Alrescha terpaksa bangun kala sesuatu yang berat menimpa tubuhnya. Dia membuka mata dengan perlahan, lalu melihat pelaku yang menempel dipelukannya.
Alarm di meja menunjukkan pukul 04:49 . Kucing merah muda kecil juga masih tidur dengan lelap bersama matahari yang belum terbit.
Ini masih pagi, tapi Alrescha tidak berniat untuk terus tidur. Dia hanya berbaring dan melihat perubahan ekspresi dan pose tidur dari orang yang terus menempel padanya.
Sangat menggemaskan.
Sampai.........., ekspresi Arabella yang tadinya damai tiba tiba berubah. Keringat membasahi dahinya dengan kecepatan yang dapat di lihat oleh mata telanjang.
Alrescha ingin memegang dahi Arabella untuk mengecek keadaannya tapi pihak lain tiba tiba membuka matanya dan berlari ke kamar mandi bahkan tanpa memakai alas kaki.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk! "
Suara batuk yang menyakitkan segera terdengar. Jika saja kamar itu tidak kedap suara, Rajendra dan Della pasti akan dapat mendengarnya.
"Ella! " Alrescha turun dari ranjang dan bergegas menghampiri Arabella yang berdiri dengan tidak kokoh di depan wastafel. Satu tangan ia gunakan untuk menutup mulutnya dan tangan lain berpegangan pada tepian wastafel. Menyangga tubuhnya agar tetap bisa berdiri. Darah merah menodai wastafel yang putih bersih sebelum hanyut bersama air yang mengalir.
"Ella! Kau baik baik saja? " Alrescha mendukung Arabella untuk berdiri dengan benar. Dia ingin membantu, tapi tidak tahu harus melakukan apa.
Di tengah kepanikannya, Arabella yang sudah mulai tenang memegang tangan yang mendukungnya dengan tangan bersih tak bernoda darah. "Aku gapapa, aku gapapa. "
Arabella membersihkan darah di tangan dan wajahnya sebelum berbalik untuk melihat orang yang terus menatapnya dengan tatapan khawatir. "Liat? Aku gapapa. "
Yah, Arabella memang segera terlihat lebih baik. Tapi dahinya masih dipenuhi keringat dan kulitnya terlihat lebih pucat dari pada tadi malam.
Alrescha memeluk Arabella dengan lembut, takut jika dia memeluk tubuh ringkih itu sekuat tenaga akan membuatnya batuk darah lagi. Alisnya yang tegas berkerut seolah olah akan menyatu. "Apa ini selalu terjadi? "
"Ya, setiap pagi. "
Kerutan di antara alis Alrescha bertambah kencang.
Saat dia sibuk dengan pikirannya sendiri, dua tangan kecil tiba tiba terulur untuk menghilangkan kerutan diantara alisnya.
"Ini udah pagi, ayo bersiap. Kita harus berangkat sekolah. "
Alrescha menatap orang yang ada di pelukkannya. "......Oke. "
Kedua orang itu segera bersiap siap dan turun untuk sarapan bersama. Sebagai seorang menantu, Arabella membantu sang ibu membawa makanan dari dapur ke meja makan.
Hari ini, Arabella menggunakan jaket dan stoking untuk menutupi perban yang melilit tubuhnya. Dia tidak ingin orangtua Alrescha melihatnya dan membuat mereka khawatir. Arabella sendiri adalah orang yang tidak suka memakai jaket jadi dia tidak pernah membeli jaket. Oleh karena itu, jaket kebesaran yang dia gunakan saat ini adalah milik Alrescha.
Setelah sarapan dengan piramida makanan, Alrescha dan Arabella berangkat sekolah bersama.
Di tengah jalan, ponsel Arabella tiba tiba menyala karena pesan pemberitahuan. Gadis itu membaca pesan yang baru saja masuk dengan tenang.
"Ada apa? " tanya Alrescha.
"Tidak ada. Hanya, laki laki tua itu membekukan semua uang ku. " jawab Arabella.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Antagonis Dalam Novel [End]
Fiksi RemajaDalam sebuah cerita, antagonis selalu menjadi pihak yang salah dan protagonis selalu menjadi pihak yang benar terlepas dari apa yang mereka alami. Mengisahkan seorang gadis remaja yang bereinkarnasi menjadi tokoh antagonis dalam novel yang telah dia...