05// Parodi Waktu

77 12 1
                                    

▼△▼△▼△▼△

Sudah sperkian detik Kabinar hanya berkutik pada ibu jarinya, ocehan ibu masih terus berlanjut. Sedari kemarin sore, malam, hingga pagi hari ini, terus saja membicarakan suatu hal yang sama.

Entahlah, rasanya kesal, tapi jika Kabinar marah juga pasti akan memperkeruh suasana. Semua masalah seolah hanya terfokus pada Benta, Benta, dan Benta. Muak, sangat. Benta bahkan tidak memiliki salah bagi dirinya, tapi rasanya ibu selalu memiliki masalah dengannya.

Ayah Kabinar juga tak kalah menyebalkan, sudah baik ayah hanya diam dan fokus pada pekerjaannya, tapi sekarang justru ikut campur dalam urusan kisah cinta Kabinar.

Dua banding satu, Kabinar pikir, ia tidak akan bisa melawan orang tuanya. Tapi diam saja juga rasanya sakit sekali, mau melawan juga Kabinar tidak seberani itu.

Apa mencintai Bentala suatu permasalahan yang hebat?

Bahkan, Benta pria yang selalu dicap baik di kampus. Hanya karna masalah ekonomi keluarga Benta menjadi permasalahan, padahal keluarga Kabinar sendiri juga sama halnya dengan keluarga Benta.

Bapak dan ibu, sama tak tahu dirinya.

"Sudah berapa kali harus diperjalas sih, Kabinar?!"

"Ibu cuma mau nerima laki-laki yang punya banyak uang!!"

"Bukan semacam Bentala!! Yang cuma numpang hidup di rumah neneknya!!"

Kabinar mendongak, sungguh, ucapan ibu sudah melewati batas. "Buuu!!"

Ibu Kabinar mengangkat lebih kepalanya. "Apa?! Apaaa!?"

"Mau membela seperti apalagi kamu!?"

"Benta memang ga pantas buat kamu! Tidak punya orangtua! Bahkan hidupnya hanya bisa menumpang!!" sarkas Arum lantang-lantang.

"Ibu ga punya hati? Ibu benar-benar ga punya sopan santun, ya? Bahkan etika saja ibu ga punya!" sahut Kabinar sedikit keras. Sudah penuh sekali kepalanya dengan makian ibu.

"Ibu ga bisa membatasi Kabinar seperti ini! KABINAR SUDAH BESARR!!"

"SUDAH BESAR BUU!!"

"SUDAH BERANI KAMU MENINGGIKAN SUARA, KABINAR?!"

"INI? INI?! YANG DI AJARKAN BENTALA?! IYAKAN? ANAK ITU MEMANG PEMBAWA KEBURUKANN!!"

Kabinar benar-benar tidak habis pikir dengan semua ucapan ibu, harus seperti apalagi Kabinar menghadapi ibu?

Kabinar memejamkan matanya sebentar, gemuruh di hatinya semakin melonjak, ia takut tak kuasa menahan. Kabinar bangkit dari duduknya, menatap dalam manik mata ibu. Terpancar kekecewaan dari mata Kabinar, ia harap ibu menyadari itu.

"Kabinar juga yakin, Benta bakal buktiin apa yang udah dia ucapkan."

Benta memutar balik tujuannya, nyalinya menciut karna ucapan ibu Kabinar. Walaupun nyata, tapi sakitnya lebih nyata.

Kabinar lekas mengambil totebag nya, untuk segera meninggalkan ibu yang sepertinya semakin marah. Kabinar hanya tidak mau lepas kontrol dan membuat ibu lebih membenci Benta.

Sereflek mungkin, badan Kabinar terbujur kaku saat mendapati Benta yang berdiri tak jauh dari pintu rumah. Berdiri dengan melambaikan tangan, senyum palsu itu, menyakitkan sekali.

Kabinar yakin Benta mendengar semua makian ibu dan ucapannya. Tapi, kenapa harus senyum itu yang diperlihatkan? Rasanya tidak rela, Kabinar ingin sekali melihat Benta memperlihatkan rasa hatinya yang nyata, tidak ada kepalsuan.

Tapi Bentala penuh kepalsuan, Bentala pembohong yang kurang pandai berbohong.

"Udah siap?? Aku baru mau masuk rumah, eh kamu udah keluar aja." ujar Benta dengan melangkah kecil ke arah Kabinar yang masih mematung.

GELANTUNG || Segera Terbit Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang