BAB 7

125 26 5
                                    

Bandung, 5 tahun kemudian.

"Windi, aku pergi dulu ya, sama Sean!" Seorang wanita berusia 24 tahun yang memakai dress coklat selutut keluar dari kamarnya.

Windi—gadis yang diajak bicara otomatis mengangkat wajahnya yang tertunduk akibat bermain-main dengan seorang anak kecil perempuan.

"Serenade nggak bisa tinggal, Fre?" Pinta Windi. Ia ingin bermain lebih lama dengan Serenade karena anak itu sangat menggemaskan.

Freya tersenyum, "Seren yang minta jalan-jalan, kok dia yang ditinggal?" lalu pandangannya beralih pada anak yang memakai baju merah muda. "Ayo, nak. Papa udah nunggu di bawah."

Serenade cemberut, Ia melambaikan tangan pada Windi. "Dadah, Aunty!"

Sudah 5 tahun sejak kejadian Kenzie dan Freya berlalu, 5 tahun pula seorang Freya Anastasi memulai hidup baru di Bandung. Kehadiran Serenade—anak kandungnya, membuat Freya semakin mempunyai semangat untuk hidup.

Serenade berusia 4 tahun bulan depan. Ia lahir di bulan Juni. Tepatnya saat senja, maka dari itu Freya memberinya nama Serenade Senja.

Sean Wijaya, seorang direktur operasional yang bekerja pada salah satu perusahaan terkenal di Bandung. Sean merupakan teman akrab Windi, yang kemudian dikenalkan Windi ke Freya.

Freya masih tinggal bersama Windi, karena Windi yang memintanya sendiri agar ada yang menemaninya di apartemen. Windi berprofesi sebagai penulis. Kesehariannya kalau tidak bersemayam di kamar untuk mendapatkan ide, pasti berkunjung ke cafe nya untuk sekedar memeriksa kondisi cafe.

Freya bekerja di bagian kasir. Gaji yang Ia terima dalam satu bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan Serenade. Ditambah lagi, setiap bulan Sean selalu mengirim uang untuk Serenade dengan nominal yang lumayan banyak.

"Papa!" Seru Serenade. Ia berlari kecil dan melompat ke gendongan pria yang tingginya kira-kira 180cm.

Sean tertawa, Ia mencium kedua pipi tembem anak itu. "Seren kangen Papa, ya?"

"Kangen, banget!"

"Maaf, ya. Papa udah lama nggak main sama Seren." Sean menyesal.

"Nda apa-apa, Papa!"

Untuk ukuran anak berusia kurang lebih 4 tahun, Seren termasuk anak yang pintar. Dalam usianya yang ke-3 tahun, Ia sudah bisa berbahasa Indonesia walaupun belum sepenuhnya lancar. Seren juga sudah mampu berjalan dan menyeimbangkan dirinya di usia 1 tahun.

"Pintar, anak Papa! Yuk kita berangkat princess."

Sean membukakan pintu samping kemudi untuk Freya, lalu membukakan pintu belakang untuk Serenade.

"Kamu hari ini cerah banget," Puji Sean.

Freya menoleh ke samping sekilas, lantas tertawa kecil. "Setiap hari juga aku cerah."

"Mama Seren tercantik di dunia!" Kata Seren sembari menepuk telapak tangannya berulang kali.

Sean mengangguk setuju, "Iya. Mamanya Seren memang yang paling cantik."

"Papa sama Mama kenapa nda tinggal bareng? Temen-temennya Seren bilang mereka tinggal sama Papa dan Mama mereka." Ucap Serenade tiba-tiba.

Mendengar hal itu, Sean dan Freya sontak saling berpandangan. Memikirkan alasan yang mampu Serenade terima di hati kecilnya.

"Papa kan, sibuk kerja, Seren. Kalau Papa lagi nggak sibuk kerja, Seren kan diajak jalan-jalan kayak sekarang." Kata Freya.

Seren cemberut, "Tapi mereka kadang di jemput sama Papa dan Mamanya."

The StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang