06// Suatu Masa yang tak Abadi

64 12 0
                                    

▼△▼△▼△▼△

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


▼△▼△▼△▼△

Malam yang temaram begitu hangat di isi canda tawa yang berulang kali terdengar di rumah simbah. Entah itu suara Mas Damar tertawa, suara Yoga menabuh meja, suara Deka dan Mas Bintang yang begitu melengking, atau bahkan suara Benta yang terus mengganggu siapapun yang ada di depan matanya.

Nazan dan Ian cukup tertawa saja, walau sekali membela kesalahan, tidak buruk juga untuk malam ini. Simbah yang kian berkutik di dapur, mengolah suatu makanan untuk cucu-cucunya nikmati malam ini.

"TAK PUKUL LOH, BEN!"

Benta yang di maksud Yoga terus cekikikan, tak menghiraukan perkataan saudaranya itu. Yoga jelas tak terima bingkai foto berharganya disentuh oleh Benta, sudah cukup barang-barang yang lalu rusak di tangan Benta.

"HAJAR, MASS!!" Deka semakin antusias melihat keributan yang sebentar lagi pasti terjadi, mendukung Yoga menjadi opsi terbaik bagi Deka.

"Halah, liat doang, Ga!" hirau Benta dengan tangan yang terus mengutik bingkai foto berisi sosok manis Mba Tasa yang sampai saat ini selalu di jaga oleh Yoga. "Lagian lebay amat, cuma gue pinjem doang!"

"Kentut lah!! Pantatmu kelap-kelip we, boong gitu kok ya!" Bintang tak kalah dari Deka, bocah itu selalu dan selalu memanfaatkan suatu kesempatan untuk menghabisi Bentala yang super-duper sulit di mengerti.

"AYO TARUNG, YANG KALAH-MENANG BELIIN IAN SOMAY IKAN TENGGIRI!!"

"SUMPAH, BEN! SAMPE PECAH GA BISA DI BELI LAGI!!" rasanya ingin sekali Yoga berlari dan terus menghajar Benta, tapi kendala ada pada jarak keduanya. Benta di ujung utara, sedangkan dirinya berada di ujung selatan.

Ttakk

Peluit milik Ian terbang bebas mengenai kepala Benta. Lemparan Yoga setidaknya mewakili perasaan gundah di hatinya.

"OWASUU KOE, GA!!" jerit Benta melengking, membuat siapa saja di sana tertawa kecuali Yoga sendiri yang sedang di landa amarah.

Suara gelagar tawa Damar terdengar paling keras, parahnya sekarang Yoga menjadi sasaran empuk bagi dirinya, walau tidak sepenuh tenaga, tapi pukulan Damar itu berat.

"HAHAHAHA!!"

"Udah-udah! Benta taro punya Yoga. Jangan sampe khodamnya keluar, bisa babak belur lo!" ujar Damar, nafasnya masih tersenggal akibat tertawa terbahak.

Benta kalo udah denger Mas Damar serius ya bakal nurut, tapi mau di gertak sebanyak apapun sama yang lain, paling ya ga mau berhenti.

Mas Damar itu emang penenang di rumah, kadang kelahi begini saja ia yang harus menengahi. Sungguh, derita orang tertua.

Benta meletakan kembali perangko Yoga dalam etalase, huh, ia juga sedikit lelah sebenarnya. Bocah itu berjalan geloyoran menuju kursi single yang kosong, cekatan menempati kursi tersebut sebelum didahului saudara yang lain.

GELANTUNG || Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang