Kini haruto dan Bobby sedang berada dalam bus.
Sebelum mereka pulang terjadi sedikit percekcokan antara mereka berdua Radit yang ingin pulang dan Bobby yang melarangnya sampai akhirnya Bobby mengalah."Pak terimakasih ya, berkat bapak saya sudah baikan."
"Sama sama haruto kamu sudah bapak anggap seperti anak bapak sendiri, kamu harus selalu sehat ya?"
"Iya pak." Senyuman terukir di bibir pucat anak itu. entah sudah berapa kali ia berbohong pada Bobby hari ini.
"Acara akhir tahun nanti kamu datang ke rumah bapak ya? ajak orang tua kamu juga kita rayain bareng bareng." Ucap Bobby bersemangat.
"Ah! Iya pak! Saya pasti datang. Oh! Kayaknya saya harus turun disini." Menyadari bahwa bus sudah sampai ditempat kerjanya haruto segera berpamitan pada Bobby.
"Disini?"
"Iya saya duluan ya pak terimakasih."
"Iya hati hati haruto!" Haruto membalas dengan senyuman lalu langsung keluar dari bus yang ia naiki dan segera berlari ke arah tujuannya.
Bobby menatap punggung haruto yang semakin menjauh, maka laki laki itu berkaca kaca merasa bahwa ia juga bisa merasakan beban yang ditanggung haruto.
𝙁𝙡𝙖𝙨𝙝𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙤𝙣
"Dok, gimana keadaan haruto?" tanya Bobby khawatir.
"Dia hanya kecapean, permisi."
"Jangan berbohong dok, saya tau dokter berbohong. Mana ada kecapean sampai mimisan sesering itu."
"Maaf saya tak bisa memberitahu, ini privasi pasien."
"Saya mohon, saya wali kelasnya. Perwakilan dari orang tua haruto."
Dokter dengan name tag Sehun itu menghela nafas pelan, lalu menatap Bobby.
"Haruto terkena kanker otak. Dia harus segera di kemoterapi agar sel kankernya tak menyebar terlalu lebar, sekarang ia sudah mencapai stadium 2."
"Saya tidak bisa mengatakan bahwa penyakitnya sudah parah karena itu hanya akan membuat pasien lebih tertekan. Tolong jaga dia dan bujuk dia agar mau melakukan perawatan. Saya rasa hanya ini yang bisa saya katakan saya permisi."
Sehun berjalan menjauhi ruangan haruto, meninggalkan Bobby yang mematung. Bobby bisa melihat dari jendela pintu melihat haruto yang sedang melamun menatap jendela luar.
Ia ingin sekali berlari dan memeluk bocah malang itu. Tapi ia tau haruto tak suka terlihat lemah di mata orang lain.
"Malang sekali Nasib kamu ya nak..."
•
•
•
•
Haruto kini memasuki restoran tempat ia bekerja melewati pintu belakang. Para pegawai disitu sedikit terkejut karena mereka tau ini belum jam pulang sekolah.
"Haruto? Kamu nggak sekolah?" tanya seorang pegawai wanita paruh baya.
"Haruto sekolah kok Tante."
"Tumben udah pulang." kini yang bertanya seorang chef laki laki yang terlihat sedang membuat pasta yang terlihat sangat menggiurkan.
"Kamu sudah makan haru?" Perempuan paruh baya tadi mengalihkan pembicaraan ia merasa sepertinya haruto tak mau menjawab pertanyaan sebelumnya dilihat dari ekspresi anak itu yang berubah murung.
"Sudah Tante jiso." Balas anak itu, ia berbohong karena tidak mau merepotkan wanita tersebut, melihat bahwa cucian piring yang sedang wanita itu garap sangat banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
HARU
Ficção GeralHaruto hanya ingin papa dan ketiga kakaknya menyayangi layaknya keluarga harmonis dan berhenti menyebutnya anak pembunuh dan anak pembawa sial.