"Gue pamit duluan, ya. Jangan mewek lagi kayak tadi."
Mereka berdua tengah berada di depan rumah Alvia. Ban motor Alvia pun sudah ditambal. Singkat cerita ban dalam Alvia yang bermasalah sesuai dengan apa yang dikatakan Gilang di tempat parkir.
"Udah?" Sedari tadi Gilang menunggu hingga Alvia tenang. Gadis itu sendiri mengintip sedikit dari lengan yang dia jadikan sebagai tumpuan.
"Kunci motor gue mana?"
"Ada sama gue. Nih, kalau udah, cepetan berdiri. Kita susul bapaknya," ajak Gilang yang sudah duluan berdiri.
Cepat Alvia berdiri dan menjotos kuat-kuat lengan Gilang hingga dia mengaduh. "Sialan lo! Lo nge-prank gue!" seru Alvia berkacak pinggang menatap tajam Gilang.
"Nggak tau terima kasih! Gue tinggal beneran tau rasa lo!" ketus Gilang menjawab. Ia meringis, rasa sakitnya masih terasa di lengannya.
"Lo mau ikut atau nggak ambil motor lo, terserah! Gue mau balik pulang!" sembur Gilang teramat kesal.
"Heh! Motor gue gimana!" pekik Alvia melotot.
"Pikirin sendiri."
Alvia kembali menonjok lengan Gilang saking gemasnya dia. "Jangan mancing emosi gue, ya!"
"Sialan!"
Gilang mengapit kepala Alvia di antara ketiak dan lengannya, menyeret gadis itu dengan langkah tak terlalu cepat tak juga terlalu lambat menuju motor yang tadi ia parkir di pinggir jalan, tak peduli dengan ocehan Alvia yang menyuruhnya melepaskan.
"Gilang!" jerit Alvia memukul-mukul lengan Gilang. "Maafin gue, oke? Maafin, Gilang!"
Jeritan itu tak dihiraukan Gilang, tak peduli meski lengannya sudah terasa kebas karena digebuk Alvia. Ia baru melepaskan gadis itu saat mereka sudah mencapai motornya.
Gilang menaiki motornya dan menoleh ke arah Alvia. "Mau ambil sepeda motor lo atau nggak?"
"Iyalah!"
Masih dengan perasaan kesal Alvia menaiki motor Gilang. Ia duduk di bagian jok paling ujung, tidak ingin dekat dengan Gilang.
Gilang tak mempermasalahkannya. Ia memasukkan gigi pada motornya, kemudian menyentak gasnya hingga Alvia menjerit dan menubruk punggungnya. Gilang tertawa, sementara di belakang Alvia sibuk mengomel dan menggebuk-gebuk punggung Gilang.
Saat pulang selesai membetulkan ban pun Gilang memutuskan untuk mengantar Alvia pulang, mengikutinya dari belakang. Berjaga-jaga takut sesuatu yang buruk terjadi lagi pada gadis itu.
Alvia pun yang masih kepikiran tentang kejadian beberapa waktu lalu saat dia mengira bapak pemilik bengkel yang ingin membantunya itu berniat berbuat jahat, ia setuju saja dengan usul Gilang untuk mengantarnya pulang.
"Lo nggak mau mampir dulu?" Tawar Alvia yang sebenarnya hanya sekedar basa-basi.
"Nggak usah. Nggak baik kalau cewek-cowok di dalam rumah. Nanti tengahnya setan." Gilang tertawa di sana ketika melihat gadis itu mendelik.
"Tinggal jawab nggak usah aja pakek ngomong yang aneh-aneh lo!" Via menjagang sepeda motor. Membuka pagar rumah dan masuk sambil menuntun motornya.
"Thanks, Bro!" Alvia berseru, memutar tubuhnya sedikit dan mengangkat tangan berayun.
Gilang terbahak di sana mendengar ucapan terima kasih Alvia yang berbeda. "Yo, Bro!"
Setelahnya, Gilang meninggalkan rumah Alvia. Menarik gasnya penuh pulang ke rumah.
***
Gilang baru saja sampai di rumah sekitar pukul lima sore. Ibunya—Ratna—di depan sedang menyirami pekarangan rumah yang dihiasi dengan beberapa bunga dan tanaman hijau lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Tapi Mesra
Teen Fiction[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terlalu dalam. Soal perasaan nggak ada yang tau ke depannya akan gimana. Awas nanti bisa berubah jadi cinta lho!" Mungkin kalimat itu sudah serin...