| Chapter 4 | : Between Us and Them

16 5 8
                                    

Dilla lahir di sebuah pemukiman dekat hutan belantara dan laut di provinsi Itya. Aku cukup tahu untuk bagian selatan negara Tora itu terdapat banyak masyarakat yang kental akan budaya mistis. Di sana orang-orang pintar berasal, termasuk rumah lama bagi Panuluh. Sebelum dia pindah ke kota ini sebagai salah satu teman penjagaku. Panuluh tidak banyak menceritakan kampung halamannya itu, di daerah yang bernama Barma, selama kami berdua sering bersama. Dia hanya mengatakan ada terlalu banyak larangan di sana.

Orang-orang kota yang datang hanya akan membawa bercak keteleodran bagi masyarakatnya. Jarang Wisatawan yang datang ke tempat sedikit tertutup itu. Bahkan selalu ada korban yang hilang entah ke mana. Lepas dari semua itu, Panuluh pernah bilang jika sekarang Barma sudah lebih baik semenjak laut serta lepas pantai di buka untuk umum.

Kembali lagi ke cerita Dilla yang terus mengatakan bahwa kami berdua seumuran. Dia mengatakan dengan tepat tanggal lahir dan hari di mana aku dilahirkan. Mungkin terpaut beberapa detik saja kami menghirup udara dunia ini.

Dia anak yang sangat bersemangat ketika menceritakan asal-usulnya. Sama sepertiku yang memiliki kutukan tapi sebaliknya Dilla mendapat hal baik yaitu dapat membaca pikiran, isi hatiku dan kebal dari kutukanku.

Sejenak aku bertanya-tanya tentang keahliannya yang aneh itu, ditambah hanya bisa membaca isi kata di dalam tubuhku saja. Selain itu, Dilla bisa bergerak dengan cepat. Aku jelas meremehkan satu hal ini, tapi ketika aku sadar dia berpindah tempat hanya saat aku menutup mata untuk beberapa detik. Aku terkejut sedikit terpukau dan takut bercampur menjadi satu.

Selain itu, Dilla kebal akan sentuhanku yang memiliki kutukan ini. Dia bilang bahwa tubuhnya tidak menerima kutukan dariku. Itu artinya Dilla adalah satu-satunya orang yang bisa menyentuhku tanpa takut mati. Aku cukup senang mengetahui hal itu karena seolah jarak yang selama ini terlihat besar terpasang antara aku dan orang lain seakan hilang. Dadaku lapang dan udara baru seolah berhembus ke rongga paru-paruku. Terlepas Dilla masih termasuk dalam orang asing yang sama sekali tidak aku kenal sebelumnya.

"Sekarang bisa kau ceritakan tentang rahasia keluargaku?"

"Berjanjilah untuk diam ketika sudah mengetahui ini."

Aku mengangguk pelan. Bantal panjang segera aku tarik untuk menemaniku mendengarkan cerita ini. Semakin ke sini, aku sadar kalau Dilla bukan orang yang buruk untuk diajak bicara panjang lebar. Dia pencerita yang baik dan sedikit menyenangkan. Apalagi melihat reaksi wajahnya itu seolah beragam. Dia lebih menghibur ketimbang Panuluh. Untuk saat ini, menurutku begitu.

"Keluargamu memang selalu khawatir dengan kutukanmu ini. Kau juga tahu itu. Mereka memilih untuk menyembunyikanmu dari publik dan seolah-olah kau tidak pernah terlahir ke dunia."

Mendengar bagian ini, membuatku terluka lagi. Aku meremas bantal di pelukanku untuk pelampiasan.

"Aku harus mengatakan semua kebenarannya padamu, jadi ini akan terdengar menyakitkan bagimu."

"Ya, lanjutkan saja."

"Sebenarnya kau bisa bebas dari sini," kata Dilla santai. Sebaliknya aku hampir terjungkal ke depan ketika mendengarnya.

"Apa katamu?"

"Kau bisa bebas. Itu 'kan yang selama ini kau inginkan dan keluargamu menutup semua jalan kebebasan demi keselamatan orang lain juga demi wajah keluargamu. Kau dikekang, terkurung sendirian hanya untuk kebaikan mereka, padahal kau belum tentu melukai mereka."

Sejenak aku merenungkan kalimatnya yang terdengar memihakku.

Ya, memang benar. Aku tidak pernah ingin menyakiti siapapun.

"Wajah keluargaku katamu?"

Aku tidak merasa senang dengan julukan yang diberikan Dilla pada keluargaku. Terdengar kasar dan tidak menyenangkan sama sekali. Aku merasa dia tengah mencuci otakku sekarang. Maka kewaspadaanku mulai bekerja.

THE UNFORGIVEN : Hidden Secret Of Them ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang