08.Lukamu juga luka ku

27 7 1
                                    


Kedua insan yang sedang bahagia itu kini berjalan seirama, atas izin kedua orang tua Sabina, mereka pun berhasil menjajaki jalanan kota yang di lintasi banyak kendaraan itu. Dengan dibekali kaki yang tidak lelah, mereka memilih jalan kaki menuju kafe yang dituju.

Sesampainya di tempat tujuan Sabina dan Sabang disambut oleh Sadika.

"Sabang" Sadika memeluk sahabatnya itu, lalu mata nya fokus menatap gadis yang kini berdiri disebelah Sabang.

"Ini Sabina" ucap Sabang memperkenalkan orang di samping nya itu. "Aku Sabina, salam kenal" lanjut Sabina usai di perkenalkan oleh Sabang.

"Gue Sadika, ya udah kalian berdua duduk gih di pojok sana, udah gue siapin ko sama menu-menunya sekalian." tuturnya.

Mereka berjalan menuju tempat yang ditunjuk oleh Sadika.

"Itu temen Kaka yang mau manggung itu ya?"

"Iya, panggil aja Dika, dia temen pertama aku dari awal masuk SMP sampe sekarang." jelas Sabang.

"Kenapa? suka?" tanya Sabang tiba-tiba.

"Eh?" kaget Bina, lalu dia mendengus sebal, "Kaka ngaco banget," cetus nya.

"Kalau gitu sukanya sama siapa?" goda Sabang.

"Kaka" cicitnya, namun sayang sekali jawaban nya harus tenggelam karena suara backsound yang tiba-tiba muncul, dan di barengi dengan kehadiran Sadika sebagai solo perfomance.

"Malam semua" sapa Sadika dari atas panggung, semua mata di kafe itu tertuju pada nya.

"Malam" sahut antusias orang-orang yang ada disana.

Sadika mulai menyanyikan lagu buatan nya sendiri, lagu istimewa tentang sebuah kota penuh rindu.

Lagu itu selesai, Sadika yang masih berdiri di panggung bersuara melalui mikrofon yang di genggamnya.
"Guys, kali ini selain gue, ada orang yang mau menyumbang kan suaranya untuk kita dengar sama-sama, teruntuk Sabina, come on." Ucap nya tiba-tiba, yang membuat kaget si empunya nama.

"Loh ko aku?" protes nya pada Sabang.

"Haha" Sabang tertawa,"maju aja Bi" titahnya.

Sadika turun menjemput Sabina yang masih kikuk di meja nya, padahal lampu sorot di kafe itu sudah tertuju padanya.

"Ayo Sabina, kata Sabang lu bisa nyanyi, sekarang lu bisa nunjukin ke semua orang bakat lu itu!"

"Kapan?" tanya Sabina pada Sabang, tapi tidak direspon oleh Sabang. "Tapi Ka, aku ngga bisa nyanyi, Ka Sabang aja nih yang sok tau" kali ini ia menoleh pada Dika.

"Ngga mau tau, pokoknya nyanyi, kalau ngga ini kafe sepi ntar."

Sabina berjalan mengekor pada Dika, setelah menerima mic yang di berikan oleh Sadika, dengan sedikit gugup akhirnya Sabina bersuara.
"Halo aku Sabina, kalian bisa manggil aku Bina, sebenarnya aku ngga terlalu bisa nyanyi, tapi untuk kali ini sedikit di paksakan supaya bisa, dan ya selamat menikmati."

Sabina menyanyikan lagu milik Westlife yang bertajuk "I Have a Dream" dengan suara yang lembut, membuat rasa kagum pada Sabang begitu kentara.

"Lo harus utarakan perasaan lo Sab" ujar Sadika didekat Sabang, dia tentu tau sahabat nya itu sedang berada di fase remaja kebelet cinta,
metamorfosis sempurna dari kata cinta sedang di alami nya saat ini.

"Gue belum siap mengecewakan dia Dik." Ucap nya.

"Kalau gitu berhenti kasih dia harapan." ucapnya, tanpa tau Sabang menelan mentah-mentah kalimat nya itu.

Lagu itu selesai dan Sabina akhirnya merasa lega, dia kini menatap tajam dua orang sahabat itu, namun kemarahan nya akhirnya reda saat ia diberi gratis makan di kafe itu selama sebulan ini.

Hello Sab!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang