Kalandra menatap tajam ke arah Kara, "jangan jadikan perlakuan gue hari ini ke lo membuat lo besar kepala, little."
Kara meneguk ludahnya dengan kasar, tatapan mata kalandra membuatnya terpaku tidak berani mengatakan sepatah katapun.
"Maaf." Kara berkata dengan pelan namun cukup membuat kalandra tidak menatapnya dengan tajam lagi.
"Lain kali jangan terlalu berani, little." ujar kalandra dengan pelan sambil mengusap wajah Kara dengan lembut yang justru membuat Kara merasakan itu adalah semacam ancaman.
"Kal-" Ucapan kata membuat kalandra terhenti, dia menatap kara tetapi sebelum sempat mengucapkan sesuatu telpon kalandra berbunyi dan membuat lelaki itu menjauhi kara dan setelah itu kalandra tampak tergesa-gesa pergi ke luar bahkan tanpa memberikan pesan apapun kepada kara.
Lalu sekarang bagaimana caranya dia keluar dari apartemen ini, bahkan dia sendiri tidak tau apa sandi apartemen ini. Malang sudah nasibnya, sepertinya dia tidak bisa pulang untuk hari ini.
Sepanjang hari itu, kara hanya membersihkan apartemen kalandra dan tertidur di kamar karena kelelahan. Saat terbangun, dia tidak bisa melihat karena kondisi gelap. "Apartemen semewah ini juga bisa mati lampu?" Gumam kara bertanya-tanya.
Saat akan keluar dari kamar, kara menghentikan langkahnya tepat di depan pintu. Dia sekilas mendengar suara langkah kaki namun langkah kaki itu terlihat tidak sejajar saat berjalan. Mungkin itu kalandra.
Tetapi sebelum itu, dia mencari ponselnya dan melihat room chatnya dengan kalandra, laki-laki itu sama sekali tidak mengirimi dia pesan apapun.
Dengan sedikit hati-hati, kara membuka pintu dan hendak menemui seseorang itu namun dengan cepat kara segera bersembunyi saat seseorang memegang sebuah senapan dan dia yakin itu bukalanlah kalandra. Dilihat dari postur tubuhnya sepertinya seorang laki-laki, tapi kara yakin itu bukanlah kalandra, tinggi pria itu bahkan tidak sampai sebahu kalandra.
Dengan gemetar, kara berusaha tetap tenang untuk menghubungi kalandra. "Dimana milikmu itu kalandra, apakah dia bersembunyi." Suara senapan yang diseret membuat jantung kara berdebar tidak karuan.
Belum sempat pesan itu terkirim, ponsel Kara sudah terlebih dahulu terlempar oleh tangan pria itu, laki-laki tadi memakai sebuah topeng dan menatap Kara namun sebelum itu, Kara sudah terlebih dahulu menendang pria itu dan segera menuju ke kamar.
Kara mengunci kamar dan berusaha menutup pintu itu dengan nakas atau sebagainya sebagai penghalang. Pria bertopeng itu ternyata tidak menyerah, "BUKALAH JALANG! AKU HANYA INGIN BERMAIN DENGANMU! KENAPA HARUS TAKUT, BUKANKAH KAU MILIK KALANDRA!"
Kara mencoba menghubungi kalandra dengan telpon tetapi panggilan itu tidak bisa menjawab dan hanya bisa meninggalkan sebuah pesan, "kalandra tolong, kumohon segeralah kembali, ada pria gila yang datang-" Sebelum menyelesaikan ucapanya, suara tembakan terdengar memberondong pintu hingga pintu itu rusak.
Pria itu masuk dan melihat Kara yang ketakutan membuatnya tertawa dengan keras, mata pria itu terlihat merah yang menatap Kara seperti buruan yang sedang dia incar.
"Ternyata cara manis tidak membuat dirimu mau bermain dengan ku, baiklah." Setelah itu, pria tadi menarik rambut Kara dan menyeretnya menuju
Arah balkon.Pria gila itu mencekiknya dengan kuat, Kara hanya bisa merasakan sakit saat perlahan-lahan dia tidak bisa menghirup oksigen, dadanya sangat sesak dan sakit dan sebelum pria gila itu melemparnya ke bawah, suara tembakan disusul dengan banyaknya genangan darah mengantarkan Kara ke alam mimpi.
Entah berapa lama mata indah Kara terpejam, perempuan itu terlihat tidak ingin membuka matanya dan masih larut dalam alam mimpi. Ruangan itu sangat hening bahkan hanya terdengar suara elektrokardiograf.
Pintu ruangan itu terbuka, terlihat laki-laki itu menatap intens ke arah tubuh Kara yang masih sedang berbaring selama hampir satu minggu ini.
