"Jules ... !"
Suara Vard menggelegar begitu memasuki rumah besar yang sunyi itu. Sebuah foto besar itu terlihat terpajang pada dinding, gambar dari sang kakak dan mendiang istrinya, Hagen dan Emily. Itu sebenarnya bisa dikatakan sebagai foto yang romantis dengan salah seorang memakai tuxedo putih dan satu lagi dengan gaun megah dengan kemilau kristal.
Derap langkah kaki itu terdengar tergesa, dari sudut manapun di rumah ini tidak ada tanda sedikit pun kalau Hagen itu memiliki seorang putra, yang terlihat hanyalah gambarnya sendiri dan istri yang disayanginya itu, meski telah meninggal belasan tahun yang lalu.
"Jules ... !" teriak Vard kembali menggema memantul pada setiap sisi dinding.
Sesosok wanita berusia tidak lebih dari 40 itu tergesa menuruni anak tangga, dandanan elegan juga sepatu lancip mengkilap menyempurnakan penampilannya. Wajahnya terlihat gugup panik dalam satu waktu, sepertinya dia tidak begitu menyukai keributan yang datang dengan tiba-tiba ini.
"Tuan Vard, harusnya Anda datang dengan tata krama, kenapa harus membuat keributan di rumah kakak Anda sendiri?" wanita itu menyambut Vard dengan nada bicara yang terkesan hanya separuh ramah.
"Mana Hagen?" Vard terus saja berjalan tanpa menghiraukan segala celoteh wanita itu. "Emery, di mana kakakku?" tanyanya.
"Tuan Hagen sedang beristirahat Tuan Muda, saya berharap Anda tidak mengganggunya hanya untuk permasalahan kecil. Dan ... bisa jangan sebut nama itu di rumah ini?" wanita yang dipanggil dengan Emery itu dengan sedikit congkak berkata, seakan dialah sang ratu di rumah itu.
Di luar dugaan, Vard malah mendorongnya hingga menyentuh dinding. Kilau yang tampak pada mata pria muda itu terlihat sedikit mengerikan. Emery tahu sekali, tidak akan ada yang membuat orang ini marah hingga begini selain menyangkut urusan keponakannya itu. Tapi tentu saja, buang jauh-jauh nama itu ketika berada di sini.
"Kamu bilang apa? Siapa kamu berani melarangku?" Vard selalu tidak bisa menguasai emosinya ketika berada di rumah kakaknya.
"Saya bicara begini, karena saya paham, Tuan." Emery membela dirinya dan segera merapikan pakaiannya, kembali berdiri dengan elegan setelah tangan Vard melepasnya.
"Paham? Kamu tidak akan pernah paham, masalah kecil katamu? Sebaiknya kamu minggir atau akan aku lempar kamu dari sini." Vard menggunakan jadinya mengusir Emery yang tampak kesal tapi berusaha berdiri dan tersenyum.
Amarah ini sudah sampai di ubun-ubun, pikirannya telah kacau sejak tadi. Vard menemukan bukti bahwa Jules berada di kota ini dan dia terluka, sudah dihubunginya kediamannya yang berada di USA itu dan pihak security memvalidasi kalau mereka kehilangan remaja yang seharusnya mereka jaga.
Mia tadi berkata, ada remaja yang terluka karena perampokan. Astaga kepala Vard menjadi semakin sakit. Apa yang telah dilalui oleh keponakannya itu, kenapa dia suka sekali mengundang mara bahaya. Tidak terdeteksi di manapun kartu milik Jules itu dipakai, ada di mana dia. Anak pintar itu, memilih praktek dokter umum dari pada ke rumah sakit yang mana data pasien dengan mudah terekam jelas.
Luka itu, kabarnya sampai membutuhkan jahitan. Seberapa parah luka itu dan Jules sekarang ada di mana. Seumur hidup pemuda itu, Vard telah berusaha menjaganya agar tetap hidup meski hanya setengah waras. Bukan dari kejahatan di luar tapi dari hasrat ayahnya sendiri yang selalu tidak bisa diam ketika melihatnya, setidaknya satu atau dua pukulan akan didapatkannya.
Itu bagus kalau hanya memakai tangan kosong, bagaimana kalau Hagen membawa benda keras. Jules pernah mengalami retak di beberapa bagian tulang di tubuhnya. Ayah macam apa yang bisa segila itu. Kalau ibunya tahu, pasti dia akan meratap dalam setiap massa dari abunya itu. Jules anak yang manis, ayahnya saja yang gila.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Sang Pewaris.
Teen FictionJules tidak pernah minta dilahirkan, tapi dia berada di dunia ini. Kehadirannya dulu pernah diinginkan oleh keluarganya, namun setelah tragedi itu bahkan papanya sendiri itu membencinya. Yang diinginkan olehnya begitu sederhana, hanya cinta dari or...