Gilang berjalan santai menuju kelas. Dari jarak beberapa meter, laki-laki itu mendengar suara yang heboh dari kelasnya. Buru-buru dia mempercepat langkah menuju kelas dan mendapatkan pemandangan yang membuat dia benar-benar tercengang.
Hari ini.
Saya umumkan.
Pada bulan.
Pada bintang.
Dapatkah kumiliki seorang kekasih.
Dunia, akhirat.
"Tangkep, Vi." Alvia menangkap kemucing yang dilempar Fatah padanya. Menjadikan ujung pegangan kemucing itu sebagai pengganti mic.
Di depan kelas, dia melihat Alvia berada di tengah kelas dan segerombolan teman laki-laki yang berada di ujung kanan membuat dua baris seperti tangga. Speaker kecil yang bisa dibawa ke mana saja pun tak lupa diletakkan di meja guru mengeluarkan lagu dari Rita Sugiarto.
"Bumparap ... parap. Parap. Parap. Bumparap ... parap." Suara gerombolan laki-laki tadi semakin membuat Gilang kembali tercengang. Menjadikan backsound lagu sebelum lagu inti masuk.
Kalau ada, cari satu untukku.
Alvia menunjuk barisan laki-laki tadi setelah selesai lipsync.
"Terorerot!"
Kalau bisa, kabarkan kepadaku.
"Terorerot!"
Untuk pacarku, dunia, akhirat.
Dengan kemucing Alvia menjadikan mic dan lipsync dengan percaya diri. Melangkah satu demi satu, meneruskan lipsync-nya berusaha menyamakan lirik dengan gerakan bibirnya. Melempar kemucing ke atas, memutar badan lalu ditangkap dengan menahan senyum.
Alvia kembali mengulang, melangkah satu persatu dengan menggerakkan pundak asik serta mengajak Farah ke depan menemaninya. Mengambil satu spidol papan, diberikannya pada Farah sebagai mic.
Awalnya, Farah menolak untuk menemani konser dadakan yang diadakan oleh mereka, tetapi yang namanya Alvia ... sekali tangkap harus dapat. Jadinya, Farah pun mengikuti Alvia setengah enggan sekaligus malu.
Kalau ada, cari satu untukku.
Alvia mengajak Farah menyanyikan secara lipsync setelah tadi Farah hanya berdiri diam. Sudah seperti acara talk show dadakan jika dilihat.
"Ya ampun, Vi, lo ngapain begituan?" Gilang menghampiri Alvia yang masih asik dengan konser dadakannya.
Alvia mendekatkan wajah ke Gilang. Menaruh telunjuk di bibir kemudian berpaling ke depan sambil melanjutkan konsernya. Farah menyusul di belakang serta satu tangan yang ke atas berkali-kali dengan kaku.
Sementara Fatah, laki-laki itu setelah bergabung dengan barisan paduan suara tadi. Kini, dia berganti haluan menjadi gitaris dengan sapu yang dimiringkan.
Gilang menatap takjub kelakuan teman sekelasnya. Tatapannya menyapu seisi kelas yang ikut heboh, termasuk Liana, Laras dan Mela serta sang ketua kelas—Derrel—yang menatap pasrah kelakuan mereka.
Gilang segera menghampiri si ketua kelas itu. Duduk di sebelahnya yang masih kosong. "Kesurupan apaan mereka jadi heboh?" Gilang menunjuk mereka dengan dagu terangkat.
"Kesurupan demit perempatan pangkalan," sungut Derrel. "Heran gue sama mereka. Fatah biang kerok pertamanya. Mana si Via mau aja diajak nge-gila begitu," gerundel Derrel menatap datar nan pasrah tingkah teman-temannya.
Gilang mengernyit ketika Alvia dan rombongan Fatah yang lain sudah di depan. Namun, bukan itu yang membuat dahi Gilang mengerut, tetapi tangan Fatah yang berada di pundak Alvia begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tetangga Tapi Mesra
Teen Fiction[CERITA INI DIIKUTKAN DALAM EVENT GREAT AUTHOR FORUM SSP X NEBULA PUBLISHER] "Jangan membenci seseorang terlalu dalam. Soal perasaan nggak ada yang tau ke depannya akan gimana. Awas nanti bisa berubah jadi cinta lho!" Mungkin kalimat itu sudah serin...