| Chapter 2 | : Coming Friend

32 10 14
                                    

Ketika aku bangun dari tidurku hari ternyata sudah menjelang malam. Matahari mulai bersinar agak temaram di ufuk barat. Aku tidak memungkiri kalau aku menikmati pemandangan tersebut dari balik kaca lebar di kamarku. Meski aku tidak bisa melihat secara langsung keindahannya karena jendela-jendela di kamarku sudah dikunci dengan kuat dari luar dan dalam.

Balkon kamarku dipenuhi pot-pot bunga agar tidak kosong melompong karena tidak pernah diinjak manusia. Batang-batang melilit dari tumbuhan menghiasi pagar balkon serta besi pengunci jendela kamarku yang menonjol.

Tumbuhan itu disiram air secara otomatis dari selang-selang dengan ujung berongga di atasnya agar tetap hidup. Jadi, tidak perlu susah payah membuka pintu balkon kamarku untuk menyiram tumbuhan-tumbuhan itu.

Siapa juga yang mau melakukan hal tersebut? Lagipula aku dilarang untuk keluar dari kamarku bahkan sekedar membuka jendela saja. Apalagi berdiri di atas balkon kamarku sambil menikmati matahari terbenam akan menjadi larang yang masuk dalam daftar.

Aku hanya bisa memakai tiga ruangan saja yang berisi kamar tidurku, ruang belajar yang paling luas dan kamar mandi. Sepanjang waktu aku menghabiskan waktu di ruang belajar itu. Ada empat rak berisi buku-buku pelajaran, dua sofa panjang, meja belajar, meja makan tunggal, lemari pendingin tempat makananku berada di pojok ruangan dan sekeranjang penuh mainan yang tidak pernah aku sentuh lagi.

Tahun ini usiaku sudah menginjak lima belas tahun. Aku sudah tidak membutuhkan mainan-mainan yang membosankan. Hampir dua tahun yang lalu aku mengumpulkan berbagai macam mainan pemberian ayahku ke dalam keranjang dari tali rotan yang setinggi dadaku. Aku tidak pernah menyentuh benda-benda kekanakan itu lagi. Mereka sangat tidak menarik lagi di mataku. Aku hanya ingin ditemani lebih banyak manusia dan merasakan udara luar seperti apa. Kadang kala, kebebasan membuat diriku jauh lebih haus.

Terkadang pula, aku hanya bisa menghabiskan waktu dengan melihat orang-orang dari jendela kamar, itupun letaknya jauh dan mereka terlihat berukuran kecil di bawah sana, berjalan-jalan di halaman luas istana. Mereka sudah pasti memiliki urusan masing-masing yang harus dilaporkan pada Raja mereka, Raja Andreas alias ayahku sendiri.

Gedung kerajaan negara Tora dibangun sangat megah di tengah kota yang ramai, tepat di ibu kota Melawa. Wilayahnya berdekatan dengan bagian ibu kota Patur. Gadung-gedung pencakar langit tentu hadir di mana-mana. Mayoritas orang-orang di sini adalah pekerja berdasi dan berseragam rapi.

Pohon-pohon Akasia di tanam di setiap siku kota agar menambah kesan enak dipandang. Jalan-jalan yang meliuk layaknya ular selalu dipenuhi kendaraan penambah polusi udara. Padahal beberapa kebijakan untuk memakai kendaraan pribadi telah dibatasi. Tapi orang-orang seakan tidak peduli.

Di sana terlihat sangat ramai dan bebas. Berbeda denganku yang hanya menjadi penonton selama ini. Sudah seperti alat perekam kegiatan orang-orang dari jarak jauh. Jika saja aku tidak sibuk belajar dan tidak terlahir dari kepala negara ini dan tidak memiliki kutukan sialan itu. Mungkin aku sekarang tengah berjalan-jalan seperti kebanyakan orang-orang di luar sana. Mereka juga akan mengtahui kalau anak bungsu Raja Andreas ternyata masih hidup.

Aku selalu menginginkannya. Dianggap ada, bebas dan menjadi selayaknya manusia biasa.

"Jadi itu keinginanmu?"

Aku terperanjat dari lamunan setelah sebuah suara asing berhasil mengalihkan semua fokusku sejak tadi. Refleks seluruh tubuhku bergerak cepat menghadap ke sumber suara. Meski otot-otot dileherku terasa sakit saat melakukannya. Kedua kalinya aku terperanjat melihat sosok asing telah berdiri di tengah ruangan kamarku.

Seorang anak perempuan. Terlihat sebaya denganku. Berambut hitam legam lurus. Tubuhnya ramping terbungkus gaun putih sebatas betis dengan renda-renda kecil di sekitar leher sampai ke pundak. Kulitnya putih pucat dan rautnya terlihat misterius.

THE UNFORGIVEN : Hidden Secret Of Them ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang