Emmery menyisir rambut yang begitu tipis itu, Hagen duduk dengan tenang di sebuah ruangan besar yang sunyi. Setiap hari selalu begini, seringkali hanya sunyi yang ada di sini. Sudah sejak lama, sejak kepergian Emily dan bocah itu dibawa pergi oleh Vard karena pria yang berada di depannya ini sudah berubah menjadi agak gila. Emmery paham, yang dilalui oleh pria ini begitu sulit, luka itu entah kapan akan sembuh.
Waktu itu, ketika menghadiri ulang tahun adiknya saja Hagen sama sekali tidak menganggap Jules ada. Wajah itu terlihat campur aduk tapi Emmery juga tidak bisa melakukan banyak hal. Bagaimana rasanya dianggap tidak ada bahkan oleh orang tua kandungnya sendiri, sungguh dirinya tak ingin membayangkan.
Emmery terkejut ketika ada setangkai mawar yang tiba-tiba terulur kepadanya. "Hai, selamat ulang tahun. Aku tak bisa mengingat yang ke berapa tapi ... selamat ulang tahun," ucap Hagen tiba-tiba.
Wanita itu segera tertunduk meski wajahnya tak bisa menyembunyikan bahagia. Perhatian kecil seperti ini sungguh cukup membuat pijar di dalam hati. Tak ingin berharap banyak meski Emmery telah membaktikan separuh hidupnya kepada pria yang sepertinya hanya menganggap dirinya ada secara fisik saja, bukan hati. "Terimakasih," balasnya.
"Apa yang kamu inginkan? Em?" tanya Hagen dengan peduli, selama ini kalau tidak ada Emmery entah siapa yang akan mengurusnya.
Kembali Emmery menunduk, bunga itu dipegangnya dengan erat. Ada banyak yang diinginkannya tapi bagaimana caranya mengucapkannya. Haknya apa menyuarakan semua di sini. Meski menghabiskan waktu sepenuhnya di sini tapi dia menyadari hanya ada Emily di hati Hagen dan sepertinya tak pernah tergantikan. Kembali wanita itu menelan saliva, permintaan apa yang seharusnya diucapkannya sekarang.
"Emmery, ayolah bilang saja. Kamu sudah menemani dan merawatku sejak aku muda hingga kini. Mintalah sesuatu, akan aku beri sekiranya aku mampu," ucap Hagen yang bangkit dan memutar tubuhnya.
"Saya ... ah sebaiknya lupakan saja," gumam Emmery tampak canggung.
"Em, apa yang biasanya diinginkan oleh wanita? Kamu mau sepatu baru? Perhiasan? Atau menginginkan sebuah tas cantik? Kamu boleh meminta mobil jika mau," ucap Hagen lembut kepada Emmery yang terlihat canggung.
"Buat apa mobil? Saya selalu bepergian dengan Anda," gumam Emmery merapikan piyama yang dikenakan oleh Hagen itu.
"Lalu, apa yang kamu inginkan? Kamu boleh mengadakan pesta, undangan teman-teman kamu," tambah Hagen tapi Emmery malah menggeleng.
"Sejak memutuskan berada di sini, tentu saja saya sudah tak lagi punya banyak teman Tuan, teman saya hanya ... Anda," balas Emmery dan Hagen mengerutkan keningnya.
"Maafkan aku kalau membuat hidupmu menjadi buruk," ucap Hagen memandang Emmery yang tepat berada di depannya, wanita yang usianya tak jauh dari Emily.
Emmery menggeleng. "Ini sudah keputusan saya, saya senang berada di sini dan melayani Anda."
"Hanya itu?" tanya Hagen seperti tak percaya.
Tentu saja tidak hanya itu, ada cinta yang dipendamnya di dalam hati bahkan sejak pria itu belum menikah. Emmery dan Emily dahulu satu sekolah dan mereka berteman, Hagen memilih Emily karena memang dilihat dari sudut manapun wanita itu memang terlihat lebih istimewa. Dia manis, cerdas dan cantik juga berasal dari keluarga yang terpandang. Emmery kalah dan memilih memendam cinta dan menikmatinya setiap hari. Baginya, melihat Hagen hidup saja cukup meski belakangan rasanya nyawanya juga kerap seperti hampir tertiup angin.
"Tentu tidak," balas Emmery tapi tidak ingin menjelaskan detil.
"Maksud kamu?" tanya Hagen dan Emmery terlihat gelagapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Sang Pewaris.
Ficção AdolescenteJules tidak pernah minta dilahirkan, tapi dia berada di dunia ini. Kehadirannya dulu pernah diinginkan oleh keluarganya, namun setelah tragedi itu bahkan papanya sendiri itu membencinya. Yang diinginkan olehnya begitu sederhana, hanya cinta dari or...