Bagian 4 - Sudah lama Sejak Terakhir Kali

746 212 31
                                    

Ayya udah sampe?


Ayya tersenyum menatap pesan yang masuk ke ponselnya. Ia mengetikkan balasannya untuk Juna dengan penuh senyuman, namun sedetik kemudian ... Ayya tersadar.

Gadis itu menampar dirinya sendiri kemudian menggelengkan kepala.

"Kenapa ditanya udah sampe apa belum sampe senyam-senyum?! Kak Maisy sama Kak Kaureen juga selalu nanya begini!" gerutunya.

Lagi pula, hal seperti ini kan basic manner, karena Juna adalah orang terakhir yang Ayya temui sebelum dia pulang. Kalaupun ada apa-apa di jalan, Juna pasti orang pertama yang diselidiki.


Cibaduyut macet banget ya pasti?


Balasan Juna datang lagi. Ayya berdecak. Tidak perlu bertanya lah, Cibaduyut kan memang wilayah macet, semua orang juga tahu. Bahkan kucing jalanan saja tahu, Ayya yakin itu.

Benar, Ayya menghujat balasan Juna untuknya, berbanding terbalik dengan ekspresi wajahnya yang kembali tersenyum. Dan lihatlah apa yang dia lakukan sekarang.

Ayya membalas pesan Juna dengan cepat.


Bukan lagi. Emang susah tinggal di jalur gaza.


*****


Juna menatap balasan pesan Ayya seraya tertawa. Ada-ada saja jawabannya. Ia jadi ingat tentang pembicaraan menyenangkan mereka sore tadi.

Padahal mereka hanya bertemu untuk sekedar konsultasi semata, tapi siapa sangka obrolan mereka berlanjut dan bagi Juna, Ayya bisa menjadi teman mengobrol yang asyik. Tidak ada suasana canggung juga di antara mereka, keduanya benar-benar bisa mengimbangi masing-masing dengan baik.

"Juna ..."

Sebuah suara membuat Juna menoleh, ia mendapati Zena tengah menatapnya penuh harap.

"Kenapa?" tanyanya.

Zena tersenyum manis, "Ketemu temen akunya udah?" tanyanya.

Juna mengangguk, "Udah kok, ini orangnya baru sampe rumah katanya."

Mendengar jawaban Juna, mata Zena berbinar, ia melirik ke arah Tirta—suaminya yang menatapnya dengan tatapan penuh peringatan. Maksudnya, jangan terang-terangan juga kalau dia punya niat tersembunyi.

"Gimana orangnya?" tanya Zena.

"Maksudnya gimana masalah orangnya!" Ralat Tirta, buru-buru mengambil alih pertanyaan aneh Zena. Padahal sejak tadi, Zena sudah memintanya untuk tidak terlalu 'kepo' pada Juna. Eh, malah dia sendiri yang menyuruh Juna berkunjung ke rumah mereka, dan ... ya, malah dia juga yang bertanya hal-hal yang tidak berkaitan dengan pertemuan Ayya dan Juna hari ini. Memang ada udang di balik batu sih, tapi kan Juna dan Ayya hanya tahu mereka bertemu untuk 'konsultasi pajak' saja.

"Kasihan sih Ayyanya," jawab Juna, ia menatap sepupunya dan berkata, "Ini mah Bosnya Ayya yang nyebelin, soalnya dia yang keukeuh. Hadeuh, bener-bener. Perlu sabar banget ini."

"Ayya tuh udah bersabar bertahun-tahun. Coba dong Jun, selamatkan dia!" pinta Zena.

Tirta menyikutnya, memintanya untuk diam sementara Zena mengerjapkan mata. Ia tahu kalau ia keceplosan.

"Iya, coba selamatkan dengan cara kasih pemahaman beserta Undang-undangnya yang bener Jun. biar pendapat Bosnya Ayya yang keukeuh ini bisa dipatahkan sama Ayya. Meskipun memang bisa cek sendiri di google, tapi kalau dikasih tahu praktisi kan beda."

I (Don't) Need A ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang