9 - Pandangan yang Sama

200 26 4
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁🍁🍁

Seperti sudah menjadi kebiasaannya, setiap kali melihat dan menemukan sesuatu yang menurutnya mengagumkan, pasti netranya tidak akan teralihkan oleh apapun yang ada di sekitarnya.

Jika sudah begitu, pertanda seluruh inderanya sedang bekerja untuk menangkap, mendengar, menganalisis sampai sesuatu tersebut terperangkap kuat dalam memori dan akhirnya bisa dirasakan oleh hati.

Itulah yang tengah dilakukan pemuda dengan tas hitam kecil di pundak ketika berada di depan sebuah patung seseorang yang begitu melegenda, berjasa dan teramat bersejarah bagi dunia Islam.

Tak ubahnya seperti bangunan menawan nan bernilai sejarah tinggi yang pernah ia kunjungi di sini, patung seseorang tersebut juga sudah berumur sekian puluh tahun.

Melihat pahatan di depannya, memori tentang kehidupan sosok itu tiba-tiba berkelebat di kepala. Ingatan tentang bagaimana peran serta peninggalan yang sosok tersebut torehkan dan tinggalkan bagi peradaban, perlahan berputar di depan matanya.

Waktu itu, sekitar tahun 1126 Masehi, seorang bayi laki-laki lahir di salah satu Kota Cahaya ini. Namanya Abu Al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd. Dia lahir dalam lingkungan keluarga dengan nilai religiusitas yang tinggi.

Kakeknya dikenal sebagai seorang ahli fiqih. Ayahnya, Abu Qasim merupakan seorang ahli agama dan juga qadi. Lingkungan itulah yang membuat dirinya tumbuh berbeda dengan anak seusianya. Salah hal yang menonjol dalam dirinya waktu itu adalah kecerdasan dan kejeniusan yang dimiliki dalam waktu yang teramat muda.

Layaknya tokoh ilmuwan yang hidup sebelum dirinya, dia juga punya beragam keistimewaan dan kejeniusan yang tidak biasa.

Ketika usianya baru menginjak usia beberapa tahunan, dia telah berhasil menghafal Al-Qur'an, mempelajari beragam ilmu pengetahuan seperti fiqih, tafsir, hadist dan juga umum  lainnya seperti matematika, astronomi, fisika dan logika.

Ketika usianya menginjak remaja, dia mulai mengorientasikan diri dalam keilmuan yang lebih luas lagi. Diantara ilmu yang dia geluti di masa mudanya adalah filsafat, fiqih, dan kedokteran. Saking cintanya akan ilmu pengetahuan, pemuda itu keluar dari lingkup keluarga demi mencari guru untuk mengajarinya.

Tatkala usianya menginjak dewasa, dia mendatangi para fuqaha di kawasan Andalusia untuk berguru dan meminta ilmu. Diantara gurunya pada masa ini adalah Abu Al Aim Basykawal, Abu Marwan bin Masarrah, Abu Bakar bin Samhun, Abu Ja'far bin Abdul Aziz, Abdullah Al Maziri, dan Abu Muhammad bin Rizq.

Kemudian, dalam bidang kedokteran, dia belajar pada Abu Ja'far Harun At-Tirjali dan Abu Marwan bin Kharbul. Sedang dalam bidang filsafat, ia belajar pada Ibnu Bajjah, yang di barat dikenal dengan Avinpace, filosof besar di Eropa sebelum Ibn Rusyd.

Karena itulah, ketika pemuda hebat ini tumbuh dewasa, ia dikenal sebagai ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Dia adalah Ibnu Rusyd, yang membawa cahaya gemilang bagi peradaban Cordoba dan dunia waktu itu. Seorang ilmuwan muslim yang mengajarkan bagaimana luar biasanya jika agama dan ilmu pengetahuan disandingkan tanpa ada yang diberatsebelahkan. Karya-karyanya yang begitu besar, mampu merubah Cordoba dan menebarkan cahaya ke seluruh dunia.

Senja & Andalusia [TERBIT] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang