Sebuah motor melaju kencang
membelah aspal. Setelah memastikan Sabina pulang dengan aman, Sabang buru-buru pulang ke rumah nya.Dia tau di rumah itu tak ada yang menunggu nya untuk pulang, tapi setidaknya dia punya seekor kucing yang selalu menunggu nya untuk memberi nasi didepan pintu rumah.
Sabang menatap kucing nya itu, "Jagu, gue bingung, gue butuh ayah untuk datang meluruskan permasalahan gue disekolah, supaya nanti gue bisa ikut ujian kelulusan, tapi gua sama sekali ngga pernah tau ayah dimana, gue cuma dikirimi uang setiap bulan, dan usulan Bu Sila, bener-bener ngga bisa gue ikuti, gue ngga bisa minta tolong ke Dia." ujarnya.
Dring
Dring
Dring...
Telepon dirumah itu berbunyi, Sabang buru-buru mengangkat nya.
"Halo"
Sebuah suara yang Sabang kenali sejak lama muncul dari balik telepon.
"Sepertinya saya ngga perlu basa basi ya, begini saya tau kamu punya masalah disekolah"
"Saya tau kamu membenci saya,tapi kamu ngga punya pilihan Sabang, kamu butuh saya"
Seseorang di seberang sana meneleponnya seolah-olah dia sangat membutuhkan orang itu, tapi Sabang hanya diam mendengarkan nya
"Siapa yang kamu harapkan, ayah mu?"
Suara tawa di seberang sana membuat dia mengepalkan tangannya.
"Sabang come on, kamu butuh saya, kamu tau saya masih peduli sama kamu, saya hanya mau kamu menuruti keinginan saya, setelah lulus nanti cobalah memikirkan untuk kuliah di negara yang saya tempati ini, itu akan lebih baik."
Sabang memutus sambungan telepon itu, ada sedikit rasa sakit di hatinya, namun juga ada rasa rindu tersimpan rapi disana.
***
Sabina terbaring di kamar nya, setelah seharian bersama Sabang persen kebahagiaan nya meningkat, benar saja dia menyukai laki-laki itu.
"Adek bunda boleh masuk?" suara ketukan dari luar menyadarkan lamunan nya.
"Masuk aja bunda, pintunya ngga di kunci ko"
Bunda membuka pintu dan mendapati putri cantik nya tengah tersenyum.
"Loh, loh ini kaya nya lagi bahagia" bunda duduk di pinggir ranjang, Sabina beranjak dan menempati kepala di paha sang bunda.
"Tadi yang nganter Bina pulang itu siapa?" Bunda bertanya sambil mengelus rambut putri nya itu.
"Temen nya Bina Bun"
"Oh temen, kirain bunda pacar nya Sabina," ucap bunda sambil mengulum senyuman nya, sementara Sabina memutar kepala nya sambil menghadap perut sang bunda, menyembunyikan wajah nya yang memerah disana.
"Bunda pengen nya temen Sabina itu mampir ke rumah, sambil bunda kenalan sama dia, oh iya siapa namanya?" bunda tak henti-hentinya menggoda Sabina.
"Sabang" cicitnya.
"Owh Sabang, bagus namanya, besok kalau di anter sama dia lagi suruh mampir ya, bunda masakin yang enak-enak nanti," bunda berbisik pelan, membuat Sabina malu-malu dan memeluk pinggang bundanya itu.
***
Sabang dengan segala masalah yang menimpa nya saat ini, ia butuh seseorang yang bisa mendengar kan ceritanya.
"Halo dik, gue ke kosan lu ya"
"Ya Dateng aja Sab, gua lagi suntuk juga nih, sambil main uno kita"
Sabang menutup telepon, lalu menyambar Jaket dan kunci motornya.
***
"Assalamualaikum " Sabang yang baru saja sampai mengetuk pintu kosan temannya itu.
Sadika, teman pertama Sabang di waktu SMP membuka pintu perlahan, menyuruh nya masuk.
Diluar saat ini hujan, Sadika menyuguhkan segelas teh dan biskuit untuk Sabang.
"Minum Bang!"
Sabang menyeruput teh buatan teman nya itu.
"Lo ada masalah?" tanya Sadika, dia tau betul sahabat nya ini hanya akan mampir mendadak ke kediaman nya ini hanya kalau ada masalah.
Sabang mengangguk, "gue di skors, sampe orang tua gue bisa datang ke sekolah," ujarnya.
"Terus?"
"Lo tau sendiri kan bokap gue jarang pulang?" Sadika mengangguk mengiyakan.
"Tadi nyokap gue nelpon" ujarnya.
"Terus lo angkat?"
Sabang mengangguk, "dia tau masalah gue disekolah, dia pengen bantu gue." jelas Sabang.
"Bagus dong" sela nya
"Ngga, dia ngga ngasih itu cuma-cuma, dia pengen gue kuliah di luar negri, tinggal sama dia." tutur Sabang.
"Kalau saran gue, bagus lo terima aja dulu bantuan nyokap lo, setelah itu masalah kuliah ya lo bisa pikirin dulu kan, kalau ok ya kuliah, dan bagus dong kalau bisa kuliah di luar negeri, lagian dia kan nyokap kandung lo Bang."
"Thanks buat saran lo, ntar gue coba pikirin lagi, oiya jadi ngga nih main uno"
"Sip, bentar gue ambil dulu." Sadika beranjak dari duduk nya, mengambil Uno yang sudah ia taruh di meja belajar nya.
"Nih" Sadika memberi Uno itu pada Sabang.
Sabang mengocok kartu Uno yang diberikan Sadika tadi, lalu ia memberi Dika 7 buah kartu dan menyimpan untuk nya 7 kartu, dan selebihnya ia taruh di bawah lantai dalam keadaan telungkup.
Sabang membuka kartu paling atas dan mendapati kartu berwarna hijau dengan angka didalamnya bernomor 3, lalu Dika mengeluarkan dua kartu berwarna hijau dengan angka yang sama dan satu kartu dengan warna yang sama namun angka yang berbeda.
Permainan itu terus berlanjut, suara dengan kata 'uno' beberapa kali memenuhi ruangan itu, entah siapa yang menang namun sepertinya permainan ini membuat seorang Sabang Mahendra menjadi lebih rileks, permainan yang sempat di main kan Sabang, Sadika dan teman-teman SMP nya yang berakhir dengan pengambilan kartu Uno oleh guru BK mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Sab!!
Teen FictionSetiap pertemuan pasti memberikan dua hal satu pengalaman dan satu lagi pelajaran