8 - Cerita di Puente Romano

178 23 8
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁

Azzam, Razwan, Sabrina dan Meyza mengistirahatkan kaki mereka sejenak di salah satu tiang dekat mihrab. Mereka tidak duduk selonjoran karena para petugas keamanan yang tengah berpatroli di sana sudah memberikan peringatan agar setiap turis yang datang berkunjung tidak duduk di Mezqueta. Tempat yang hanya diperbolehkan untuk diduduki adalah bangku-bangku kayu yang ada di dalam altar gereja. Sedang letak gereja tersebut tepat di tengah-tengah Mezqueta.

Selain mengistirahatkan raganya, Azzam juga berhenti dari kegiatannya mengambil gambar. Kamera yang sejak tadi ia pegang kini sudah tergantung di lehernya. Sekarang, ia ingin memfokuskan pandangannya menatap seluruh bagian masjid katedral tersebut, khususnya mihrab yang sekarang berada di balik jeruji besi. Sebelum memutuskan untuk beranjak ke mihrab, matanya masih setia menelisik setiap keindahan dari dalam masjid itu.

Masjid Cordoba, tempat yang membuat Azzam tidak mampu berkata-kata saking kagumnya. Panjang masjid 180 depa itu dipenuhi oleh lengkungan yang disangga dengan seribu pilar. Siapapun yang melihat lengkungan tersebut, pasti akan langsung teringat pada lengkungan yang ada di masjid Nabawi, Madinah.

Tidak hanya itu, penerangan dalam masjid itu juga terdiri dari tiga belas lentera yang terdapat seribu lampu di setiap lenteranya. Tidak terbayangkan bagaimana cerdasnya arsitek zaman itu membangun masjid sedemikian detail. Bahkan sampai sekarang, belum ada yang mampu menandingi kecanggihan yang ada di Mezqueta.

Begitu belasan menit berlalu, pemuda berkemeja putih itu kembali melangkah ke depan tanpa mengajak temannya yang lain. Meski begitu, ketiganya tetap saja mengikuti kemana Azzam pergi. Karena dari laki-laki itulah, segala kisah tentang tempat ini bisa mereka dengarkan.

Meyza berdiri di sebelah Azzam. Sebelum melihat objek yang ditatap laki-laki di sampingnya, ia sempat melirik sekilas. Dari sana, ia bisa melihat secercah harapan yang keluar dari tatapan teduhnya.

"Apakah tempat itu sangat istimewa, Zam?" tanya Meyza akhirnya. Ia sangat penasaran dengan perubahan wajah laki-laki itu. Meyza melihat ada segurat kesedihan di mata Azzam ketika berdiri di tempat ini.

"Tempat itu bukan hanya istimewa bagi setiap muslim. Tempat itu adalah saksi dan bukti bagaimana cahaya Islam begitu benderang waktu itu. Sebuah simbol bagaimana gemilangnya peradaban Cordoba yang membuat orang-orang Eropa iri setengah mati padanya. Sampai akhirnya, tempat ini tetap jatuh ke tangan mereka juga dan mereka berhasil membuat cahaya benderang itu meredup dan semakin menghilang."

Azzam menghela napasnya panjang. "Mihrab yang ada di sana, adalah mihrab terindah yang pernah saya saksikan. Dari sana, saya bisa melihat bagaimana para arsitektur hebat waktu itu membuat mimbarnya selama tujuh tahun lamanya. Meskipun sekarang sudah berada di balik jeruji, tapi bayangan muslim yang beribadah di tempat itu masih bercahaya sampai sekarang."

Senja & Andalusia [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang