ending

72 5 1
                                    

“Titik tertinggi mencintai seseorang, adalah merelakannya.”

                    -Areksa Mahendra-

“Janji adalah omong kosong, tapi kali ini kamu harus berjanji padaku untuk terus bahagia meskipun aku tidak ada.”

                              -Tamara-

Ini hari yang ditunggu-tunggu. Dua hari yang lalu, ia sudah menjalankan shalat Istikharah, untuk mendapatkan petunjuk pada Allah, setelah mendapatkan jawaban, membuatnya ingin sekali bertemu dengan mantan kekasihnya, menjelaskan semuanya.

"Maaf." monolognya. Rasanya sekarang tidak enak pada Areksa, ia harus mengatakan semuanya? Seyakin ini? Ini sudah benar-benar ingkar janji pada Areksa.

"Adek!" panggil Rana didengar oleh anaknya itu yang masih berada dikamarnya pagi ini. Rana di depan pintu langsung mengetok pintu satu kali.

Tamara mendengar suara dari sang bunda pun menghelakan nafasnya perlahan. Setelah itu pin gadis itu bangkit dari kursi belajarnya, kemudian berjalan untuk membuka pintu kamarnya. Ketika sudah membukanya, ia menatap kearah sang bunda.

"Kenapa murung tuh muka? Ga semangat banget keknya. Semangat dong, dek, mau nikah gitu amat tuh muka. Nyesel?" komentar Rana ketika melihat wajah putrinya.

Tamara menganggukkan kepalanya. "Ya, nyesel. Nyesel kenal sama Sagara mau pun Areksa, tapi gimana lagi? Nikah mudah diumur  17 itu cuma aku aja keknya. Kenapa ga abang aja bun? Kenapa harus aku?" keluhnya.

"Tamara dengerin bunda.. Jangan melibatkan hatimu dalam masalalu atau kamu tidak akan siap untuk apa yang akan datang," nasehat Rana diakhiri tersenyum.

"Memang aku belum siap. Siapa yang ga siap buat nikah, bun? Nikah sama orang yang paham agama lagi. Seharusnya kan nikah sama yang sama-sama paham agama dong!" sunggut Tamara. Ia benar-benar kesal, meskipun sudah mendapatkan jawabannya namun seperti tidak ikhlas sekali.

"Tamara, kamu sudah tunangan. Siap ga siap kamu harus siap untuk memulai, Sagara akan paham jika kamu belum sepenuhnya mencintainya, karena cinta itu tulus dari hati, Tamara. Jodoh ga harus sederajat, atau yang sama paham agama."

                                     🌹🌹

"Ada surat. Dari siapa Gaz?" teriak Areksa ketika melihat ada surat dimeja belajarnya itu. Pintu kamarnya terbuka hingga para sahabatnya mendengar teriaknya.

Gazza bersama kedua sahabatnya yang tengah bermain game pun menoleh kearah pintu kamarnya, kemudian teriak balik pada Areksa."Itu dari Tamara Sa! Disuruh buka kalo lo lagi sendirian." teriak Gazza.

"Lo tau darimana?" Mahesa bertanya sambil melirik kearah pemuda yang memakai hoodie berwarna abu-abu dan celana panjang warna hitam.

"Ada tulisan di amplopnya. Gue tadi nerima suratnya, dan gue mau buka tapi ya, ada tulisan begitu jadi... Gue ga jadi buka." jedanya. Matanya masih fokus dengan permainan yang dimainkan dengan tangannya itu, handpone posisi miring.

"Gal, lo tau sesuatu tentang surat itu?" Gazza mulai sedikit curiga pada Galen tau sesuatu hal yang tidak cerita padanya atau pun Areksa, dan Mahesa. Jujur, setelah kemarin mencari angin Gazz meninggalkan untuk mencari toilet, menurutnya Galen terasa sedikit berubah.

Galen menggelengkan kepalanya. "Ga. Gue ga tau apa-apa. Kenapa lo nanya gue kek gitu?" ketusnya.

Mahesa mendengar hal itu pun langsung melirik kearah Galen. Kemudian ia berkata, "lo aneh banget, Gal. Pms lo?"

"Kaya ga tau aja lo, Mahesa.. Dia tuh mungkin lagi kesel sama Naya. Banyak maunya soalnya tuh anak." celetuk Gazza membuat Galen terdiam.

Gue ga tau itu surat apa. Yang pasti mungkin, itu buat jelasin semuanya, kalo ga.. Dia ga siap buat ketemu sesuai apa yang gue bilang kemarin. Batin Galen.

Areksa mendapat sautan dari Gazza pun langsung mengambilnya, dan di amplopnya yang begitu cantiknya, ada tulisan. Tamara menulis, 'jangan dibuka kalo ada banyak orang, aku mau kamu baca ini ketika kamu sendirian'. Tanpa berlama-lama lagi, Areksa pun membuka amplop, dan berisi surat.

Selamat pagi, udah sarapan? Biasanya sarapannya pasti nunggu aku dulu yang suruh. Itu kebiasaan banget, yaudah setelah baca surat ini kamu langsung sarapan, ya. Jangan bohong, jangan kebanyakan main game juga, ga main buat mata.

Maaf ya, aku kirim surat tiba-tiba. Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa aku ngirim surat ini buat kamu. Karena, ada hal yang buat hal yang mau aku sampaikan, tapi maaf mungkin untuk sekarang aku gabisa kesana. Maaf..

The point aja ya? Areksa, maaf banget aku bilang kek gini.. Eum.. Sa, kita sebelumnya udah benar-benar selesai. Bahkan kita udah putus sebelum kamu kecelakaan. Mungkin kamu marah, kenapa aku baru bilang sekarang, karena aku ga mau kamu itu tambah parah sakitnya. Cukup, untuk sekarang aku aja yang sakit, sakit untuk semuanya.

Sa, aku dijodohin sama papah. Sama pilihan papah, aku ga bisa apa-apa. Setiap aku bujuk ke papah buat yakinin bahkan kamu juga bisa. Tapi percuma, aku sekarang udah tunangan, beberapa hari yang lalu itu aku mau ketemuan sama kamu, karena aku tau ada hal yang mau kamu bicarakan sama aku. Dan benar, malahan bukan mau bicara sama aku, tapi kamu kasih cincin kesukaan aku. Aku pakai, sampai sekarang, dan ga bakalan aku lepas sampai kapan pun itu.

Aku udah janji sama kamu, aku ga boleh lepasin cincin itu sama kamu. Meskipun janji kita berakhir ingkar karena aku, maaf. Tapi kali ini semoga janji ini aku bisa, pasti bisa. Jangan nangis, jangan cengeng, jadi lah pemuda yang kuat. Jangan mudah menyerah atau pun jangan ambil keputusan dalam keadaan marah.

Sa, aku harap minggu depan kamu datang, datang untuk membawa aku pergi. Aku mohon sekali untuk membatalkan semuanya, aku mohon..

Maaf untuk semuanya. Aku gagal lupain kamu, meskipun aku udah tunangan. Kamu jangan kaya aku, gagal. Lupain aku kalo kamu nanti gabisa datang, aku selalu ingat semua tentang kamu. Carilah hal yang baru. Carilah orang yang membuat kamu bahagia karena kamu itu ada.

Aku bukan rumah sesungguhnya. Tamaramu ini bukan perempuan yang baik buat kamu, perempuan yang baik ada untuk kamu nanti. Jangan galo, ga maen ahhaha.. Jangan lupa senyum, senyum itu ibadah tau. Jangan cuek, jangan masang muka serem nanti jodoh kamu takut.

Salam, Tamara.

Setelah membaca semuanya. Areksa tersenyum tipis, kemudian surat itu dimasukkan kedalam amplop lagi.

"Titik tertinggi mencintai seseorang, adalah merelakannya." monolognya diakhiri tersenyum sampul.

"Janji adalah omong kosong, tapi kali ini kamu harus berjanji padaku untuk terus bahagia meskipun aku tidak ada." Tamara duduk dikursi belajarnya, pikirannya masih saja terbayang'bayang wajah sang mantan kekasihnya.

Tamara tersenyum, "aku tau.. Kamu besok ga akan pernah datang."

"Selamat, Sa. Selamat memulai lembaran baru untuk kamu. Jodoh kamu masih beruntung dapet cowo kaya kamu."

                                       tbc

                                 Ending??

                    Happy 1rb pembaca!😻

     Thank u atas udah mampir ke cerita ini.

Aku ga tau lagi kalo kalian ga baca cerita ini😭

               Aku terharu banget..😭😭

Jangan lupa mampir ke akun ig @skyhornswoggle.

       Ada pertanyaan tentang cerita ini??

ANTARA DUA SURGA { NASKAHAN }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang