BAB 9

90 17 3
                                    

Sebelum mulai membaca, vote dulu dong. jangan lupa komennya yaa^^

"Selamat pagi, Ada apa Pak Ken?" Sebuah suara wanita dari pesawat telpon terdengar begitu panggilan sudah terhubung.

"Panggilkan Sean Wijaya, direktur operasional, ke ruangan saya sekarang juga." Perintah Kenzie mutlak.

"5 menit lagi jadwal meeting dengan divisi lain untuk mengevaluasi strategi perusahaan, Pak."

"Tunda sampai setelah makan siang nanti."

"Tapi pak Sean sengaja mengosongkan jadwal siang agar bisa keluar waktu jam makan siang, Pak Ken."

"Kamu membantah saya?"

"Baik, Pak. Saya panggilkan pak Sean sekarang."

Tut!

Sambungan dimatikan sepihak oleh Kenzie.

Sembari bertopang dagu pada meja kerjanya, Kenzie memandang pintu ruangannya lamat-lamat. Seolah Ia bisa saja memakan siapapun yang masuk dari sana.

Tok tok tok!

"Permisi Pak," Sean muncul di balik pintu setelah mengetuknya sebanyak 3 kali.

Kenzie berdiri, telapak tangannya Ia masukkan ke dalam saku celana. Ia melangkah tegas menuju sofa yang ada di ruangan kerjanya.

"Silahkan duduk."

"Baik, Pak."

"Lo udah nikah?" Pertanyaan informal yang keluar dari mulut Kenzie membuat Sean mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

"Maaf, Pak?"

"Kita mau bahas hal selain pekerjaan, nggak usah formal. Soalnya elo pengin gue marahi." Kata Kenzie seraya menunjuk-nunjuk Sean, tapi dengan kelima jarinya tanpa mengurangi rasa hormat.

Terlihat lucu di mata Sean, kekanakan.

Sean berdeham agak keras, dari raut wajahnya sepertinya Kenzie sudah tahu semuanya dan hanya ingin memastikan saja. Jadi, kalau Sean ketahuan berbohong bisa-bisa Ia dipecat dari perusahaan ini.

"Belum, Ken. Gue belum menikah."

Kenzie mengangguk-angguk, menahan bibirnya yang entah kenapa ingin senyum selebar mungkin di hadapan Sean.

"Kalau gitu, Serenade anak elo?"

"Iya."

"Anak kandung?"

"Bukan."

"Jadi, Serenade anak siapa?"

"Anaknya Freya."

"Freya siapa lo?"

"Kami berteman baik, tapi di depan Seren kami bersikap layaknya sepasang suami istri karena Seren selalu pengin hidup lengkap sama kedua orangtuanya. Dia terbiasa panggil gue dengan sebutan 'Papa'. Gue nggak keberatan. Mungkin karena gue sering sama dia sejak dia lahir, jadi dia ngira kalau gue Ayah kandungnya."

Kenzie paham, "Lo ketemu sama Freya dimana?"

"Di cafe temen gue, Windi. Freya tinggal bareng Windi sejak dia nginjakin kaki di Bandung. Windi ngenalin gue ke Freya, gitu aja gue kenal dan dekat sama Freya."

"Windi? Kasih gue informasi tentang dia."

"Namanya Windi Juwita. Dia pemilik Cafe Eropa di jalan Anggrek. Selain itu, dia juga seorang penulis. Hobinya masak dan nulis. Tingginya 170cm, wajahnya persis orang Eropa karena dia emang blasteran. Informasi selebihnya nggak boleh dikasih tau, apalagi sama orang yang enggak dia kenal."

The StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang