Bagian 6 - I Need a Lover to Keep Me Sane

672 213 26
                                    

Tunggu Ayya cerita.

Tunggu Ayya cerita.

Tunggu Ayya cerita.


Omong-omong, kenapa Juna benar-benar menuruti ucapan Zena untuk menunggu Ayya bercerita? Kenapa Juna sangat menantikannya? Dan kenapa Juna terus menerus melihat ponselnya sejak tadi? Memangnya ia pikir Ayya akan tiba-tiba bercerita kepadanya? Yang benar saja!

Menyimpan ponselnya, Juna memutuskan untuk pergi ke dapur dan membongkar makanan yang sebelumnya sempat ia beli di perjalanan pulang. Namun baru menyentuh bungkusan plastik, ponselnya berbunyi. Juna berlari menuju kamarnya dan meraih ponselnya dengan cepat.

"Yah, Mami. Kirain siapa," kata Juna begitu mengangkat telpon yang masuk barusan.

Di sebrang sana Ibunya bertanya, "Emang kamu lagi nungguin telpon siapa?"

"Ya bukan telpon Mami sih yang jelas," jawab Juna.

"Dasar anak menyebalkan."

Juna tertawa, ia berjalan ke luar kamar dan duduk di sofa ruang tamunya, "Mami sehat?" tanyanya.

Kedua orangtuanya tinggal di Batam karena mereka sibuk mengurus bisnis mereka di Singapura yang kini kembali pulih setelah sebelumnya sempat menurun akibat beberapa hal. Mereka pindah ke sana sejak dua tahun lalu, Juna sebenarnya bisa ikut, hanya saja dia sudah bekerja di kantor pemerintahan, Juna tidak bisa mengajukan mutasi kecuali ada mutasi dari kantornya, itu pun belum tentu sesuai kehendaknya juga. Jadi Juna memutuskan tetap tinggal di rumahnya walaupun sendirian. Karena selain tanpa orangtua, Juna juga tanpa saudara, dia anak tunggal.

"Mami sehat, Papi juga sehat. Kamu sehat nak?"

"Sehat kok Mi."

Di sebrang sana Ibunya menghela napas, "Mami kepikiran kamu makan apa ya di sana?" tanyanya.

Juna tertawa, "Makan uang rakyat," kekehnya.

"Heh!" kata Ibunya.

"Bercanda Mi," sahutnya.

"Ya Juna makan nasi, memang makan apa lagi?"

"Padahal anak Mami udah gede, tetep aja Mami khawatir sama kamu," ucap Ibunya.

Juna tersenyum, "Juna baik-baik aja kok Mi di sini, kalau mau makanan rumahan ya tinggal nebeng makan di rumah Tirta aja," katanya.

Ibunya tertawa di sebrang sana, obrolan mereka masih berlanjut, kali ini ponsel Ibunya dialihkan pada Ayahnya, dan mereka mengobrol sangat lama sampai Juna lupa pada makan malamnya.


****


Ayya merasa benar-benar hidup sekarang! Ia keluar dari Kanwil jam sebelas siang, meskipun ada beberapa kendala ketika ia membawa berkas-berkas yang hendak diserahkannya, namun ada salah satu petugas yang membantunya sehingga Ayya bisa menyelesaikan urusannya dengan lancar dan tepat. Akhirnya!

Ia merasa senang luar biasa! Gadis itu meraih ponselnya dan cepat-cepat menghubungi Juna, namun baru deringan kedua ... Ayya tersadar.

"Ya ampun! Gue ngapain?!" katanya dengan mata yang melebar.

Cepat-cepat Ayya mematikan sambungan telponnya.

"Woy! Berani-beraninya ini tangan nelpon Juna?!" tanyanya tak percaya.

I (Don't) Need A ManTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang