بسم الله الرحمن الرحيم
🍁🍁🍁
Lantunan ayat yang tengah dibacakan seseorang dari kamar sebelah membuat lamunannya selesai. Kembali, usai berbincang dan menghilangkan kerinduan dengan keluarga di Indonesia, laki-laki berwajah sedikit ditekuk itu kembali memikirkan sesuatu. Sesuatu yang membuat pikirannya bertamasya ke mana-mana. Padahal jika mau, ia bisa melakukan aktivitas lain yang lebih berfaedah untuk meminimalisir waktunya yang terbuang akibat lamunannya tersebut.
Kini, benda segi empat itu sudah ia tutup. Semua buku-bukunya pun telah ia rapikan dan kembalikan ke tempatnya semula. Dengan pakaian ibadah yang belum juga diganti, Azzam lantas beranjak dari tempatnya menuju kamar sebelah. Kamar Razwan.
Meski apartemen yang ia tempati kini tidak semegah penginapan ataupun hotel berbintang lainnya, namun sudah cukup memberikan kenyamanan dan keamanan bagi siapa saja yang menghuninya. Tidak terkecuali bagi Azzam dan Razwan.
Mereka yang sudah menempati apartemen ini semenjak semester pertama, sama sekali tidak pernah mengeluhkan kondisi apartemen sederhana tersebut. Padahal jika mau, Azzam terbilang cukup mampu untuk membayar atau menyewa villa yang lebih 'wah' dari tempat ini. Akan tetapi, karena sudah terbiasa tinggal di tempat sederhana sejak di Mesir, Azzam langsung menerima tawaran seorang sopir yang mereka temui ketika datang ke Granada.
Kala itu, Azzam dan Razwan yang baru keluar dari bandara tengah kebingungan menunggu jemputan mereka. Karena sama-sama baru pertama kali datang ke Eropa, keduanya tidak punya teman maupun kenalan yang bisa dimintai tolong.
Di tengah kebingungan mereka, seorang pria berjaket tebal, postur tubuh agak pendek, dan memiliki tahi lalat di ujung hidungnya, datang menghampiri keduanya dan menawarkan tumpangan. Beruntung waktu itu, Azzam sudah bisa berbahasa Spanyol sedikit-sedikit, jadi ia bisa tahu maksud pria asing tersebut.
Namun, Azzam tidak langsung mengiyakan ketika mendapat penawaran tersebut. Salah satu alasannya karena mereka belum menemukan tempat tinggal sementara di Granada. Keduanya sudah berencana untuk tinggal di asrama mahasiswa yang disediakan pihak kampus bagi mahasiswa internasional dan masuk lewat beasiswa, tapi karena waktu itu sudah sangat larut dan musim dingin sedang berada di puncaknya, Razwan meminta Azzam untuk menerima saja tawaran itu.
"Saya punya saudara. Kebetulan saudara saya itu pemilik beberapa apartemen yang ada di sekitar Cuesta Del Hospicia. Kalian bisa memilih tempat itu untuk menginap beberapa hari sebelum menemukan asrama," jelas pria bertubuh pendek tadi dalam bahasa Spanyol.
"Sudah, Zam. Terima saja. Daripada kita mati kedinginan di sini," mohon Razwan.
Sejak malam itu, Azzam sudah memutuskan untuk tinggal di apartemen ini sampai hari ini. Mungkin sampai selesai program masternya nanti. Karena bukan hanya lokasinya yang dekat dengan kampus, area baik di dalam maupun luar apartemen ini terbilang cukup luas. Meski satu kamarnya hanya bisa dihuni oleh maksimal tiga orang, tapi tidak serta-merta menjadikan apartemen ini terlihat sempit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja & Andalusia [TERBIT]
Spirituale"Kamu tahu kan kalau kamu sudah lancang membaca buku saya?" "Saya tahu. Apa yang bisa saya lakukan untuk menebus kelancangan itu?" Perempuan itu diam sebentar, lalu tersenyum. "Ajari aku Islam, Zam." *** Semua bermula ketika Azzam dan Meyza tidak se...