16

1.2K 164 5
                                    

Jevanya saat ini berada di rumah sakit. Dia sengaja membolos dengan beralasan bahwa di sakit pada adik nya. Al hasil Rosa pergi sekolah sendirian.

Di basmen bawah tadi, Jevanya melihat Lexza dan bundanya. Ia senang melihat keadaan Lexza yang sudah baik-baik saya.

Jevanya bersyukur Lexza tidak melihat nya, pikir nya.

Pintu lift terbuka, Jevanya keluar dan langsung berjalan kearah ruangan di mana vixell berada.

Selama beberapa hari ini, Jevanya selalu menyempatkan waktunya untuk mengunjungi Vixell dan merawat laki-laki itu karena tidak ada keluarga atau kerabat yang bisa di hubungi, jadi mau tidak mau dia harus melakukannya.

Bagaimana pun mereka masih terjalin dalam suatu hubungan.

Tepat di depan kamar rawat vixell, Jevanya dengan ceria ingin membuka pintu tapi pergerakan nya berhenti kala mendengar sesuatu dari dalam.

Jevanya yang penasaran pun dengan hati-hati mengintip dari celah pintu.

Dan betapa terkejutnya dia, bahkan Jevanya menutup mulutnya sekuat tenaga dengan tangannya agar tidak bersuara.

Air matanya keluar tanpa permisi, ia terduduk di depan sana. Beruntung lantai ini sepi sehingga tidak ada yang memperhatikan nya.

Karena keterkejutan nya, Jevanya tidak sengaja menimbulkan sebuah bunyi dari gerakan nya yang terduduk lemas di lantai.

"Siapa disana?" Teriak Vixell dari dalam sambil mengintip kearah pintu namun tidak ada siapapun disana.

Mendengar suara vixell, sekuat tenaga Jevanya berdiri dan pergi dari tempat itu.

Dan di sinilah dia, di taman rumah sakit. Duduk sendirian di kursi taman yang luas sambil menangis.

"Lo benar-benar jahat v! Gue salah apa sama lo!" Ricau nya memukul dada nya yang terasa sesak.

Sakit, sungguh sakit! Jevanya benar-benar tidak menyangka Vixell akan melakukan hal itu dan tepat di depan mata kepalanya sendiri.

Jika itu Lexza yang memberitahu nya, maka Jevanya akan sangat keras menantang nya. Bahkan dia sangat membenci lexza karena mengira Lexza hanya berbicara omong kosong kepada nya.

Sekarang Jevanya benar-benar menyesal karena tidak mempercayai Lexza waktu itu. Waktu di mana mereka menghabiskan malam di tepi pantai yang bertujuan perdebatan antara dirinya dan Lexza karena anak itu memberitahu nya bahwa Vixell selingkuh dan bahkan check in.

Waktu itu Jevanya benar-benar marah pada Lexza bahkan dia menampar Lexza dengan keras dan juga membentak dan mengata-ngatai nya.

<<<<

Plakk

"JAGA MULUT LO SIALAN!"

"jive--"

"Jangan pernah jelekin Vixell di depan gue! Karena itu ga bakal ngaruh, apalagi itu dari mulut sampah lo!"

"Percaya sama gue jive! Gue--"

"Stop it! Lexza! Gue benci sama lo! GUE BENER-BENER BENCI SAMA LO LEXZA MARGARETHA!!"

>>>

"Gue kurang apa vixell!! Kenapa lo tega giniin gue~" lirihnya di akhir kalimat.

Jevanya terus menangis, ia bahkan menjambak rambutnya sendiri.

Jevanya sedih, kecewa sekaligus lega.

Sedih dan kecewa karena kelakuan vixell, lega karena apa yang di bilang Lexza ternyata benar. Meskipun dia menentang ucapan Lexza waktu itu, bukan berarti Jevanya mengabaikan sinyal bahaya yang di kirim Lexza untuk nya. Tapi dia selalu menepis itu semua karena ia percaya pada Vixell.

Melakukan seks?

Itu benar-benar kesalahan fatal yang tidak bisa Jevanya maafkan. Dia benar-benar membenci hal memalukan seperti itu, dan itulah alasan kenapa dia selalu menjaga diri jika berada vixell atau laki-laki yang berusaha mendekati nya.

Tiba-tiba Jevanya ada sesuatu di depannya, ia mendongak dan setelahnya cemberut. Ia kembali menangis menunduk menangkup wajahnya sendiri.

Dia benar-benar malu sekarang, seharusnya dia tidak bertemu dengan orang itu terlebih dahulu.

Tangis Jevanya semakin menjadi kala pelukan hangat seseorang menerpa dirinya. Ia menangis sejadi-jadinya di pelukan orang tersebut dan menenggelamkan wajahnya di bahu kokoh orang itu.

Orang itu tidak mengatakan apapun, dia terus memeluk Jevanya dengan erat sambil mengelus punggung gadis itu dengan penuh kelembutan. Dia tahu bahwa gadis di hadapannya saat ini tengah rapuh.

"Gue salah apa Le? kenapa dia tega khianatin gue! Di depan mata gue sendiri" adu nya dengan suara serak.

Hidungnya tersumbat, matanya memerah dan bengkak bahkan tubuhnya berkeringat banyak dan bergetar.

Lexza, dia adalah orang yang sedari tadi memperhatikan Jevanya. Awalnya dia akan membiarkan Jevanya sendiri karena takut menganggu nya, tapi melihat Jevanya menangis seperti tadi membuat Lexza tidak tega dan langsung menghampiri nya.

Lexza melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah Jevanya yang sudah berantakan akibat terlalu banyak menangis.

Lexza dengan hati-hati mengusap air mata Jevanya dengan ibu jarinya. Ia tersenyum membuat Jevanya semakin mencebik kan bibir nya karena berpikir Lexza tengah mengejek nya.

"Don't cry Jive, gue sakit liat lo gini" ucapnya tulus.

Lexza merapikan rambut Jevanya dan menyisir nya kebelakang telinga.

Wajah ini, wajah yang selalu Lexza agung agungkan dan puja-puja. Wajah yang selalu Lexza ingin lihat senyum manis nya. Wajah yang selalu Lexza mimpi kan sekarang sangat memperihatinkan.

Sedih? Ya, Lexza sedih karena dia tidak menyukai tangis Jevanya. Meskipun kadang dia jahil dan sering membuat Jevanya marah, Lexza tidak pernah sekalipun membuat nya menangis.

Dan sekarang lihat lah, gadis pujaan hatinya tengah menangis karena laki-laki lain yang menyakiti nya.

Lexza jelas merasakan sakit hati itu

"You look ugly when you cry"

Jevanya memukul bahu Lexza, ia terkekeh tapi masih menangis.

"Lo ga salah jive, lo juga ga kekurangan apapun. Lo sempurna Jevanya" ungkap nya menyakinkan.

Jevanya berusaha menghentikan tangis nya, sesekali dia sesenggukan. Ia mengambil tangan Lexza yang ada di pipinya lalu menggenggam tangan itu.

Lexza diam memperhatikan pergerakan Jevanya, lalu menatap Jevanya yang juga menatap nya.

"Bawa gue pergi L, gue butuh nafas!"

Tanpa bertanya, Lexza lantas mengangguk. Ia membantu Jevanya berdiri, dia bahkan melepaskan jaket yang dikenakan nya dan mengenakan nya pada tubuh Jevanya yang hanya terbalut kain tipis seragam sekolah.

"Ayo pergi!"







Tbc.

Obsession (JL)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang