BAB 4

176 28 4
                                    

"Andini Rasya," Bu Sekar memulai absen senin pagi.

"Hadir, bu!"

"Amelia Asmita."

"Hadir, bu!"

Seterusnya Kenzie tidak mendengarkan, Ia bertopang dagu di atas meja dengan tangan kanan. Atensinya menuju ke arah luar kelas dari jendela di sampingnya. Siswa-siswi dari kelas sebelah mereka sedang berbaris dengan pakaian olahraga lengkap di lapangan.

"Freya Anastasia."

Sampai pada nama Freya disebutkan, Kenzie langsung tertegun. Bagai jatuh dari dunia imaji ke dunia nyata, Kenzie otomatis mencari-cari keberadaan Freya di kelas.

Tersadar, Kenzie lantas tertawa hambar. Lalu membenamkan wajahnya di antara kedua tangan yang Ia lipat.

"Freya Anastasia." Panggil Bu Sekar sekali lagi namun tidak kunjung mendapat sahutan.

"Belum datang kayaknya, Bu." Sahut Andini.

"Nggak biasanya dia terlambat. Biasanya demam tinggi pun masih tetap jadi nomor satu yang datang duluan di kelas ini."

"Sakit, Bu!" Kata Amel.

"Sakit apa? Suratnya mana?" Tanya Bu Sekar.

"Demam, Bu. Tadi saya lupa singgah ke rumahnya buat ambil surat izin, hehe."

Bu Sekar geleng-geleng, "Kurang makan sayur kamu. Masih muda udah gampang lupa. Saya dong, udah umur 40an tapi masih kuat ingatan."

Wanita paruh baya itu menurunkan letak kaca matanya, "Omong-omong, ada yang tahu kenapa Freya nggak masuk?"

Semua Siswa di kelas tersenyum canggung. Benar-benar kuat ingatan, ya.

***

"Eh, Ken. Mau makan bekal gue, nggak?" Andini mendatangi meja Kenzie.

Andini menyukai Kenzie. Namun selama ini Ia terhalang oleh Freya yang menyukai cowok itu juga secara terang-terangan. Andini sedikit minder, karena Freya memang anak yang berprestasi. Juara 1 umum dalam 2 tahun berturut dan juga banyak memenangkan olimpiade matematika. Selain itu, Freya memiliki tampang dan badan yang bagus. Hanya saja, dia bukan dari kalangan keluarga berada.

Andini kadang berpikir, orang sekaya Kenzie yang keluarganya punya banyak cabang perusahaan terkenal di Indonesia mana mungkin mau menerima Freya dengan latar belakang yang jauh berbeda. Apalagi perusahaan yang dipimpin oleh Ayah Kenzie merupakan perusahaan ternama. Walaupun pewarisnya nanti adalah Abang kandung Kenzie sendiri, yakni Keano.

"Sayang." Jawab Kenzie ambigu.

Andini langsung bersemu merah, salah tingkah. "H-hah? Apa sayang?"

Kenzie kebingungan, "Sayang bekal yang disiapin orangtua elo kalau dikasih ke gue. Nggak kasian sama mereka?"

Raut wajah Andini berubah masam. Ah, ini seorang Kenzie! Mana mungkin pandai bersikap romantis.

Andini jadi kaku, "O-oh gitu, oke deh, kalau nggak mau. Aku duduk sini, ya? Sebelah kamu."

Kenzie menaikkan kedua alis, baru sadar kalau Elang dan yang lain sudah pergi meninggalkan dirinya. Mungkin karena Ia sempat tertidur tadi.

"Iya."

Andini kegirangan, segera Ia mendudukkan pantatnya di kursi Elang. Lalu membuka kotak bekalnya dengan perasaan gembira.

Krit!

Belum sempat dua detik Andini gembira, pergerakan disebelahnya sudah membuat senyuman Andini memudar.

"Mau kemana, Ken?" Tanya Andini langsung begitu melihat Kenzie sudah bersiap pergi.

The StrangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang