" Hidup itu pilihan, makanya jangan salah milih ya."
Hidup itu ternyata bukan hanya tentang mencari kebahagiaan, lebih dari itu, hidup adalah tentang ketenangan.
Mengejar segala ekspektasi yang orang-orang bilang akan membuat kita cepat lelah, apalagi hal itu sudah diluar kapasitas kita sebagai manusia.
Nabastala Kirana, wanita yang selalu tuhan pertemukan dengan rasa sakit. Tuhan seperti sengaja memberikannya banyak ujian, karena tuhan tahu ia bisa melaluinya.
Nyatanya? Kirana setengah mati menghadapi semuanya. Tapi tuhan tidak pernah bisa disalahkan, karena akan selalu ada solusi disetiap masalah yang ia berikan.
Yapp, tuhan selalu punya obat untuk setiap rasa sakit.
" Sekarang jelasin, kenapa ada Kirana dirumah kamu?" Ucap Arumi, padahal ia baru saja mendaratkan kakinya untuk turun dari motor.
Sekala turun dari motornya, membantu Arumi membuka helm bergambar Hello Kitty yang pacarnya kenakan. "Sabar sayang, baru juga sampai." Ucapnya mengelus pelan rambut Arumi yang terjuntai halus.
Wajah Arumi memerah, dia ga jago nyembunyiin rasa salah tingkahnya saat Sekala menatap matanya dengan senyuman maut.
"Pokoknya sekarang." Arumi melipat kedua tangannya, menaikan bibir bawahnya, memalingkan pandangannya kearah yang berlawanan dengan Sekala.
Tanpa aba-aba, Sekala menggenggam erat tangan Arumi. Memaksanya mengikuti setiap langkah yang ia ambil, sampai mendarat di pinggiran jalan yang pemandangannya langsung menuju pantai Ancol.
"Aku mau jelasin tentang Kirana yang dateng kerumah tadi, sebenarnya itu permintaan mamah, karena Chelsea adikku tidak mau makan kalo Kirana ga dateng kerumah." Sekala mencoba menjelaskan sebaik mungkin segala kenyataan tanpa ia tutupi satupun.
"Oh jadi dirumah kamu itu masih ga move on sama Si Kirana itu, ah atau mungkin kamu yang belum ngaku kalo udah putus. Ah i know, jadi gitu yaaa masih suka barang lama ternyata."
Ucapan yang Arumi lontarkan cukup membuat emosi Sekala menaik, walaupun ia bisa menahannya. Banyak yang telah hilang karena kemarahan, jadi Sekala tidak ingin kehilangan apapun lagi termasuk Arumi.
Sekala mencoba menenangkan kembali Arumi yang masih dipengaruhi api cemburu yang membara.
"Ngga gtu sayang, kamu harus ngerti keadaan aku sekarang." Ucap Sekala mengelus halus tangan Arumi, dengan maksud membuat hatinya luluh.
Arumi mencoba berdiam diri sejenak, lalu kembali berbicara saat setelah tak lama berpikir.
"Heum okedehh, tapi ini yang terkahir ya."
"Yapp janjii." Ucap Sekala berbarengan dengan senyum dua jari yang menggambarkan kebahagiaan.
"Heum." Jawab Arumi singkat, melontarkan senyuman sederhana untuk Sekala.
Sore ini didekat pantai Ancol menjadi tempat Sekala dan Arumi menghabiskan waktunya berdua. Menikmati keindahan senja yang mulai memunculkan eksistensinya.
Drtt drtt drt
Kirana mengambil benda pipih yang ia simpan didalam tas rajut bergambar Pinokio. Terdapat nama Soviet dinotifikasinya, ia segera mengangkatnya.
"Halo ma-"
"Halo, ini dengan keluarganya Bu Soviet? Jika benar, tolong segera datang ke rumah sakit Senjani. Terimakasih."
Belum sempat Kirana menjawab, saluran telepon tersebut sudah dimatikan. Hal itu cukup membuat Kirana khawatir, pasalnya Soviet tadi pagi sempat berbicara dengannya, ia akan berangkat ke bandara untuk terbang ke Bali.
Tanpa berpikir panjang, ia langsung berpamitan pada Laras. Sebenarnya kondisinya sangat tidak mengenakkan, ia harus meninggalkan Chelsea yang baru saja ia ajak main. Tapi mau bagaimana lagi, ia khawatir dengan kondisi Soviet sekarang.
"Halo Zee, lu bisa jemput gua dirumah Sekala ga sekarang? Penting." Kirana bergegas menghubungi Zee untuk menemaninya.
"Hah ko dirumah Sekala? Ngapain lu?"
"Banyak nanya ih, udah cepet sinii."
"Iyaaaa sabar, jalanan jakartakan macet keless."
"Please dipercepat ya, gua khawatir sama mamah gua."
"Oh okeh siap boss."
Jelang beberapa menit, Zee sudah tiba didepan gerbang rumah Sekala, membawa mobil Mercedez Benz berwarna merah muda.
"Ayo Zee ke rumah sakit Senjani, cepet." Ucap Kirana yang baru saja menutup pintu mobil dengan tergesa-gesa.
"Pelan-pelan ih, mobil gua rusak ntar."
"Bawel lu, ayo cepet."
Sepanjang jalan jakarta menuju rumah sakit Senjani, raut wajah khawatir selalu terlihat dalam diri Kirana.
Sesampainya mereka disana, sudah terdapat banyak polisi yang menunggu diluar ruangan UGD.
Kirana mencoba bertanya tentang kejadian apa yang telah terjadi, dan kenapa mamahnya ikut terlibat didalamnya.
Seketika tubuh Kirana tersungkur diatas lantai yang telah penuh dengan darah, mendengar bahwa supir yang membawa pergi tubuh Soviet telah meninggal akibat kecelakaan beruntun.
Kali ini Dewi Fortuna masih memihak padanya, Soviet dikabarkan belum kehilangan nyawanya, tapi kabar buruknya ia tengah menghadapi keadaan yang kritis, saat dokter mengatakan bahwa ia mengalami pendarahan yang luar biasa dikepalanya.
Soviet masih dalam penanganan dokter, terpaksa Kirana harus menunggunya diluar.
"Tenang ya Na, pasti mamah lu selamat ko."
Zee mencoba menenangkan Kirana yang sedari tadi terus menerus mengalirkan air matanya.Kirana hanya mengangguk, menyatakan respon setuju dan mengaamiinkan dalam hati. Rasa sesak dan tangisan tidak bisa membuatnya berucap sepatah katapun. Kalap, perasaannya campur aduk, ia telah kehilangan banyak hal selama ini, ia tidak siap jika harus merasakan kehilangan yang kesekian kali lagi.
Perpisahan selalu menjadi hal yang paling Kirana benci, atau mungkin dibenci oleh semua orang yang tidak ingin ada kata perpisahan.
Tapi nyatanya kata perpisahan itu tidak akan ada hentinya, sampai saat kita sendiri yang menghilang dari orang lain.
Perasaan sakit Kirana bertambah, saat ia mencoba mengabari Nakula, ayahnya. Dengan kata yang tak pantas dikeluarkan, Nakula ternyata hanya menambah rasa sakit yang kini datang.
"Mampus! Akhirnya dia mati juga."
"Jadi abis gini gua bisa nikah sama pacar gua dong."
"Bye byee wanita bodoh."
Kirana mendaratkan tubuhnya, memeluk erat Angkasa yang baru saja datang. Zee yang mengabarinya, Zee paling tahu siapa insan yang bisa buat Kirana tenang. Walaupun kenyataannya keadaan mamahnya masih belum bisa membuatnya tenang.
"Na, lu harus percaya takdir tuhan."
Kirana hanya menggeleng dalam pelukan Angkasa, tidak berucap sepatah kata pun.
"Tuhan gapernah ngasih rasa sakit tanpa ada obat penawarnya, Na."
"T-tapi tuhan selalu menguji gua, Sa." Ucap Kirana dengan suara yang agak serak, melepaskan pelukan Angkasa.
"Itu karena tuhan sayang sama lu."
"Nggak, tuhan ga sayang gua, Sa. Dia selalu ngasih rasa sakit buat gua. Tuhan ga ad-"
"Kirana." Angkasa kembali memeluk tubuh Kirana, ia tidak membiarkannya mengucap kata yang tidak baik diucapkan.
Rasa sakit memang selalu menjadi hal yang dibenci banyak orang, bagaimana tidak? Kehadirannya tidak pernah diinginkan oleh siapapun, tapi ia terus memaksa datang meskipun tanpa diundang.
Cara untuk melawan rasa sakit itu adalah dengan merasakan rasa sakit itu sendiri. Ketika kita sudah terbiasa dengan rasa sakit yang ia bawa, kita akan terbiasa untuk menemukan obat penawarnya.
Tbc...
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Untuk Kirana
Teen FictionNEW UPDATE ( Cerita ini insyaallah aku update setiap hari ^^ ) Halo, kembali lagi sama aku MasTirexx^^. Ini cerita baruku, semoga kalian suka ya^^. Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca. Prolog; Nabastala Kirana, seorang wanita cantik yang me...