"Gadis lemah." Ujarnya dengan tajam.
Mata Kara perlahan mengerjab menyesuaikan cahaya yang masuk. Dari pandangan matanya yang kabur dia bisa melihat kalandra yang menatapnya dengan angkuh.
"Istirahatlah, dokter akan datang!" Kalandra pergi begitu saja sesaat sebelum tangan Kara bisa menghapus tanganya.
Kara yang masih terlalu lemah hanya bisa kembali memejamkan matanya disusul dengan dokter dan para perawat yang memasuki ruanganya.
Hanya butuh waktu tiga hari bagi Kara, dia sudah terlihat bisa beraktivitas secara normal bahkan Ochi juga mengunjunginya beberapa hari ini. Sedangkan dia heran saat tidak bisa menemukan keberadaan nenek atau kalandra. Laki-laki itu hanya datang saat pertama kali dia memejamkan mata, padahal ada banyak pertanyaan yang ingin dia tanyakan.
Pintu ruangan yang terbuka membuat Kara tersadar dari lamunanya, dia bisa melihat kalandra dengan setelan jas hitam, laki-laki itu perlahan mendekat ke arah Kara dan menyerahkan sebuah surat.
"Dari nenekmu. Kau bisa bertanya jika kau memiliki pertanyaan!" Katanya sambil mengambil tempat di samping Kara.
"Kenapa nenek harus mengirim surat? Dan tentang kejadian malam itu-" Ujar Kara dengan ragu.
"Pertama, nenekmu berada di tempat yang susah sinyal. Aku mendapatkannya dari penjaga rumahmu. Kedua, kejadian malam itu? Apa maksudmu, sepertinya kau melupakan sesuatu."
"Tidak kalandra, malam itu ada se-seorang yang berada di apartemen mu bahkan orang tersebut membawa sebuah senapan!" Kalandra menatap datar Kara.
"Otak kecilmu memang bodoh, apa kau lupa saat aku menemukanmu di taman kau tiba-tiba pingsan dan tidak sadar diri selama ini dan ternyata kau tipes dan soal apartemen? Jangan berkhayal kara!" Ujarnya dengan tajam.
"Selebihnya itu adalah khayalan alam bawah sadarmu! Jangan lupa cara membedakan alam bawah sadar dan kenyataan kara!" Setelah mengatakan itu, lelaki itu pergi karena memiliki urusan yang lain.
Apakah benar yang dikatakan oleh kalandra? Apakah benar bahwa ini adalah mimpinya, bukan kenyataan. Bahkan sampai sekarang, Kara masih bisa merasakan cekikan pria gila itu dilehernya.
Mengingat itu, Kara segera mencari cermin dan alangkah terkejutnya dia saat melihat tidak ada bekas apapun di lehernya, mungkin memang benar apa yang telah dikatakan oleh kalandra, dirinya sepertinya masih belum sadar sepenuhnya.
Kembali lagi dia melihat surat yang masih berada dia atas nakasnya, dia mencoba membuka kertas itu dan membaca beberapa kalimat di dalam surat itu tapi entah kenapa dia merasakan ada sesuatu yang janggal.
Sedangkan di sisi lain, senyuman laki-laki itu tampak mengerikan saat mengingat permainan apa yang sedang dia mainkan.
"Jangan sampai kelakuan mu akan berbalik padamu! Aku berdoa supaya kau tidak menyesal di kemudian hari!" Ujar seseorang yang masih berada di pintu masuk dengan tajam.
Sedangkan laki-laki yang mendengar perkataan itu hanya terkekeh kecil dan menyahutinya dengan santai, "ya, tapi bagaimana Tuhan juga mendengar doa bajingan sepertimu juga!" Suara tawa laki- laki itu menggema di ruangan kosong dan gelap itu yang membuatnya semakin mengerikan, mata pria itu terlihat berkilat merah menahan amarahnya.
***
Holaa!!
Gimana sama chapter ini?
Seru?Menurut kalian laki- laki "itu" Siapa?
Ayo tebak!!Terimakasih yaaaa yang sudah baca cerita ini, jangan lupa untuk komen, share dan vote cerita ini supaya
Diriku ada motivasi terosss!Selamat membaca
&
See you
![](https://img.wattpad.com/cover/331253446-288-k44504.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Darkness Of The Kalan
De Todohidup Kara di mulai dari sekolah ini. kebodohanya mengantarkan dia pada kalandra. mulai saat itu dia tidak diperbolehkan bermimpi untuk bebas dari radar kalandra, sang kunci kegelapan. Kara lupa saat di dunia ini ada cahaya matanya hanya dibutakan o...