Semalam aku tertidur dengan nyenyak meski kadang terbangung karena mendengar suara anak-anak cacat itu masih bermain. Awalnya aku pikir Muana sudah cukup tega membiarkan mereka bermain di malam hari sampai larut. Namun semakin malam aku tidak mencemaskan mereka selagi suara mereka masih bisa tertangkap indera pendengarku.
Hari ini langit tidak terlalu cerah. Aku yakin tidak akan turun hujan juga karena memang awan-awan mendung terlihat bergerak cepat tersapu angin. Aku sudah membuka jendela untuk memulai hari ini. Ternyata suara jendela kayu itu cukup berisik saat terbuka.
Halaman di depan telah kosong dari ketujuh anak itu. Mereka sepertinya tidur pulas hari ini. Pintu rumah-rumah lain tampak tertutup rapat dan hampir tidak ada suara. Hanya angin yang bertiup menggerakan pepohonan saja tertangkap indera pendengarku.
"Selamat pagi."
Aku memperhatikan Dilla yang muncul di dekat teras kayu. Tadi aku tidak menemukanya di sana, tapi aku ingat kalau Dilla bukan manusia biasa. Dia masih suka muncul dan menghilang sesukanya.
Aku menyapanya ketika angin masuk ke jendela. Membuat rambutku langsung acak-acakan. Selagi aku merapikannya, aku melihat Dilla menenteng sejenis keranjang dari rotan. Seakan tahu apa yang akan menjadi pertanyaaku selanjutnya Dilla segera berkata, "Kau mau ikut aku pergi memetik buah?"
Menurutku itu hal yang cukup menarik untuk mengisi waktu di pagi hari ini. Apalagi aku terbiasa memakan buah di pagi hari ketika di istana. Seketika aku mendengkus karena masih saja mengingat kegiatan selama di ruanganku dulu.
Kami berdua beranjak dari rumah Muana. Dia tidak membagi keranjang yang sama karena Dilla tidak yakin aku bisa membawa buah nantinya. Aku menanyakan tentang Muana hari ini dan Dilla menjawab kalau Muana belum keluar dari kamarnya. Hanya sampai di situ percakapan kami tentang Muana karena aku tidak ingin lagi mencurigai siapapun di sini. Sudah bagus aku diterima dengan baik olehnya. Bahkan yang paling luar biasa sekarang adalah kutukan sialan itu telah hilang.
"Apa anak-anak itu adalah anak Muana?"
Dilla tiba-tiba berhenti melangkah, padahal kami baru saja meninggalkan pemukiman.
"Bukan."
Dia menjawab sambil kembali melangkah. Aku masih belum cukup dengan jawabannya. Anak-anak itu sangat aneh. Bahkan terkesan menyeramkan di mataku.
"Berhentilah menilai seseorang dari penampilannya. Jika kau ingin tahu sesuatu tentang mereka, aku yakin kau akan terkejut."
Aku menunggu itu. Meski baru sadar kalau apa yang ada di dalam isi kepalaku sekarang telah diketahuinya.
"Siapa sebenarnya mereka?"
Dilla berhenti dan juga berbalik menatapku. Dia berjalan di depan. Bisa dengan mudah membuat obrolan ini menjadi langsung berhadapan.
"Mereka adalah anak-anak yang dibuang oleh kedua orang tua bajingan. Kau tahu maksudku? Di Barma memiliki anak cacat sama saja dengan penyambut kesialan. Untuk itu Muana mengurus mereka semua di sini."
Terkejut sekaligus terpana dengan kebaikan yang dimiliki oleh Muana. Tidak mudah membesarkan tujun anak yang bukan darah dagingnya.
"Muana menemukan banyak bayi yang dibuang oleh orang-orang bodoh di luar sana. Dia tidak bisa membiarkan bayi-bayi itu mati di tempat sampah dan hutan. Ah, cukup sudah, aku jadi mau menangis membahas ini."
Dilla kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya. Sementara aku masih mengontrol diriku sendiri setelah mendengar kisah pilu ketujuh anak itu. Awalnya aku tidak menyukai mereka tapi setelah tahu aku merasa telah melewatkan hal baik di awal pertemuan kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE UNFORGIVEN : Hidden Secret Of Them ✔
Random🎖: Top 5 Writora 2023 - Take Your World © KANG ZEE present • (#) BOY'S IN THE NIGHTMARE • THE UNFORGIVEN : Hidden Secret Of Them • THE 6TH FULL NOVEL '2023' • Mystery, Thriller, Fantasy • Completed Andrew terlahir dengan kutukan buruk di dalam...