18// Setitik Triasih

40 7 1
                                    

Yang sia-sia, akan jadi makna.

...

..

.

▼△▼△▼△▼△

Derap kaki tak bersuara seakan memberi sinyal kalau saja saat ini hening telah melanda. Seringai di balik maskernya seakan mewakili perasaannya. Sepatu kate nya bertapak lirih pada lantai dingin, namun langkahnya begitu cepat. Tudung Hoodie nya nyaris sempurna merangkup rambut-rambutnya.

Kakinya berhenti pada lorong yang remang-remang, matanya sedikit mengintai ruangan dengan beberapa pintu. Setelah melihat seseorang menutup salah satu pintu ruangan, kemudian berlalu begitu saja, kakinya kembali melangkah kecil. Memastikan keadaannya tepat untuk ia kembali melangkah.

Kakinya berhenti tepat di depan pintu kaca nomer 3 dari ujung ruangan. Matanya kembali mengintai sekitar, sebelum akhirnya mendorong sebelah pintu kaca.

Seringainya kembali hadir di balik masker hitam yang ia kenakan, jalannya kembali pelan, matanya menatap Kabinar yang mungkin terlelap.

Tangan kanannya merogoh saku hoodie nya, mengeluarkan beberapa benda untuk menjalankan misinya. Tubuhnya berdiri tegap di samping tiang infus, tangannya mengangkat sebotol kecil cairan bersamaan dengan suntikan berjarum tajam.

Matanya memandangi wajah Kabinar, sekilas kembali fokus pada dua benda di tangannya. Ujung jarum menusuk begitu saja pada penutup botol kecil di tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya menarik perlahan jarum suntik tersebut, membiarkan tabung suntik terisi penuh dengan cairan bening yang ia ambil dari botol kecil itu.

Setelah memasukan botol kecil itu kedalam saku hoodie nya, tangan kirinya mencoba menyentuh punggung tangan Kabinar yang ter-infus. Segera, jarum suntiknya menembus selang infus Kabinar, kemudian mendorongnya pelan, membiarkan isi tabung suntiknya habis berpindah pada selang infus Kabinar.

Setelah tak tersisa cairan sedikitpun, ia menarik paksa suntikan tersebut, membuat Kabinar melenguh kecil.

Mata Kabinar terbuka perlahan, menyesuaikan cahaya yang tertangkap indra pengelihatan nya. Pergerakan Kabinar jelas membuat seseorang di hadapannya panik tak karuan.

"Siapaa?!"

"HMMPH!!" suara Kabinar tertarik kembali, sesaat kain menutupi hidung sekaligus mulutnya- membuat Kabinar kesulitan bernafas sekaligus berteriak.

Orang itu tanpa hati menekan kasar kain di wajah Kabinar, ia tak mau gadis di hadapannya berteriak dan menggagalkan aksinya yang setengah jalan.

Sesaat mata Kabinar kembali tertutup, bius pada kain menyulapnya begitu cepat, membuat seseorang itu tersenyum menang. Tanpa menghiraukan keadaan Kabinar, kaki jenjangnya kembali melangkah meninggalkan ruangan Kabinar sesegera mungkin.

◆◇

Ibu Kabinar meletakan kantung kresek ke atas nakas, putrinya masih saja memejamkan matanya, padahal ia meninggalkan ruangan ini cukup lama, dan biasanya Kabinar akan terbangun setelah 20 menit tertidur selama masa sakit ini.

Arum menatap putri satu-satunya cukup lama, suaminya telah kembali bekerja ke luar kota, ia lah yang terjaga untuk menjaga Kabinar. Tangannya mengusap kepala Kabinar, seketika keningnya mengkerut, suhu badan Kabinar kembali naik.

GELANTUNG || Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang