kuda, mata kecilnya berbinar. "Kau dengan itu, Ibu? Apa itu Jungkook? Dia kembali?" Ia segera melompat mendekat ke jendela untuk memastikan, disusul dengan para pelayan lainnya.

Para pelayan istana ikut melompat, mereka bersemangat. "Apa mungkin?"

Mereka melihat keluar melalui kaca yang terdistorsi oleh embun beku, saat para massa bergerak melintasi taman. Hoseok menghangatkan kaca jendela dengan apinya untuk melihat lebih jelas. Kemudian ia memekik, "astaga! Itu penyerbu!"

"Oh dasar orang-orang bengis!"

Yoongi menghela napas. "Ya, ini dia. Cinta sejati itu tidak ada." Sedihnya, Yoongi berpikir bahwa Jungkook-lah yang membawa orang-orang itu kemari untuk melakukan penyerangan.

Mereka segera melompat turun dari celah jendela dengan rasa panik. "Siapkan barikade dan tahan pada posisinya!"
Para pelayan istana itu berdiri di pintu depan, membentuk barikade yang menyedihkan.

"Minggir!" Namjoon masuk dari ruang dansa, berdiri tegak dan menyandarkan dirinya ke pintu, untuk menahannya agar tak terbuka. Sementara yang lainnya berkumpul di samping harpsikord itu membentuk benteng dengan tubuh mereka sendiri.

Para penduduk mengangkut pendobrak yang mereka bawa ke arah pintu utama.
Dan ya! Mereka berhasil mendobraknya, hingga bagian tengah pintu hancur.

Para pelayan istana panik, Yoongi berlari naik ke atas. "Kita butuh bantuan." Tubuh jam nya melompat ke arah tangga dengan terburu-buru.
.
.
.
.
.
;

Jungkook menatap ke luar jeruji penjara, melihat Vernon mondar-mandir di dekat air mancur. Kemudian Jungkook berbisik kepada ayahnya. "Aku harus memperingkatkan makhluk itu."

Minho mengernyit, kenapa putranya mencoba untuk membantu makhluk buruk rupa itu? "Peringatkan dia bahwa dirinya akan dibunuh? Ayah justru lebih penasaran bagaimana kau bisa lolos darinya?"

Jungkook memegang lutut ayahnya. "Dia membebaskanku, Ayah. Sebab dia ingin aku menolongmu."

"Ayah tak paham, Jungkook. Bagaimana bisa?"

Dia mengangkat mainan bayi berbentuk mawar yang ia ambil dari loteng kemarin. Minho menatapnya tak percaya, tak butuh waktu lama bagiannya untuk segera mengenali benda itu. Ia memegangnya dengan tatapan bertanya-tanya. "Jungkook, dari mana kau ..."

"Dia membawaku ke sana, ke loteng itu, Ayah. Berkatnya, aku tahu apa yang terjadi pada Ibu."

Minho meremat mainan itu. "Maka artinya kau tahu alasan Ayah meninggalkannya di sana. Ayah harus melindungi mu. Ayah harus melindungi putra kecil Ayah. Mungkin itu terdengar berlebihan, tapi ..." Ia menghentikan ucapannya, air matanya perlahan meluncur mengingat kembali masa-masa menyakitkan itu.

"Aku mengerti." Jungkook tersenyum memegang tangan ayahnya, menciumnya dengan sayang. Matanya turut berkaca-kaca. "Maukah Ayah menolongku sekarang?"

"Tapi ini berbahaya." Minho melihat keluar jeruji penjara.

"Ya. Memang."

Minho melihat keberanian dan tekad di mata Jungkook. Tersenyum kecil, sangat menyadari bahwa putranya sangat menuruni sifat mendiang istrinya. Kemudian muncul sebuah ide di kepalanya. "Kalau begitu, Ayah bisa coba untuk membuka kuncinya. Lagipula ini hanya terbuat dari gir dan pegas." Tangannya yang sudah keriput mencoba menggapai gembok yang ada di luar. "Tapi Ayah butuh sesuatu yang panjang dan tajam seperti ..."

beauty and the beast • tk (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang