CAPTER 15

149 10 0
                                    

Vinella merasa sangat lelah, dan ingin merebahkan tubuhnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 itu berarti jam kerja seorang budak korporat sudah berakhir. Ia bergegas membereskan seluruh barang barang miliknya, dan merapikan seluruh dokumen penting yang berserakan di atas meja.

Vinella yang sedari tadi duduk di kursi berputar, kini sudah berdiri dan membawa bucket bag miliknya dan bergegas keluar dari ruang kerja, butuh waktu satu jam untuk baginya untuk tiba di rumah. Vinella memutuskan untuk naik transportasi umum. Satu jam telah berlalu, kini ia sudah sampai di istana megah dengan  cat berwarna cream.

Citra yang sedang duduk di hadapan cermin berniat mencoba peralatan kecantikan yang baru saja ia beli. Namun, terhenti sejenak kemudian  mengintip keluar jendela saat mengetahui permata hatinya telah sampai di rumah. Citra mematri langkah keluar dari kamar utama menuju pintu, kemudian menyambut sang putri yang wajahnya tampak lesu

"Vivi, baru pulang nak? Kenapa malem banget?", tanya sang ibu khawatir

"Iya, ma tadi banyak kerjaan di kantor. Ehm papa dimana ma?"

"Ada di kamar, udah kamu istirahat aja, ya kasihan muka kamu capek banget"

"Yaudah, kalo gitu aku ke kamar dulu"

Citra mengangguk, kemudian Vinella bergegas menuju bilik tempat tidur untuk beristirahat. Citra terdiam di tempatnya sejenak, sebelum akhirnya  ia melangkahkan kaki menuju bilik utama.

Citra merebahkan tubuhnya di sisi kiri sang suami, ia merubah posisinya menyandarkan kepala di headboard. Sang suami yang sudah memasuki alam mimpi lantas terbangun akibat pergerakan sang istri

"Kenapa, Citra?", tanya Adrian

"Mas, kok Vivi pulang malam? Apa dia langsung kerja?

"Kemungkinan begitu", imbuh Adrian

"Emang dia kerja dimana sih, mas?, tanya Citra lagi

"Dia kerja di perusahaan Hendra"

Mendengar ucapan sang suami membuat mata Citra membulat sempurna

"Itu berarti dia ketemu ayah kandungnya?", balas Citra

Hendra mengangguk. Tiba- tiba butiran bening lolos dari mata seorang wanita paruh baya, melihat itu sang suami mengusap punggung sang istri sembari memberikan pelukan hangat. Citra belum siap jika harus kehilangan putri tunggal. Namun, hal itu dapat dimengerti oleh Adrian mengingat sang istri memang begitu dekat dengan Vinella sang malaikat kecilnya tersayang.

Berbanding terbalik dengan Adrian yang justru menerima dengan lapang dada hal tersebut. Ia tak keberatan jika Vinella bertemu dengan ayah kandungnya.


***

Hendra sedang duduk di kursi kayu minimalis. Angin malam menusuk kulit pria berkulit Langsat itu, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 00.00 tengah malam. Hendra tak bisa tidur dengan tenang, ia terus memikirkan kejadian tadi. Tanda lahir berwarna merah itu terus menerus mengusik pikiran.

Entah mengapa, ia merasakan hal yang aneh. Ia sangat yakin jika tanda lahir itu persis seperti anak kandungnya, terlebih lagi nama karyawan itu sama persis dengan putrinya

"Apa sebaiknya di tes DNA saja?", ujar Hendra bermonolog dalam hati

Hendra tampak kalut memikirkan itu, udara di luar semakin lama semakin dingin, tak baik jika terus berada di halaman rumah. Ia beranjak dari duduknya, lalu masuk ke dalam rumah, mematri langkah menuju bilik tempat tidur untuk beristirahat sembari menenangkan pikiran yang kacau.

Mentari pagi menampakkan wujudnya, membangunkan seorang pria yang sedang berbaring di tempat tidur. Pria itu bergegas untuk mandi, lalu menyiapkan diri. Setelah merasa semuanya beres, ia lantas keluar dari ruang tidur untuk menuju ke halaman rumah. Hendra akan berangkat ke kantor pagi ini.

Setiba di kantor, Hendra langsung menuju ruang kerja miliknya yang terletak di lantai satu. Saat berjalan menuju ruang kerja, dari kejauhan ia melihat Vinella yang sedang duduk di sebuah kursi, tepat di dekat ruangan manager sembari memangku laptop. Jari jemarinya terlihat piawai memainkan alat elektronik itu. Sang manager lantas menghampirinya

"Vinella?

Sang empunya nama tersentak, kemudian menoleh. "Iya, pak?

"Nanti setelah makan siang kamu ikut saya meeting, ya!", tutur Hendra

"Ta- tapi saya belum cukup pandai sebagai sekretaris, saya belum mengerti soal rapat kerja", ujar Vinella terbata- bata

"Justru itu, saya suruh kamu ikut biar kamu paham tugas sekretaris",imbuh Hendra

"Ba-baik pak", jawab Vinella gugup

Sejujurnya Vinella masih takut untuk menghadapi klien saat rapat nanti. Statusnya sebagai karyawan baru, sempat membuatnya berkecil hati. Sebab, ia merasa kemampuannya masih seujung kuku.

Namun, ia membuang jauh sikap pesimis tersebut. Bagaimana dirinya bisa mencoba hal baru jika terus dilanda ketakutan.

"Oke, gue bakal coba", ujar Vinella. namun, tak terdengar oleh sang manager

Halo readers...I'm back! Seneng bisa update lagi! Ini part baru ya..semoga kalian suka, jangan lupa vote dan komen, serta tandai typo ya!!

Sekian dan terima kasih(:
🦋🦋🦋











The Story of VINELLA(REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang