Bagian 7 - Pull Me From Hell

645 209 27
                                    

Agustus, 2017


Rupanya kata 'hati-hati' memang ungkapan lain dari sebuah perpisahan. Lima bulan berlalu setelah pertemuan terakhirnya bersama Ayya di siang hari itu. Juna menyesali urusan perpajakan Ayya yang begitu cepat selesai hingga mereka hanya punya waktu satu minggu saja. Oh, jangan lupakan juga tugas dadakannya setelah siang itu. Juna tiba-tiba harus mengikuti pelatihan di luar kota selama satu bulan. Ia benar-benar disibukkan dengan kegiatannya di kantor, bahkan setelah kembali pun pekerjaannya menumpuk karena banyak sekali Wajib Pajak yang membuat masalah dengan timnya. Tapi, ya sudah. Toh Juna sudah melakukan yang terbaik untuk membantu Ayya bukan?

Juna meraih gelas yang sudah berisi alkohol dan menenggaknya dalam satu kali tegukan. Pria itu mengernyitkan keningnya kemudian menyimpan gelasnya dan menatap kosong orang-orang di hadapannya.

"Kemana aja lo, nggak pernah kelihatan!"

Joshua duduk di sampingnya dan menuangkan minuman milik Juna pada gelas yang ia bawa, "Wih, mahal nih," kata Joshua.

Juna tersenyum miring, "Tadi ditawarin itu," katanya.

Joshua mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia memiringkan tubuhnya untuk menatap Juna, "Sibuk banget lo Jun?" tanyanya.

"Ya, gitu lah."

"Sekarang udah nggak sibuk?"

Juna meminum kembali minumannya, "Sekarang makin sibuk."

"Harusnya gue istirahat, tapi malah ke sini," gumam Juna.

"Seruan di sini kali," kata Joshua.

Juna menghela napasnya dalam, "Di rumah nggak ada siapa-siapa juga. Mending di sini, rame."

"Karena udah rame, ya lo turun lah. Kita cari mangsa," tawar Joshua.

Juna menggeleng kuat, "Nggak. Lo aja sana. Gue bentar lagi balik," katanya.

"Lah! Kalau mau minum doang mah mending lo bekel ke rumah aja bro, ngapain ke sini."

"Dibilangin rumah gue sepi."

"Ya udah, party aja kita di rumah lo, biar rame."

Juna tertawa, "Bisa digorok emak gue nanti," katanya.


***


"Ayya, are u ok?"

Pertanyaan Maisy membuat Ayya menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Lima bulan terakhir rasanya sangat berat untuknya. Bagaimana tidak, Ibunya tiba-tiba menikah dengan Pak Sugeng—orang yang memberinya motor beberapa bulan lalu, tanpa berdiskusi dengan Ayya, tanpa meminta pendapatnya, dan Ayya hanya berakhir menurut tanpa bisa berkomentar apa-apa, tetapi ternyata semua tidak berjalan dengan lancar. Pernikahan Ibunya dengan Pak Sugeng yang cukup cepat di masa perkenalan itu rupanya sama-sama cepat juga di masa perpisahannya. Mereka hanya menikah selama tiga bulan, dan dua bulan selanjutnya adalah peperangan, yang mana Pak Sugeng tidak mau berpisah sementara Ibunya ingin berpisah, dan Ayya ... tentu saja, ia tidak mau melihat Ibunya menderita, makanya ia membantu menyelesaikan semuanya. Bahkan, Ayya yang mengurus prosedur perceraian Ibunya dan Pak Sugeng.

Ayya menghela napasnya, "Lega sih karena mereka udah cerai, tapi inget lima bulan terakhir yang berat ini tuh kayak ... wah, sumpah, berat banget," keluhnya.

I (Don't) Need A ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang