Bab 11

12 2 0
                                    

" Perpisahan adalah kata yang dibenci banyak orang, bagaimana tidak? Ia terus datang meskipun tidak diundang."

Suasana pagi dirumah sakit Senjani masih belum berubah, sejak saat pertama kali Kirana menginjakkan kakinya disana. Tubuh Soviet yang masih terbaring lemah, menunjukkan kondisi yang belum bisa membuat semua orang tenang, terlebih Kirana.

Matanya mulai membengkak, menandakan tidak henti-hentinya ia menangis. Mengalirkan air mata setiap melihat wajah Soviet yang tak kunjung menunjukkan responnya.

"Tuhan, apakah kehilangan akan menghampiriku kembali??"

Lantunan doa-doa ia panjatkan, dengan harap yang tak lain demi keselamatan Soviet.

"Makan dulu, lu dari semalam ga makan apa-apa, Na." Angkasa menyodorkan sesendok bubur, dengan dalih membujuk Kirana agar mau makan.

Kirana hanya mengangguk, pandangannya tidak berubah, Soviet.

Melihat itu, Angkasa mencoba membujuk dan meyakinkan kembali Kirana.
"Na, sedih aja ga bakal ngerubah apapun. Lu harus makan, repot nanti kalo lu ikutan sakit." Ucap Angkasa kembali menyodorkan sesendok bubur.

Kirana menaikan pandangan, terlihat matanya yang telah membengkak berwarna hitam melingkar dikatup bawah matanya.

Memasukan suapan yang Angkasa sodorkan, mengunyahnya dengan perlahan.

"Makasih ya, Sa." Ucap Kirana menatap mata Angkasa yang juga menghitam karena belum tertidur dari semalam.

Angkasa kini seorang diri menemani Kirana, sedangkan Zee pergi pulang karena besok akan ada ulangan semester ganjil. Dan rencananya Zee akan mengajak Tenggara dan Abimanyu untuk menjenguk Soviet demi memberikan semangat pada Kirana.

Sebenarnya Kirana sudah menyuruh Angkasa untuk pulang, ia tidak ingin karenanya Angkasa harus menyusul ulangan yang tertinggal.

Tapi bagi Angkasa, Kiranalah yang lebih penting. Ia tidak ingin meninggalkannya dalam kesendirian, terlebih disaat ia sedang berduka seperti ini, harus ada yang menjadi pundak untuknya.

Waktu menjelang sore, Kirana dan Angkasa kini kedatangan Zee dan kedua teman Angkasa, Tenggara dan Abimanyu. Mereka membawa buah strawberry kesukaan Kirana, memberikannya dorongan agar bisa tegar menghadapi semua ujian ini.

"Na, kemarin gua ketemu Bu Lizza, katanya lu sama Angkasa bisa ulangan online."
Ucap Zee duduk disamping Kirana.

"Serius lu?" Ucap Angkasa sembari merapikan kembali bubur yang tidak dimakan habis oleh Kirana.

"Iyaa, masa gua becanda, gua juga liat sikon kalii." Zee Indurasmi, wajahnya selalu terlihat jutek bahkan saat sedang berbicara biasa.

"B aja dong, makasihhh infonya nona jutekannn." Iseng Angkasa, memeragakan ekspresi juteknya Zee.

"Angkasa lol." Zee mengalihkan pandanganya pada tubuh Soviet yang masih terbaring lemah diatas kasur.

"Na, yang sabar yaa. Pasti mamah lu sembuh, walaupun agak ngeselin tapi gua juga gamau lu sedih."

Zee memang orang yang paling tau tentang keluarga Kirana, tentang Soviet yang killer, atau bahkan tentang Nakula yang super duper pakboyy. Ia tau semuanya, sebab Kirana yang menceritakan itu semua.

Wonderwomen adalah kata yang mungkin sebagian orang menganggap Kirana seperti itu. Tapi tidak dengan Zee Indurasmi, sahabat yang paling mengenal Kirana lebih dari siapapun, kecuali tuhan.

Itulah yang membedakan wanita dengan pria, wanita lebih condong pada hal yang bersifat berbagi cerita, jarang ada wanita yang mampu menyimpan semua lukanya sendirian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 25, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 Senja Untuk KiranaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang