"Eungh"
Leguhan khas bangun tidur keluar dari sela bibir haruto, menyadari bahwa ia tidur dilantai tak beralaskan membuat pinggangnya terasa sakit.
Kemarin malam Sepertinya anak itu tertidur di lantai depan pintu, tak bangkit untuk menuju kasur.
Kepalanya juga terasa pusing karena dia tidur tanpa menggunakan bantal. Meskipun kakinya masih terasa perih dan pegal haruto tetap mencoba berdiri dan berusaha bersikap biasa saja.
Ia segera bangun dan bersiap untuk mandi. Hanya butuh 15 menit bagi haruto untuk siap sekarang masih pukul 05.00, haruto segera melangkahkan kakinya turun ia harus membuat sarapan untuk papa dan ketiga kakaknya. Pekerjaan seperti ini sudah biasa menjadi rutinitasnya setiap hari.
Disini hanya terdapat dua maid saja dan itu akan datang pada pukul sembilan nanti. Maid itu hanya akan bersih bersih sesekali membuat sarapan sore ketika haruto belum pulang.
"Em haru mau memasak apa ya hari ini?" Tanya nya kepada diri sendiri.
Lama berpikir akhirnya ia memilih memasak yang simpel simpel saja. Tangannya dengan lihai memotong, memasukkan, mengaduk semua bahan yang ingin dimasak. Sesekali ia meringis karena badannya terasa sakit, walaupun begitu haruto tidak menyerah untuk membuat sarapan untuk keluarganya.
Ia menyendokkan sedikit masakan tadi dan menyeruputnya. Bibirnya mengecap ngecap guna merasakan apakah sudah pas atau belum.
"Hm enak. Sudah pas"
Hanya tiga menu yang ia buat. Dibuat dengan penuh cinta dan kasih sayang. Lama berkutat di dapur akhirnya haruto selesai dengan kegiatannya.
"Iyeay selesai. Tinggal di susun di meja"
Tidak butuh waktu lama untuk menyusun sarapan. Hanya dengan dua kali angkut sarapannya sudah tersusun rapi di atas meja makan.
Lalu ia melihat jam besar yang tergantung di dinding. Pukul 06.00, ia kembali kedapur dan mencuci perkakas yang kotor.
Ia melihat satu persatu kakaknya turun dan menghampiri meja makan. Terakhir adalah papanya yang turun dan langsung menyapa kakak kakaknya.
"Morning anak papa semua"
"Morning pah" jawab mereka bersamaan.
Merek mulai memakan sarapan dengan khitmat, sesekali bercanda layaknya keluarga dan membahal hal random.
Haruto yang berada di dapur itu tersenyum lebar saat melihat ke empat orang yang disayangnya makan dengan lahap.
Mereka terlihat sangat bahagia tanpa dirinya disana.
Pandangannya memburam kala cairan bening sudah mengenang di iris matanya.
"Tidak haru kamu tidak boleh menangis"
Ia kembali tersenyum dengan lebar walau dadanya sangat sesak. Ia mengambil piring dengan sisa lauk yang dimasaknya tadi dan sarapan sendirian di dapur.
Iya sendirian.
Watanabe haruto adalah anak bungsu dari Watanabe hanbin dan Watanabe Lisa. Ia memiliki tiga kakak yang bernama Watanabe Yoshi, Watanabe mashiho, dan Watanabe Asahi.
Haruto sangat di benci dikeluarganya ini. Mereka menganggap kematian sang mama adalah salahnya. Salahnya karena sudah lahir kedunia dan membuat sang mama pergi untuk selama lamanya.
Ketiga kakaknya terus saja menyalahkannya dan tidak sedikit juga membentaknya. Bahkan papanya juga tak segan segan memukuli atau bahkan mencambuk anak bungsunya ketika ia berbuat salah di mata papanya itu.
Haruto sendirian sejak kecil. Semua keluarga, kerabat mereka membencinya. Mereka menyebutnya pembunuh dan anak pembawa sial.
Kala itu haruto kecil tidak mengerti apa yang keluarga dan kerabatnya katakan, Namun setelah beranjak dewasa ia paham maksud dari perkataan keluarga dan kerabatnya. Dadanya sangat sesak kala itu, namun ia mencoba untuk tegar dan menerimanya.
Haruto juga tidak membenci mamanya sama sekali. Haruto sangat mencintai mamanya lebih dari apapun. Haruto tahu kalau sang mama juga mencintainya.
Buktinya sang mama rela bertaruh nyawa demi dirinya lahir kedunia. Sampai tuhan memanggil mamanya kala tangisan pertama haruto menyapa kerasnya dunia.
Mamanya meninggalkan dirinya untuk selama lamanya, bahkan haruto belum sempat melihat wajah sang mama untuk pertama kalinya.
Bentakan, hinaan, makian, tidak ada keperdulian itu adalah makanan sehari hari haruto di mansion megah ini. Ketiga kakaknya tidak segan untuk mencaci adik bungsu mereka.
Sang papa hanya melihat bahkan sesekali ikut andil dalam melakukan kekerasan terhadap anak bungsunya.
Kalau kalian tanya apakah haruto membenci keluarganya. Jawabannya adalah tidak. Haruto sangat menyayangi ketiga kakak dan papanya melebihi apapun.
Kalo boleh berharap haruto ingin disayangi dan dikasihi oleh papa dan kakaknya. Haruto ingin dijaga dan dimanja oleh keluarganya.
Diajak mengobrol, makan bersama, bercanda dan tertawa. Dia sangat ingin.
Tapi itu hanya harapannya saja. Ia harus menelan dalam dalam harapan itu, karena sampai kapan pun itu tidak akan pernah terjadi.
Jangankan untuk dicintai atau dikasihi untuk makan bersama saja mereka sangat menolak kehadiran di bungsu.
Pernah saat itu haruto mencoba duduk dan makan bersama papa dan ketiga kakaknya, mereka langsung mendengus dan menatap haruto secara tajam.
Dan baru saja ia akan mendaratkan pantatnya untuk duduk sudah di tahan oleh ketiga kakaknya dengan cacian.
"𝘜𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘢𝘱𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘸𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘭 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪"
-𝘠𝘰𝘴𝘩𝘪" 𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳. 𝘛𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵 𝘮𝘶 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘴𝘪𝘯𝘪, 𝘬𝘢𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘯𝘵𝘢𝘴 𝘣𝘦𝘳𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘴𝘪𝘯𝘪. 𝘉𝘪𝘴𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘪𝘢𝘭"
-𝘔𝘢𝘴𝘩𝘪𝘩𝘰"𝘚𝘦𝘭𝘦𝘳𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘩𝘪𝘭𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘶𝘩"
-𝘈𝘴𝘢𝘩𝘪Begitulah cacian yang dilontarkan ketiga kakaknya untuk si bungsu. Sang papa hanya diam dan menatap haruto jijik.
Haruto paham. Ia hanya tersenyum menanggapi ke empat orang yang disayangnya ini. Ia pergi ke dapur untuk makan.
Sendirian. Tapi tidak apa dari pada mereka jadi terganggu. Prioritas haruto saat ini adalah keluarganya.
Dadanya begitu sesak kala mengingat kejadian itu untuk pertama kalinya. Saat mendengar cacian yang keluar dari mulut keluarganya langsung.
Haruto bisa apa?
Yang bisa haruto lakukan adalah tetap tegar dan tetap menyayangi sang papa dan ketiga kakaknya.
Haruto tersenyum disela sarapan paginya, ia tersenyum sambil mengintip sedikit keluarga kecilnya yang mulai selesai makan.
Haruto sangat bersyukur sang papa masih mau membiayai sekolahnya walaupun tidak untuk keperluan yang bukan kepentingan sekolah.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARU
Ficção GeralHaruto hanya ingin papa dan ketiga kakaknya menyayangi layaknya keluarga harmonis dan berhenti menyebutnya anak pembunuh dan anak pembawa sial.