Prolog

152 13 0
                                    

Lahir di keluarga kaya adalah anugerah, tapi lahir di tengah-tengah keluarga yang pecah belah juga tidak mudah. Pecah belah dalam konotasi kali ini agak rumit.

Pecah segalanya, hubungan, kerukunan, perasaan, jiwa, dan raga. Sepasang suami istri yang memiliki 2 orang anak. Laki-laki dan perempuan. Rasya dan Lingga namanya.

Arasya yang berperan sebagai kakak perempuan, dan Arlingga yang menjadi adik laki-laki. Si bungsu yang harus menanggung semua beban keluarganya. Karena ulah sang ibu yang lari dengan laki-laki lain meninggalkan keluarganya. Sementara ayahnya pun hanya seonggok daging yang diberi ruh kepada Yang Maha Kuasa. Tanpa memiliki manfaat sama sekali.

Rasya dan Lingga masih berusia 6 dan 2 setengah tahun saat itu. Dan kedua orang tuanya malah bercerai berai. Sehingga dengan sangat terpaksa sang neneklah yang merawat kedua bersaudara tersebut. Sampai keduanya beranjak remaja.

Kelas 1 SMP, Lingga diterima di sebuah sekolah elit berbasis internasional. Dengan beasiswa penuh, terima kasih kepada ibu Lingga yang menurunkan kecerdasannya pada si bungsu. Sehingga kehidupan Lingga tidak terlalu suram.

Sementara Rasya yang tidak tergolong secerdas Lingga berusaha sebisanya demi mengejar beasiswa untuk ke perguruan tinggi nanti. Rasya SMA kelas dua, dan sebentar lagi akan meninggalkan bangku SMA-nya. Kakak beradik ini sangatlah rukun.

Mereka bekerja sama dan saling membantu satu sama lain. Ekonomi keduanya masih terbilang sulit tapi, Lingga yang saat itu meski masih duduk di bangku SMP tapi sudah menghasilkan pundi-pundi rupiah. Walau tidak terlalu banyak.

Lingga membuka tempat les untuk anak sd di rumah neneknya. Lalu, membantu mengerjakan joki tugas. Sorenya, dia juga menjaga kedai roti milik tetangga. Sang kakak menerima jasa cuci dan setrika pakaian.

Sulit, semua itu masa-masa sulit yang sudah berhasil Lingga lalui.

Begitu ia menamatkan jenjang pendidikannya di SMA. Sore itu Lingga pulang membawa amplop undangan dari salah satu kampus ternama di ibu kota, Jakarta. Yang menjelaskan bahwasannya ia diterima di sana.

Berangkatlah Lingga menuju tempat perantauan. Seminggu sudah ia berada di Jakarta dan mengurus semua berkas-berkasnya. Hidupnya keras, untunglah Lingga tidak terjerumus ke pergaulam bebas dan penggunaan obat-obatan terlarang. Karena bisa dibilang ia jauh dari perhatian dan pantauan orang tua. Namun, semua itu berdampak pada bagaimana sikap dan pembawaannya yang dingin. Lingga yang tampan tapi orang-orang suka merasa terintimidasi dengan kehadirannya. Padahal ia sendiri tidak sedang berbuat macam-macam.

Lingga berambisi menjadi orang sukses, dan ia telah berjanji pada dirinya sendiri. Itulah mengapa ia bisa ada di Jakarta sekarang. Jelasnya, sangat pahit. Terlalu pahit malah, makanya ia akan memilih untuk memendam semua cerita sedihnya untuk dirinya sendiri. Dan tidak ada yang boleh tahu siapa pun tanpa terkecuali.

Meski itu sahabat baiknya sekali pun. Sahabat satu-satunya yang Lingga punya setelah ia menetap di Jakarta. Pertemuan mereka ketika keduanya sedang mengurus berkas masuk pendaftaran.

Tanpa keduanya ketahui bahwa pertemuan itulah yang akan membawa Lingga pada suatu hal yang mengejutkan nantinya. Sekaligus mewarnai hari-harinya.

Bukankah peribahasa selalu berbunyi "berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian?"

Ya, selamat datang Lingga pada kehidupanmu yang baru.

To be continued

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang