"Ini kamarmu," ucap Mia membuka pintu sebuah ruangan yang tidak terlalu besar.
Jules tertegun sesaat, ruangan itu hanyalah sebesar kamar mandinya. Setidaknya ketika dia berada di rumah pamannya yang di benua Amerika. Kediaman pamannya itu juga besar, tapi sepertinya paman Vard tidak mengijinkannya tinggal di sana dengan pengamanan yang minim.
"Aku paham, mungkin tidak sebesar kamar kamu biasanya." Mia tersenyum tanpa tersinggung.
Jules segera menggeleng. Bagaimana pun keadaannya tetaplah yang terbaik karena hanya dengan tinggal di sinilah dirinya diijinkan tinggal di Indonesia sementara waktu. Sisanya tinggal dipikirkan nanti. Kalau kembali ke sana, bagaimana bila ingin mengunjungi tuan Hagen, Jules akan kesulitan.
"Ini sudah cukup, terimakasih Mia," jawab Jules dengan senyum penuh terimakasih.
"Ini Asia Jules, jangan panggil kakakku dengan nama. Telinga ku terasa gatal," sahut Tazia yang berada tidak jauh dari situ.
"Maaf, lalu aku panggil dengan apa?" tanya Jules dengan polosnya.
"Kakakku adalah pacar pamanmu, panggil saja bibi. Jangan panggil kakak, nanti dia merasa awet muda," jawab Tazia dengan tidak sopan.
"Nona muda, jaga bicaramu atau akan aku newer kamu," ancam Mia dengan tertawa.
"Begitulah, Jules. Kakakku memang agak galak, tapi jangan takut ... seringnya dia hanya mengancam saja. Selebihnya dia baik." Tazia melirik kakaknya yang sudah bersiap akan mengancam adiknya lagi.
"Aku tahu," balas Jules ikut tersenyum.
Vard yang menyilangkan tangannya di depan dada itu hanya mengamati saja sekalian mengukur bagaimana Jules menempatkan dirinya di sini juga bagaimana Mia mengurus keponakannya itu. Pemuda itu bukan anak yang nakal, tapi ketika memiliki keinginan dia akan demikian ambisius.
Sopir, pengasuh juga bodyguard-nya akan datang beberapa hari lagi. Semoga ketika dia mulai masuk sekolah mereka sudah tersedia di sini dan Jules tidak perlu berkeliaran sendirian. Vard tidak selalu bisa mengawasi keponakannya ini, terakhir kalinyaa ditinggal bekerja Jules malah kabur lintas benua. Bagaimana bisa dia melakukan itu, sepertinya perlu sekali dirinya menyelidiki siapa saja kawan Jules yang mana bisa melakukan banyak hal, ah bukan kawannya tapi orang tua dari kawannya.
"Vard, aku punya usul. Bisa kamu terima atau tidak. Bagaimana kalau Jules bersekolah di tempat Tazia saja? Sekolah itu bagus. Banyak juga siswa berkebangsaan lain di sana, setidaknya Jules tidak akan kesulitan adaptasi apalagi kemampuan bahasanya masih belum begitu baik." Mia tiba-tiba bersuara.
Vard mengangguk. "Jules, kamu dengar itu? Bagaimana menurutmu?" tanyanya.
"Bicara tentang sekolah, apakah aku memang diijinkan tinggal di sini? Lama?" tanya Jules penuh harap.
"Tentu saja, asal kamu tidak membuat ulah." Vard mengalah lagi kali ini.
Wajah itu segera terlihat senang. Rupanya Mia adalah orang yang selalu didengar oleh pamannya. Itu merupakan penemuan yang bagus. Tinggal di sini, hanya perlu bersikap baik dan itu tidak sulit. Kebutuhan Jules hanyalah bisa kembali ke papa yang begitu dirindukannya. Seperti apa wajahnya sekarang?
"Terimakasih Paman," ucap Jules merangkul pamannya.
Vard merangkulkan tangannya. "Tentu Jules."
"Aku beruntung sekali memilikimu," tambah Jules merayu.
Vard mengeratkan tangannya, astaga pemuda ini selalu saja bisa membuatnya luluh. Nakal sekali.
***
"Bagaimana kabarmu?" tanya Vard ketika dia duduk di sebuah kursi yang berlapiskan kulit lembu yang disamak dengan mewah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Sang Pewaris.
Teen FictionJules tidak pernah minta dilahirkan, tapi dia berada di dunia ini. Kehadirannya dulu pernah diinginkan oleh keluarganya, namun setelah tragedi itu bahkan papanya sendiri itu membencinya. Yang diinginkan olehnya begitu sederhana, hanya cinta dari or...