16// Surat Merah Dari Sang Buana

24 7 1
                                    

▼△▼△▼△▼△

.

.

Panggilan suara dari ibu Kabinar sungguh membuat Benta terkejut bukan main.

Malam ini hujan sangat lebat, tapi mau tidak mau Benta harus berlalu bersama air-air hujan malam ini. Cegahan simbah sudah tidak ampuh, setelah mendapat kabar Kabinar masuk rumah sakit, Benta hampir kehilangan kewarasannya.

"Pokoknya harus pulang dengan selamat, bawa kabar kalo si genduk baikan ya, Le."

Pesan singkat simbah sebelum ia berangkat masih terus melekat, jadi karna ia sudah melanggar larangan simbah untuk tidak keluar- ia harus membawa buah yang sedap atas rasa maafnya.

Tadi pukul delapan katanya Kabinar sesak nafas, kemudian langsung di bawa ke rumah sakit, tapi ibu Kabinar baru memberi kabar pukul sepuluh lebih, itu juga karna paksaan dari Kabinar.

Ibu Kabinar mungkin juga sengaja membawa Kabinar ke rumah sakit yang jauh dari rumah Benta, Benta sendiri juga tidak tau apa alasannya, tapi biasanya feeling nya tak pernah meleset sama sekali.

Padahal tak jauh dari rumah Kabinar maupun rumah Benta juga ada rumah sakit, tapi untuk ini Kabinar justru dirawat di perbatasan kota Yogyakarta.

Walau harus memakan jarak yang panjang, Benta tetap siap sedia untuk menjenguk sang kekasih. Ia juga belum mendapatkan kabar Kabinar saat ini, ia begitu khawatir- takut dunia nya kenapa-kenapa.

Benta tak perlu lagi bertanya di mana ruang inap Kabinar, ibu Kabinar dengan perhatian sudah memberi tau tempatnya dengan jelas.

Sebelum membuka pintu kaca, Benta menarik nafasnya dalam-dalam, ia takut, tapi ia juga tidak tau alasannya apa.

Ceklek

Suara pintu terbuka tak membuat Kabinar membuka matanya. Dapat Benta lihat jelas, mata Kabinar tertutup rapat-rapat. Jantung Benta semakin berdetak tak karuan, melihat selang infus melekat di tangan Kabinar disertai beberapa alat bantu untuk Kabinar bernafas.

Benta menyalami bapak sekaligus ibu Kabinar, walau ada respon tidak baik, Benta tetap mencoba untuk tenang, begitupun kedua orang tua Kabinar yang mungkin saat ini tidak mau ribut dengan Benta.

"Kabinar.."

"Gimana, Bu?" tanya Benta alun-alun.

Ibu Kabinar menatap sinis Benta, walau begitu ia tetep membalasnya. "Ya seperti yang kamu lihat," ujarnya ketus.

"Jantungnya bermasalah."

Benta terdiam, ia terus menatap tempat Kabinar berbaring, dadanya sesak bukan main saat mendengar kenyataan dari mulut ibu Kabinar langsung.

Posisinya ia terduduk lemas di sofa, sampingnya ada Ibu Kabinar sekaligus suaminya. Kabar buruk yang ia Terima sungguh membuatnya merasa bersalah.

"Parah?" tanya Benta, nada suaranya lirih, ia masih kesulitan mengontrol diri.

Arum sedikit tersinggung sebenarnya. Tapi bagaimanapun Benta seorang kekasih Kabinar, yang artinya berhak tau kondisi gadisnya. "Jantungnya ga memompa darah normal, saya khawatir Binar tidak bisa sembuh." ujarnya kecil, kepalanya menunduk dalam-dalam, isak tangisnya kembali terdengar.

Ayah Kabinar menghela nafas panjang, susah payah ia meredakan tangisan istrinya, kini.. kembali menangis lagi.

Benta memberanikan diri untuk semakin mendekati tubuh Ibu Kabinar, tangannya mengusap hangat bahu kirinya, mencoba menguatkan wanita itu.

GELANTUNG || Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang