16 ─ Trap

309 37 3
                                    

Sudahkah kalian menyiapkan hati untuk membaca chapter ini?
Ketik 1 jika iya😂

Bantu vote dan komennya guys :)

Jangan lupa streaming fact check juga💚

-

____________ ꧁꧂ ____________
.
.
.

Setelah berkeliling dan menyusuri setiap gang-gang kecil di desa Sirh, Jonathan dan Jeffreyan tiba di sebuah toko barang antik. Menurut informan yang dibayar Jeffreyan, pemilik toko ini adalah seorang penyihir.

"Barang apa yang kalian cari?" Tanya seorang nenek tua dengan tangan memegangi kemoceng, membersihkan barang jualannya yang penuh debu.

"Aku dengar anda seorang penyihir. Kami membutuhkan penawar untuk mematahkan sihir." Kata Jonathan tak berbasa-basi.

"Anda sangat berani sekali, tuan muda." Kata nenek tersebut sambil membukakan pintu di belakang etalasenya. "Kita bicarakan ini di tempat yang lebih tertutup." Timpalnya menuntun kedua pangeran ini memasuki ruangan rahasia, khusus menjamu tamu yang mencari obat spesial.

"Katakan, sihir apa yang kau butuhkan?" Tanya nenek tersebut setelah duduk di meja yang dipenuhi alat-alat sihir.

"Saudaraku, dia menggunakan sihir hitam dan kini kegelapan mulai menelan tubuhnya. Aku ingin penawaran untuk mematahkan sihir hitam." Jawab Jonathan.

"Tidak ada sihir yang bisa mematahkan sihir hitam. Sihir itu membutuhkan pengorbanan dan jiwa sang pengguna sihirnya yang akan menjadi korban. Itu adalah bayaran untuk kekuatan sihir yang sangat besar, mereka mencuri apa yang Tuhan kehendaki. Kegelapan mencari pelayan, bukan kejayaan atau kemakmuran." Kata nenek tua tersebut.

Jonathan dan Jeffreyan terperangah mendengar penjelasan nenek tua tersebut. Mereka paham kenapa sang ayah begitu melarang Jarvis menggunakan sihir masa depan, itu adalah pembuka jalannya terjebak dalam sihir hitam. Jarvis sudah tak tertolong, hanya masalah waktu sampai jiwa Jarvis benar-benar tertelan kegelapan.

.
.
.
____________ ꧁꧂ ____________
.
.
.

Kelima pangeran kembali berkumpul di penginapan. Malam ini agenda mereka hanya beristirahat. Jerren sudah terlelap di kasur satunya sambil memeluki ranselnya, Jonathan dan Johanes yang bertugas berjaga. Meskipun dengan kepala terkantuk-kantuk, Johanes sebisa mungkin tak jatuh ke dalam tidurnya. Sedangkan Jeffreyan yang harusnya terlelap malah sibuk menatapi Jarvis yang sedang tidur.

Dalam hatinya, Jeffreyan merasa kasihan pada Jarvis. Ia teringat dengan perkataan nenek pemilik toko antik itu, ia harus menyiapkan hati kehilangan saudaranya lagi. Ia dan Jonathan memang sengaja tak memberitahu Jarvis berita buruk tersebut. Namun sepertinya, tanpa diberitahupun Jarvis sudah mengetahui konsekuensi akan keputusannya. Terbukti dengan Jarvis yang tak memprotes keadaannya sekarang dan tetap menerima takdir tersebut.

"Dia masih bisa tidur dengan lelap saat nyawanya dalam bahaya." Gumam Jeffreyan dengan sedikit senyuman miris ketika melihat Jarvis mengulat. Disaat seperti ini Jarvis bahkan bisa tidur dengan damainya, seolah tak mempedulikan kematian yang siap menelannya kapanpun itu.

Sedang sibuknya pikiran Jeffreyan mengasihani Jarvis, Jonathan yang sejak tadi duduk di hadapan perapian pikirannya pun tak kalah sibuk. Sekembalinya mereka ke penginapan, Jonathan terus melamun sambil menatap perapian. Pikirannya berkecambuk, antara memikirkan nasib Jarvis dan bayang-bayang gadis yang ia temui siang tadi.

J: The Last PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang