Part 1

97 15 1
                                    

Seorang pria berpakaian serba hitam itu menutup kran air yang menyala. Potongan rambut under cut-nya sedikit mencuat karena empunya membasuh sebagian wajah dan leher. Tampak segar dan tampan tentu saja.

Usai dengan urusannya di dalam toilet umum, segera ia keluar dari sana. Dan seseorang telah menyambutnya dengan wajah datar nyaris sinis.

"Lama banget kambing! Lo bertapa di dalem ha?" ujar orang itu cepat.

Kemudian melewatinya begitu saja, menerobos terburu-buru sambil membuka resleting celananya tak sabaran, hingga menubruk sebagian sisi bahu Lingga.

Lelaki itu adalah Lingga, nama lengkapnya Arlingga Paraduta. Tetapi orang-orang sering menyebutnya Lingga. Mahasiswa teknik sipil semester 5 yang mendapat gelar infinity 5G man. Alasannya cukup sederhana, 5G meliputi, genius, garang, ganteng, gentle, dan gorgeous.

Tidak sedikit yang menamainya srigala berbulu tupai. Visualnya tidak perlu diragukan lagi, otaknya pun bahkan hampir menikung Albert Einstein. Garis wajahnya yang lembut tapi tajam serupa tupai yang kecil, lucu tapi lincah.

Namun, sikapnya yang kurang ramah dan jarang sekali senyum membuatnya banyak dicap sebagai orang garang. Dalam kata lain galak atau sombong.

Seperti saat ini misalnya, gerangan sedang berjalan menuju ke kelas. Tetapi sepanjang perjalanan orang-orang menatapnya takut dan berbisik-bisik menggosip di belakang.

"Lingga-Lingga coba aja kalo lo agak ramahan dikit. Fuck mencintai dalam diam, gue kejer lo ugal-ugalan." Deretan anak-anak perempuan seangkatannya yang hanya bisa mengagumi dari jauh.

"Aura Lingga fuck boy syariah banget anjir!"

"Fuck boy syariah gimana cok? Lo ngomong yang bener napa."

"Kek begajulan tapi gak gitu, baik tapi kek setan. Lu tau gak sih maksud gua?"

Teman di sebelahnya hanya diam.

"Ah tau ah pokoknya begitu dah. Gua juga bingung jelasinnya gimana."

Kalau ini para kaum adam yang juga setingkat dengannya. Sambil menyelam minum air, berteman dengan Lingga tapi suka gibah di belakang orangnya.

"Kenapa sih bisa ada manusia se-perfect Kak Lingga, udah di depan mata tapi masih aja gak bisa digapai."

Sedangkan yang ini adalah jajaran para adik tingkat yang menyukai Lingga secara terang-terangan. Another case of mengagumi dalam diam, sambil gigit jari. Kalau kata mereka sih, Lingga's number one support system. Yang terdiri dari mahasiswi-mahasiswi cantik nan rupawan.

"LINGGA! WOY TUNGGUIN!" Teriakan itu seketika menghentikan langkah panjang Lingga. Kemudian menoleh ke belakang dan mendapati temannya sedang berlari ke arahnya.

"Anjir gue cariin di toilet kirain lo diculik tante-tante, malah dah nyampe sini aja lo kambing!" cerocos laki-laki yang tadi bersamanya di toilet.

"Tante-tante, gila lo!"

"Ya kali aja, Ngga. Kan penggemar lo dari segala kalangan. Anak sd aja kepincut apalagi emak-emak." Diakhiri dengan suara tawa laki-laki tersebut.

"Lo kebanyakan nonton drakor, Zidan. Males gue," sahut Lingga.

Zidan, teman seperkuliahannya yang baru ia kenal sejak menginjakkan kaki di kampusnya ini. Satu-satunya sahabat karib yang Lingga percaya seantero kota Jakarta.

Zidan hanya terkikik singkat lalu keduanya melanjutkan langkah mereka menuju kelas.

"Selesai kelas lo manggung, Ngga?" tanya Zidan.

LinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang