𝐂𝐡𝐚𝐩𝐭𝐞𝐫 𝟎𝟑

360 35 0
                                    

"Kakak tunggu sebentar, ini haru buatkan bekal"

Si bungsu menghentikan ketiga kakaknya yang sudah rapi dengan seragam sekolah dan sudah bersiap untuk berangkat.

Haruto menenteng tiga kotak yang berisi makanan. Ia berinisiatif membuat bekal untuk ketiga kakaknya agar tidak jajan sembarangan di sekolah.

"Kau membuatkan bekal untuk kami dengan tangan kotor mu itu? Jangan bercanda!"

Mashiho selaku kakak kedua menatap jijik haruto beserta kotak bekal yang ia pegang.

"Buang saja. Kamu tidak butuh perhatian mu" celetuk Asahi menambahkan.

"Lagi pula kami tidak pernah memiliki adik pembunuh seperti mu. Ayo pergi"

Kini Yoshi yang berbicara ia menatap jengkel adik bungsu yang tidak dianggapnya ini. Ia beranjak lebih dulu dengan Asahi dibelakangnya.

𝘗𝘳𝘢𝘯𝘨!

Sebelum pergi, mashiho menepis ketiga bekal itu hingga tercecer dilantai. Haruto hanya diam menunduk menerima perlakuan ketiga kakaknya ini. Ia ingin menangis sungguh.

Apa salahnya membuat bekal untuk kakak kakaknya?, lagipula ini makanan sama yang mereka makan tadi pagi. Jika tidak mau menerima, haruskah kakak keduanya menepis makanan ini hingga tercecer dilantai?.

Dengan berat hati haruto mengutipi makanan yang sudah tercecer dilantai ini. Dia terus menunduk dan sesekali mendonggakkan kepalanya melihat punggung lebar ketiga kakaknya yang beranjak pergi.

Saat haruto masih mengutipi makanan yang tumpah, sang papa lewat. Hanya lewat, tidak bertanya atau memandang barang sedikit pun anak bungsunya yang sudah seperti pembantu itu.

Haruto ingin menangis. Tapi ia sadar, tidak ada gunanya menangis dalam keluarga ini. Mau haruto menangis meraung raung tetap tidak akan ada yang peduli dengannya.

Setelah selesai, ia mengepel lantai itu dan membawa kotak bekal yang kotor ke dapur untuk dicuci.

Haruto sudah rapi dengan baju seragamnya. Ia satu sekolah dengan mashiho dan Asahi. Haruto itu kelas satu, Asahi kelas dua dan mashiho kelas tiga. Mereka bertiga sudah duduk di bangku sma.

Kalau Yoshi sudah kuliah dan mengambil jurusan perkantoran. Ia ingin meneruskan bisnis serta perusahaan sang papa.

Hari ini haruto ke sekolah diantar oleh supir, biasanya anak itu akan menaik bus. Meski keberadaan disini tidak dianggap, namun hanbin tetep menyekolahkan nya.

Alasannya, hanbin tidak ingin dalam rumah ini ada yang bodoh dan tidak berpendidikan. Mau ditaruh dimana reputasinya nanti jika salah satu keturunannya tidak berpendidikan!

Yah, walau hanbin tidak akan pernah mengakui sebagai anak sampai kapanpun.

Hanbin masih benci dengan keadaan ini. Sangat benci!

Haruto duduk dibelakang kursi penumpang. Ia menyampirkan tas ranselnya dipundak bagian kanan dan tangannya memangku totebag berisi bekal makanan.

15 menit sudah haruto sampai di sekolahnya. Ia melangkahkan kakinya menuju kelas.

Sepi.

Satu kata yang menggambarkan kelasnya saat ini. Sekarang masih jam 07.10 sedangkan bel masuk pukul 08.00 jadi haruto tak terkejut jika kelasnya masih kosong.

Ia segera duduk di bangkunya dan menelungkupkan kepalanya ditangan. Tak sadar bahwa lama lama dia terbawa mimpi.

...

"Ru!! Woy Haru!"

"Masih napas nggak?"

"Anjir lu."

"Hehehe bangunin gih 5 menit lagi masuk."

"Iya ini juga lagi usaha bacod amat sih."

"Yee situ ngegas."

"Woy!! HARUTO" teriaknya tepat ditelinga haruto.

"Hah?!!" Haruto tersentak kaget. Ia melemparkan tatapan bengis pada pelaku yang membuatnya terpaksa bangun.

"HAHAHA." tawa mereka berdua.

"Kalian berdua ya! pernah gw lempar pake panci belum si?!"

"Jeongwoo duluan tuh yang nyuruh gw teriak kaya toa."

"Lo dulu ya nyet! dasar wawan"

"Eh lu ngapain bawa bawa bapak gw."

"Yee sorry gw gak tau nama bapak Lo Wawan."

"Terserah." Haruto hanya menggelengkan kepalanya karena tingkah sahabatnya park jeongwoo dan so Wawan eh itu bapaknya yang bener itu so junghwan.

"Woy ru pucet amat dah kaya vampire" ucap Junghwan.

"Lebay Lo."

"Jam pertama olahraga kan ya? Lo kuat ru?" Kini jeongwoo yang bersuara.

"Apaan si orang gw aja nggak sakit."

Bel berbunyi. Seorang guru olahraga masuk dan memberi instruksi seperti biasa menyuruh para muridnya untuk berganti pakaian dan kelapangan setelahnya.

𝙇𝙖𝙥𝙖𝙣𝙜𝙖𝙣

"Oke anak anak hari ini olahraga kita sepak bola. Putri nanti dilapangkan sebelah barat sedangkan putra disebelah timur ya mengerti?!"

"Mengerti!" jawab mereka semua dengan kompak.

"Seperti biasa kalian lari keliling lapangan 3 kali untuk putra dan 2 kali untuk putri setelah itu pemanasan dipandu absen nomer 2 mengerti?!"

"Mengerti!" jawab mereka kompak untuk kedua kalinya.

Kini mereka semua berlari berlomba lomba untuk bisa sampai duluan.

Sedangkan haruto? Masih tertinggal dibelakang. Padahal jeongwoo dan Junghwan sedang lari secepat cepatnya seperti orang kerasukan, entah kenapa kepalanya sangat pusing padahal ia sudah sarapan dan cuaca pagi ini juga tidak terlalu panas.

Kaki haruto juga terasa semakin berat, penglihatannya sedikit memburam tak terasa cairan warna merah mengalir di Indra penciumannya. Haruto buru buru mengusap hidung agar tidak ada yang tau namun sialnya darah tetap keluar dari hidung mancungnya.

"Ru lama amat dah! Gw udah lari keliling 2 kali nih...Haru!! Lo mimisan!" Cecer Jeongwoo.

"Gak papa paling gw cuman kecapean."

"Kalian kenapa lama banget sii?!"

"Haruto?! lo kenapa?!" tanya Junghwan heboh yang sudah mulai sadar dengan situasi.

"Udah gw bilang gw gak pa-"

𝘽𝙧𝙪𝙠

"HARUTO!!!"























Tbc.

HARUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang