| Chapter 24 | : Can Love My Self

13 2 0
                                    

Panuluh bilang aku sudah tidak lagi memiliki kutukan seperti dulu. Aku menceritakan kalau tanganku pernah berubah menjadi sepanas bara api padanya dan dia menjawab itu adalah karma bagi Dilla yang sudah gagal dalam menumpahkan darahku. Dia tidak dapat menyentuhku ketika perjanjian sudah berakhir. Perjanjian dengan Iblis juga terputus begitu pun ikatan benang merah yang pernah melingkari tanganku.

Aku telah membatalkan semua janjiku yang sebenarnya ditakutkan oleh Dilla serta Muana. Mereka hanya bisa mengambil simpati dan membuatku agar terus percaya kepada mereka. Dengan begitu akan dengan mudah menjadikanku tumbal. Sayangnya semua rencana mereka gagal dan kutukan itu membuatku tidak bisa tersentuh oleh keduanya.

Tentang Martin kami semua sudah membahas itu kemarin malam. Bersama semua anggota keluargaku tanpa berniat membuat suasana kembali haru seperti saat hari kematian Martin.

Setelah aku dirawat seharian oleh para Tabib yang dikirim dari wilayah lain di Barma. Anehnya aku tidak banyak terluka karena pada saat itu aku berada di dunia yang tidak nyata. Diciptakan oleh Muana dengan bantuan Iblis. Khusus untuk memperangkapku sebagai tawanan utama. Meski luka dalamku lebih buruk dari luka yang ada di luar. Para Tabib itu bilang kalau tubuhku memiliki daya kesembuhan yang cepat.

Ayah dan ibuku telah banyak menjelaskan semua yang tidak aku ketahui. Lebih tepatnya sisa rahasia mereka padaku karena sebagian besar aku sudah mengetahui rahasia mereka.

Aku tidak akan marah atau pun merasa disalahkan. Setelah bertemu dengan Martin waktu itu, sekarang perasaanku jauh lebih baik. Martin telah memintaku untuk melanjutkan hidup serta menyelesaikam tugasku. Apalagi aku sudah menjadi manusia normal tanpa kutukan apa pun. Harapanku selama telah terkabul dengan segala mimpi buruk yang terjadi.

Seperti siang ini, aku berada di salah satu ruangan utama di istana. Bagian depan kamar memiliki balkon besar yang langsung menghadap dengan halaman depan istana. Sebenarnya ini adalah ruangan khusus ayahku untuk bekerja. Tapi sekarang, aku dengan leluasa boleh memiliknya.

Para penjaga dan pelayan istana tidak menatapku seperti orang asing secara diam-diam. Tidak ada yang melarang siapa pun untuk bertemu denganku. Mereka selalu tersenyum lebar dan menyapa sangat ramah. Keluarga serta sepupu juga menyambut kehadiranku seolah aku adalah tokoh utama yang ditunggu-tunggu.

Mereka semua silih berganti menemuiku dan menghiburku. Cara mendekatiku setelah bertahun-tahun tidak bisa disentuh. Perasaanku jauh lebih baik karena dunia tidak seperti yang kutakutkan selama ini. Mereka ternyata menerimaku sangat baik.

"Andrew?"

Aku baru saja akan bangkit berdiri setelah merenungi semua yang terjadi beberapa hari belakangan ini. Mendapati kakak perempuanku, Puteri Selena berdiri penuh senyum di ambang pintu masuk.

"Kakak ...."

Dia berjalan dengan langkah tergesa dan langsung memelukku begitu erat. Memang satu-satunya anggota keluarga yang belum menemuiku adalah kakak perempuanku ini. Dia tidak sedang berada di istana karena mendapat tugas ke salah satu daerah terpencil di Itya. Menjadi abdi negara sebagai perwakilan utama dari anggota keluarga kepala negara.

"Akhirnya setelah sekian lama aku bisa memeluk dirimu seperti ini," ucapnya terdengar serak.

Puteri Selena melepaskan pelukan hangatnya dan aku menemukan kedua matanya sudah basah. Dia kembali memelukku dan melepaskannya pelan-pelan. Isakannya makin terdengar. Aku memperhatikan sejenak bagaimana rambut cokelatnya dikepang rapi dan dibiarkan jatuh di pundak kirinya.

"Kau baik-baik saja? Tidak ada bekas luka yang patal, 'kan?"

Aku menggeleng pelan untuk menjawabnya. Dia mengusap kedua pipinya dengan punggung tangannya. Bola matanya persis sama seperti milikku. Hidungnya mungil namun indah. Baru pertama kali dalam hidupku, memperhatikan Puteri Selena sedekat ini. Dia tampak sangat cantik meski riwayat percintaannya mengenaskan.

THE UNFORGIVEN : Hidden Secret Of Them ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang