Part 2

71 11 0
                                    

"Cumi-cumi makan sempol, untung cuma dinyinyiri gak di tampol."

Di sebelahnya, Zahra memutar bola mata malas. Kemudian melirik Galih yang usai berpantun sambil elus dada.

"Kena sembur kok masih untung," sewot Zahra.

"Iya dong Ra untung itu namanya. Gimana kalo tadi aku ditonjok?!"

"Masuk rumah sakit kamu, Gal."

Galih manyun masam, "Ck kamu mah doanya jelek banget kek muka Bang Zidan kalo nahan kentut," ia mencibir.

Zahra terkekeh, "Aku aduin Bang Zidan ya?"

"Zahra mah cepu! Males banget."

Bertolak belakang dengan Zahra yang lantas tertawa sumbang, Galih justru semakin menekuk wajahnya.

Ngomong-ngomong keduanya sedang dalam perjalanan pulang dari sekolah. Usai melakukan aksi lempar kaleng minuman yang berimbas membuat Galih kena marah, kini dua sekawan itu sudah memasuki jalanan sekitar komplek rumah mereka.

"Besok pergi sekolah bareng lagi ya Ra," ajak Galih.

"Kayaknya gak bisa deh Gal. Aku besok bareng Bang Zidan. Kamu bukannya dianter Bang Damar ya?"

"Ck, itu kulit lumpia mana mau kalo gak aku sogok dulu."

"Nyogoknya pake apa emang?"

"Ceban Ra! Masa sekali anter segitu. Bangkrut dong aku lama-lama!" Galih menjawab berapi-api. Pipinya yang putih bulat mendadak semerah sirup kurnia.

"Agak kasian tapi gak kasian-kasian amat," komentar Zahra. Lantas tertawa mengejek.

Galih yang sudah kepalang jengkel berjalan cepat sembari menghentak-hentakkan kakinya, meninggalkan Zahra jauh di belakangnya.

"Dih pundungan! GALIH TUNGGUIN!" jeritnya menyusul langkah sang sahabat.

"MALES! SANA NGOBROL SAMA BATAKO AJA!"

Beginilah keseharian duo julid sekomplek perumahan Cemara Indah. Gelar julid itu mereka dapatkan karena Damar dan Zidan yang sering memanggil keduanya demikian.

Kalau kata Damar, "Adek gue doang emang yang muka imut tapi kelakuan kek nini pelet." Mengomentari Galih tentunya.

Sementara kata Zidan, "Salah Dam, noh adek gue si Zahra. Tampang boleh kek barbie kelakuannya kek babi."

"Cepuan, gak sabaran, usil tapi cengeng. Kadang imut gemesin kadang amit-amit nauzubillah mindzalik pengen gue kerdusin ke Konoha."

"Gak beda jauh sama Galih. Dasar adek-adek julid."

Dan sejak saat itu nickname julid adalah ciri khas tersendiri kedua remaja berusia 18 tahun tersebut.

🍃🍃🍃

Esoknya, Lingga yang sudah selesai dengan mata kuliahnya, sedang nongkrong di sebuah perpustakaan umum bersama Zidan.

Keduanya sama-sama tidak tertarik dengan senat, BEM atau apalah itu yang berhubungan dengan kegiatan organisasi kemahasiswaan. Sehingga, waktu yang mereka lalui di kampus lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak yang aktif mengikuti organisasi.

Oleh karena itulah, selesai dengan urusan kuliah. Lingga dan Zidan lebih tertarik dengan nongkrong. Yang hemat dan tidak buang-buang duit. Terutama Lingga, jangan lupakan status gerangan sebagai perantau.

"Woy Ngga mau sampe kapan kita di mari?" tanya Zidan. Makhluk adam berwajah bule itu mulai jenuh.

Pasalnya sudah 1 jam lebih mereka berada di sana. Dan selama itu pula Lingga lebih tertarik dengan setumpuk buku dan beberapa alat tulis di sekitarnya. Larut pada hobinya sementara Zidan merana setengah hidup. Laki-laki berdarah Indonesia-Amerika itu lebih tertarik dengan action figure berbau anime ketimbang menatap buku pelajaran. Kepalanya suka pening mendadak.

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang