5. Perjuangan Masih Sia-sia.

507 65 53
                                    

"Aku adalah Jules Alston, putra tunggal Hagen Alston, kenapa kalian masih juga tidak mau membukakan pintu?" tanya Jules dengan polosnya ketika sampai di pintu gerbang.

"Mohon maaf, seandainya itu benar. Apakah Anda sudah membuat janji dengan tuan besar?" tanya seorang pria yang muncul dan bertanya dengan santun.

"Apakah seorang anak harus membuat janji dulu ketika ingin bertemu dengan papanya? Kamu jangan mengada-ada, bukakan pintu dan katakan kalau Jules pulang, aku mau bertemu dengan papa," jawab Jules tetap teguh pendirian.

Negosiasi itu tidak berjalan dengan baik, hampir 30 menit berada di sana dan tidak ada yang mau mengalah. Jules merasa berhak masuk ke rumah itu sementara penjaga pintu gerbang itu juga merasa tindakannya benar. Seorang pria yang memakai jas hitam itu terlihat menghubungi seseorang sebelum akhirnya pintu itu terbuka dengan lebar.

Jules tersenyum dan berterima kasih, mungkin para penjaga itu hanya bingung dengan kedatangannya. Dirinya pergi sudah belasan tahun yang lalu ketika paman Vard membawanya pergi dan dia berusaha agar Jules tidak kembali.

Rumah besar itu, dia masih ingat betul kalau pernah menghabiskan masa kecilnya di sini. Ada kenangan dengan mamanya, masih melekat di ingatannya, mamanya itu begitu cantik dengan wajahnya yang tirus, rambut yang bergelombang dan tangan kecilnya dulu senang sekali memegangnya.

Taman ini sepertinya sudah banyak berubah, dulu dia sering bermain di sana, area yang sedikit lapang ketika belajar naik sepeda atau sekedar menaiki kuda poni. Itu dulu, kenangan itu tidak akan mungkin terulang lagi, terakhir kali dirinya melihat mamanya adalah waktu itu, sudah lama sekali.

"Selamat datang. Kamu siapa? Kamu ... mencari siapa?" Emmery muncul dengan dandanan tanpa cela.

Kehadirannya mengejutkan Jules, seingatnya papanya itu tidak menikah lagi lalu siapa wanita yang bertingkah bagaikan ratu di rumah ini. Sekuat tenaga pemuda itu mengingat, garis wajah itu meski banyak berubah tapi senyum itu dia sangat mengenalinya, dia adalah Emmery sang sekretaris, asisten atau entah apalah, dia bekerja dengan papanya sejak Jules masih kecil.

"Emmery? Apa itu kamu?" tanya Jules memastikan, meski dia yakin kalau itu adalah Emmery.

"Benar, dan aku sudah bertanya kepadamu, kenapa kamu malah bertanya bukannya menjawab?" Emmery melangkah mendekat. Pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu jawaban, karena dia tahu itu adalah Jules, sang tuan muda yang diasingkan.

"Aku, Jules. Kamu ... masih mengingatku?" tanya Jules dengan senyum polosnya.

Emmery menatap senyum yang terhampar di sana, sebuah senyum yang tampak begitu polos penuh pengharapan dari seorang remaja yang sedang mengemis cinta. Kalau ditanya begitu, jujur sekali dirinya tidak akan pernah lupa, da juga mengawasi Jules dari jauh meski sama sekali tidak menyentuh.

"Ah Jules, Jules Alston? Sungguh? Kamu terlihat sudah besar sekarang." Emmery pura-pura terkejut.

"Ya, aku Jules Alston. Bisa kamu beritahu aku? Di mana papaku?" tanya Jules penuh pengharapan.

Memberitahukan di mana papanya itu bukanlah hal yang sulit, sebagai orang yang mengurus segala keperluan Hagen tentu dirinya lebih dari paham. Tapi sepertinya sekarang bukanlah saat yang tepat, Hagen sedang dalam kondisi kurang sehat dan kalau melihat ada Jules di sini dia bisa murka dan itu tidak bagus. Dirinya begitu mencemaskan kesehatan pria itu dari pada bocah yang ada di hadapannya ini, dia tidak penting sama sekali.

"Kamu pikir papamu pengangguran yang bisa kamu temui setiap saat? Tidak seperti itu anak muda. Dia sedang sibuk, kamu bisa kembali lain waktu." Emmery mengusir dengan halus.

"Bisa kamu beritahu di mana dia sekarang, Em? Aku akan menemuinya kalau tidak ada di sini," balas Jules yang memang keras kepala.

"Pulanglah, kembalilah lain waktu." Emmery kembali mengusir Jules.

Topeng Sang Pewaris.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang