🍁 Segenggam Luka 🍁

59 7 1
                                    

Di sebuah Petak rumah sederhana pemuda berkaca mata itu utuh memandangi laptopnya, jemari tak berhenti menari diatas keyboard.
Sesekali ia membenarkan posisi lensanya.

Seorang Wanita di ambang pintu pun menyilangkan tangan di dada dengan tatapan jengah.

"Kamu belum selesai juga Biru. ?" Suara lembut sang ibu memecah fokus Biru Atmanegara.

Dia menoleh sambil mengulas sebuah senyuman hangat. "Belum, Ibu dari tadi di situ ?" Cuap nya asal, sekedar berbasa-basi.

Perempuan bersanggul itu pun mengayun kan kakinya berdiri di belakang punggung sang putra untuk mengintip layar yang berhasil menyita waktu Biru.

Matanya menyipit untuk mengenali dengan jelas muka di foto profil, pada artikel yang putranya sedang ketik.

"Ini Anak yang kamu ceritakan itu kan, putra dari guru kamu dulu.. siapa tuh namanya ibu lupa?" Selidiknya memiringkan kepala sedikit menggali ingatannya.

Biru berdengus lalu mendongakkan wajah sesaat pada sang ibu hanya untuk menimpali. "Pak Arman Bu... "

"Iya maaf.. ibu lupa, terus gimana kamu udah ketemu sama anaknya?" todong Seruni.

Pertanyaan itu berhasil mengambil atensi Biru hingga menghentikan kegiatan mengetiknya.

Sang putra menggaruk kepala belakangnya frustasi, ia tidak mampu memberikan jawaban, selain sebatas hembusan napas kasar dan bahu yang ia turunkan.

Nada suara sang putra mulai terdengar sedikit merengek, ketika kini mengeluh. "Huufh.. Udah ! Biru
bingung Bu, Anaknya pelit ngomong, padahal dulu pak Arman bilang semua Putranya itu pada gak bisa diem dan petakilan. Biru gak tahu harus bujuk putranya kayak gimana." Tutur nya dengan lesu.

Sang ibu hanya terkekeh melihat wajah kusut sang anak semata wayang.

"Ibu kok malah ketawa sih, Biru seriusan stres, bukan bercanda !" Gerutunya.

"Lucu ajah, tumbenan kamu
stress soal kerjaan, biasa juga
soal percintaan. Lagian yang bilang
kamu lagi ngelawak siapa, ibu tahu kok, tapi, Biru.. Itu kan bagian dari konsekuensi yang harus ditanggung atas komitmen pilihanmu, kan. " Untai Seruni.

Biru mengerucutkan Bibir nya begitu tidak senang dengan penuturan sang ibu yang tidak meringankan problematika nya ini.

"Nikmati saja jalannya, Kamu
jangan terlalu menaruh ekspektasi tinggi, sampai berpikir bahwa
Hasan akan dengan mudah
menerima tawaran kamu itu, Apalagi, pasti sudah banyak hal
yang dia alami sejauh ini, kamu
tidak boleh memaksa dia Hasan, cobalah pelan-pelan, jangan menawari Sesuatu padanya kamu
itu tidak sedang berbisnis Biru, cobalah mendekati dia selayaknya teman baru. "

Seruni mencomot dagu putranya yang menunduk kesal, dan membuat sang putra menatap nya lekat.

"Yang patut kamu targetkan, adalah menyelesaikan tugasmu dengan Jujur dan terbuka, sampaikan dan tunjukan kebenaran ini pada dunia, selebihnya biar Itu menjadi urusan Tuhan.

"Dan kamu tahu kenapa kamu bisa stress dan badmood begini?"

Biru menggeleng kepala dengan tatapan bingung. Seruni mencolek hidung sang putra menggoda anaknya yang amat jenaka Dimata nya itu.

"Otak kamu itu kecapean di paksa mikir sama kerja, istirahat lah dulu, sejak pulang kamu di kamar terus. Tubuh kamu butuh energi biarkan kepala brilian kamu itu dapat asupan oksigen yang cukup biar balik fresh, jadi harus di diamkan dan beri gizi, supaya bisa kembali maksimal. Udah keluar dan makan, ibu udah masak cepetan jangan lama ! " Intrupsi nya memencak dan mengucek kepala sang putra nya ini sebelum berjalan keluar.

Lentera dalam jeruji_ Haechan. (sequel #Lentera)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang