27. Ally

111 22 2
                                    


⚠️⚠️Warning!! Warning!!⚠️⚠️

Cerita ini banyak kekurangan, plot hole, typo bertebaran, belum lagi kesalahan grammar dan gaya penulisan yang berubah sesuai mood yang nulis__aku.

Take your chance and leave buat yang pengen cerita wow dan perfect, karena nggak mungkin didapetin disini.

Aku buat ini cuma buat seneng-seneng aja jadi mari kita sama-sama having fun.

••☆••♡♡♡••☆••















Max dengan sabar mendengarkan Aga berceloteh dalam keadaan mabuk. Tiba-tiba saja tadi Aga menelponnya untuk membuka pintu karena dia sudah ada di luar unitnya. Setelah dibukakan, pria itu langsung masuk dan duduk di karpet ruang tv. Mulai mengeluarkan isi kantong belanjaannya, "Ayo kita minum" katanya.

Sebenarnya, Max sendiri heran atas dasar apa Aga menilai kalau Max akan dengan senang hati menyambutnya dan menemaninya minum. Tapi ketika melihat wajah lesu pria itu, Max mengurungkan niatnya untuk menolak lalu ikut duduk.

"Gue nggak mau tau masalah lo, kita nggak deket" Max menawarkan batasan karena dia sadar mereka tidak terlalu dekat dan aneh rasanya tiba-tiba berbagi cerita mendalam padahal belum kenal lama "tapi gue bisa nemenin lo minum"

Aga tertawa mendengar perkataan Max, "Whatever" katanya lalu mulai membuka kaleng bir pertamanya yang dilanjut dengan kaleng-kaleng berikutnya.

"Heh, sadar. Lo itu dokter!! Lo nggak ada jadwal besok?" Max merampas entah botol keberapa yang hendak diteguk pria itu

"Dia nangis, Max" kata Aga "dia nangis, sendirian. Dan gue cuma bisa diem nggak bisa nyamperin atau hibur dia"

"Adek gue nangis, tapi gue nggak bisa meluk buat nenangin dia" Aga frustasi "what to do? Bunda pasti kecewa banget sama gue"

Oh, GOD!. There's some serious awkward situations happening here. Max meringis melihat Aga yang sudah kacau dan tak henti berkicau.

"Oh, lo punya adek?" pertanyaan bodoh, jelas-jelas Aga dari tadi meracau tentang adiknya yang menangis. Good job, Max!!. "Oh, shit. I mean... adek lo umur berapa?"

Aga melirik Max, "one year younger than you"

"Wow, cool" Max berusaha terdengar antusias dan berpikir apa yang kira-kira bisa membuat wanita dewasa menangis; Karir? Keluarga? Cinta? Kuliah? Teman? Damn, that's a lot. Which one??. Otak Max konslet.

Aga terkekeh melihat wajah Max yang perpaduan antara panik dan salah tingkah. "She's Calla"

Max bergerak dalam slow motion, kepalanya dia miringkan ke kanan lalu ke kiri sebelum akhirnya lurus lagi. Semua dia lakukan dengan raut terkejut yang sama. What an epic shots.

"Coba ulangin lagi, kayaknya gue salah denger"

"Calla, dia adek gue" kata Aga

"Dude, I'm pretty sure she's the only child in the family"

"Tiri" kata Aga "she doesn't know about this yet"

"Dang!!" Max mengingat-ingat sikap Aga yang selama ini memang protektif terhadap Calla tapi tidak dalam konteks romantis. You can guess from his behaviour or the way he sees her. And it's pretty confusing sometimes but WOW, siblings just a whole nother level of surprises.

Tapi kemudian fokusnya dengan cepat berubah, "Calla nangis?"

Aga mengangguk, "Patah hati" Max tidak tahu harus bagaimana merespon berita ini. "Gavin bikin dia nangis"

Because This Is Our First Life [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang