14. Responsibility

528 85 8
                                    

BECKY

"Maksudnya Bec?"

P'freen yang tadinya mau menyuap nasi goreng kedalam mulutnya pun mengurungkan niatnya dan melihatku dengan kebingungan.

Okay, bagaimana ini? Aduh aduh aduh aku tidak berniat untuk mengatakan perasaan ku padanya dimomen seperti ini. Aku bahkan tidak tau apa yang dirasakan P'freen padaku belum lagi jika P'freen orangnya lurus atau aduh bagaimana ini. Semua ini gara-gara Paul!

"Anu itu- maksudku, P'freen itu sudah kuanggap kakak yang sangat penting bagiku.", huhuhu kakak? Yang benar saja Becky. "P'freen tentu lebih penting bagiku. Hanya saja kemarin itu karena aku sudah lama tidak bertemu Paul dan dia mengabariku begitu tiba-tiba membuatku lupa sejenak. Tapi! Tapi- aku sudah berjanji kan dengan P'freen aku tidak akan melakukannya lagi."

"Ah begitu..", ucap P'freen melanjutkan makannya.

"Intinya.. Setelah Mami dan Papi itu P'freen. Jadi P'freen sepenting itu untukku..", ucapku dengan suara yang pelan.

"Bahkan diatas Richie?"

Aku mengangguk antusias.

"Jadi aku diatas Bonbon?", godanya padaku membuatku tertawa.

"Bonbon kan anak kita hahaha", ujarku tanpa sadar. Membuat P'freen tertegun. "anu itu-P'freen"

"Ya jadi Dog Daddy juga tidak buruk, jadi kangen Bonbon. Besok bawa kesini yaa Bec, aku kangen anakku nih.", ucap P'freen dengan santai membuatku bernafas lega.

Kami sudah selesai makan dan aku mulai membawa piring kotor ke wastafel untuk mencucinya, "Besok aku ada kelas pagi P'freen, bagaimana kalau lusa? Sekalian kita jalan ke taman?", ujarku sambil menyalakan keran air.

"Boleh, Aku juga belum mulai ke kantor. Kemungkinan besok cuma akan restock barang. P'freen mau buat jaket juga, besok mau cari supplier bahannya.", P'freen merapikan meja makan dan mengelapnya.

"Akhirnya terpikir untuk buat yang lain ya. Usaha P'freen itu sudah berjalan stabil, menambah jenis pakaian lebih baik karena akan lebih bervariatif P'freen.", ujarku sembari mencuci piring.

"P'freen takut kewalahan belum lagi sekarang kan P'freen mulai kerja kantoran. Tapi Nam sama Opp bilang mereka akan menambah personil jika sudah tidak kehandle lagi. Ya P'freen setuju aja.", P'freen berjalan ke lemari untuk mengambil popcorn. "Mau rasa apa?", tanya P'freen padaku.

"Buttersalt.", jawabku. "Aku kan juga ada. P'freen tidak kepikiran kalo aku juga bisa handle ini?", ujarku pada P'freen yang berdiri disampingku.

"Terus aku harus membayarmu berapa?", ujarnya tersenyum melihatku, merapikan untaian rambut yang menutupi wajahku.

"Bayarannya cukup P'freen selalu ada aja buatku.", ucapku menatap P'freen. "Terus aku boleh tinggal disini juga."

P'freen menangkup wajahku dengan kedua tangannya, dia terkekeh memainkan pipiku dengan tangannya.

"P'freen~"

"Kamu boleh tinggal disini selama yang kamu mau Bec. Tah lemariku juga isinya pakaianmu. Disebelah sikat gigiku ada sikat gigimu. Bahkan persediaan makan di lemari dan kulkas itu kesukaanku dan kesukaanmu.", Ucapnya padaku. "Makasih ya sudah mau menemani P'freen disini."

"P'freen..", bagaimana ini? Apa aku bilang saja? P'freen mungkin bisa menjawabnya.

P'freen melepaskan tangannya dari kedua pipiku dan berjalan menuju ruang tv, "Kita mau nonton apa?", ujarnya setelah duduk di sofa dan menyalakan tv, mencari channel Netflix.

Aku yang masih berusaha mengatur nafasku melanjutkan mencuci piring, "Enola Holmes aja P'freen"

"Okay."

Setelah mencuci piring aku mengeringkan tanganku dan menyusul P'freen ke sofa. Intro series enola holmes mulai P'freen menyelimuti pahaku dengan selimut piyo gudetama yang baru kubeli untuknya dan aku mengambil wadah popcorn itu darinya. P'freen menyuapiku popcorn yang tersisa di tangannya.

30 menit berjalan aku mulai membaringkan tubuhku di sofa dan meletakkan kepalaku dipaha P'freen

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

30 menit berjalan aku mulai membaringkan tubuhku di sofa dan meletakkan kepalaku dipaha P'freen. Aku merasakan P'freen mengelus lembut kepalaku.

"P'freen.. ceritakan tentang P'theeranat.", ucapku tiba-tiba membuat P'freen berhenti sejenak dari mengelus rambutku.

"Apa yang ingin kamu ketahui?", tanya P'freen padaku.

"Bagaimana P'freen putus dengan P'theeranat?"

"Umm.. karena kami sudah tidak saling menyayangi? Hubungan itu sudah kehilangan arahnya dan terasa menyiksa jika bersama.", ucap P'freen. "P'thee merasa bahwa aku terlalu bergantung padanya.. seperti aku terlalu menyita banyak waktunya.. dan aku terlalu ingin tahu semua hal yang dilakukannya. Aku terlalu berlebihan untuknya. Mungkin aku memang bukan pasangan yang baik untuknya..", lanjutnya.

"Dampak dari putusnya hubunganku dengan P'thee sangat dalam. Membuatku jadi kehilangan arah dan takut untuk memulai lagi. Hingga sekarang. Saint menjadi sangat protektif terhadap orang yang dekat denganku. Begitupun Nam, Noey, Opp, dan Nutt.", sambung P'freen. "Suatu hari seorang wanita menghampiriku dan mengatakan bahwa dia pacarnya P'thee bahkan sebelum P'thee bersamaku yang artinya aku adalah selingkuhan P'thee saat itu."

Aku terkesiap dan bangun dari tidurku. Memeluk P'freen dengan erat.

"Tidak apa Bec. Semuanya sudah baik sekarang..", ujar P'freen yang wajahnya di dadaku. Aku menarik P'freen begitu erat. Bagaimana bisa ada orang yang tidak bersyukur dicintai begitu tulus oleh P'freen? Bagaimana bisa manusia sebaik ini disakiti? Urgh ingin sekali aku memukul wajah laki-laki itu. Berani-beraninya dia menunjukan wajahnya di wisuda P'freen kemarin.

"Bec? Becky? Aku tidak bisa bernafas..", P'freen menepuk pinggangku menyadarkanku dari pikiranku sendiri.

Aku menjauhkan tubuhku dari P'freen dan menangkup wajah P'freen dengan kedua tanganku.

"P'freen.. cara mencintai P'freen tidak salah.. semua orang akan merasa bersyukur jika dicintai P'freen. Laki-laki itu saja yang tidak bersyukur. Kalau aku dari awal tahu cerita ini, laki-laki itu pasti sudah kupukul saat ia dengan berani-beraninya datang menemui P'freen.", ujarku kesal.

P'freen terkekeh, "tidak boleh kekerasan ya Bec. Kamu masih terlalu kecil untuk jadi seorang kriminil.", candanya padaku.

Aku menatap pekat kedua bola mata P'freen, aku tidak suka saat P'freen menganggapku seperti anak kecil.

"Aku bukan anak kecil P'freen.", ujarku. P'freen harus mengerti ini. Terkadang aku merasa P'freen menganggapku sangat polos dan tidak mengetahui apa-apa hanya karena jarak umur kami. Aku tidak suka.

"Aku tau Bec..", ujarnya dengan senyuman.

"Aku bukan anak kecil. Aku mengerti masalah P'freen.", ucapku lagi.

"Iya Bec.. aku tau..", P'freen menyingkirkan rambut yang menghalangi wajahku lagi.

"Aku mau mulai sekarang P'freen bergantung juga padaku. Tidak ada lagi rahasia. Kalau P'freen mau sesuatu, atau P'freen capek. Aku ada untuk P'freen. Mulai sekarang aku mau P'freen membutuhkanku sama seperti halnya aku yang selalu membutuhkan P'freen."

"Bec..?"

"Karena.. sekarang P'freen sudah membuatku begitu bergantung dengan keberadaan P'freen. Jadi P'freen harus tanggung jawab. Hari ini mulai berlaku. Aku segel perjanjiannya melalui ini.", ucapku tanpa ragu dan mencium bibir P'freen dengan lembut.

I Found Her - freenbeckyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang