11. Satu-satunya.

315 44 12
                                    

"Sudah kubilang, kita main saja dulu. Nanti kami antar," ucap Teddy ketika Jules dan Tazia bergabung.

"Aku perlu ijin dulu, Ted," balas Tazia menunjuk ke arah smartphone yang sedang dibawanya.

"Aku doakan kakakmu selalu telat menjemput, astaga kenapa kalian tidak bawa mobil sendiri saja," gerutu Riu yang terlihat kesal.

"Mobilnya cuma 1," jawab Jules dengan polosnya.

Semua serentak menoleh kepadanya dan menatap dengan heran, kalimat apa yang baru saja keluar dari bibir pemuda itu. Di antara mereka siapa yang tidak tahu nama yang tertera di belakang nama Jules itu, nama Alston. Mereka rata-rata adalah keluarga pengusaha dan pejabat, jelas sekali nama-nama besar terkadang terdengar begitu familiar dan telinga.

Penampilan Jules juga tidak terlihat seperti orang yang hanya sekedar cukup, jam tangan yang dipakainya itu saja kalau dibelikan sebuah mobil sports pasti cukup, belum benda yang dikenakan lainnya. Berkata mobil cuma satu itu terkesan mengada-ada bagi mereka dan hanya setengah percaya.

"Kamu, melawak?" tanya Teddy dengan sinisnya, tidak percaya.

"Tidak lucu," sahut Riu melengos.

"Ya memang cuma satu, itu dipakai oleh kakakku," jelas Tazia dengan jujur.

Terlihat kawanan itu tertegun masih sulit untuk percaya tapi Newa langsung saja menengahi, "Kalian ini kenapa mukanya begitu? Aku dulu juga diantar jemput."

"Kamu sekarang punya mobil," sergah Riu tidak terima.

"Ya itu, karena mamaku kurang kerjaan," balas Newa tergelak terbahak.

Jules mengernyit tapi lalu Riu bercerita kalau Newa dulu juga diantar jemput sebelum akhirnya mamanya membelikan sebuah mobil megah. Itu bukan sekedar hadiah saja tapi akal-akalan dari mama Newa agar uang papanya habis sebelum mereka resmi bercerai hingga tidak ada yang tersisa untuk dipakai bermain dengan wanita gatal.

"Kenapa kau membuka aib keluarga orang?" tanya Teddy memandang ke arah temannya.

"Dia memang kurang ajar," balas Newa menggeleng. Kenapa diingatkan lagi dengan peristiwa itu, peristiwa yang kronologisnya hingga dituang dalam sebuah buku.

"Sadar atau tidak, setiap dari kita pasti punya masalah keluarga yang agak unik. Seperti saja kehidupan kita sempurna." Tazia tersenyum menengahi para pemuda yang bersahutan bicara itu.

"Itu benar, seperti yang dibilang oleh Riu, mama dan papaku bercerai karena orang ketiga. Itu papanya Riu jarang pulang, sebulan sekalipun belum tentu dia memeluk papanya." Newa melempar balasan kepada temannya yang tertawa mengiyakan.

"Bukankah kita semua ya seperti itu? Keluarga kita sibuk. Jules, kapan kamu terakhir melihat papamu?" tanya Teddy tanpa tendensi apapun.

Wajah Jules tampak segera menyembunyikan getir, sebuah senyum segera dihamparkan agar kegalauan hati tidak tampak oleh siapapun. Kapan terakhir melihat papa? Mungkin beberapa bulan lalu di media elektronik dan tadi di layar smartphone, sebuah gambar yang hanya bisa diam.

"Entahlah aku tidak ingat," jawabnya dengan tergelak seakan tanpa beban apapun dan Tazia menatapnya sekilas.

"Nasib kita sama, orang tua kita semua lebih memikirkan mencari uang. Tapi baguslah, setidaknya mereka nanti akan memberikan kita warisan yang banyak," seloroh Teddy mencairkan situasi yang sempat menegang itu.

Jules kembali tersenyum sementara semua temannya saling bersahutan berkata. Mereka bisa dengan ringan bicara begitu karena orang tua mereka mungkin akan kembali kepada mereka dalam waktu dekat, bisa jadi ketika mereka menelepon berkata rindu.

Topeng Sang Pewaris.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang