Xiao Zhan menyandarkan kepalanya lemas pada kaca jendela mobil. Saat ini perasaannya campur-aduk tak karuan, gelisah berkecamuk dalam pikirannya. Amplop cokelat di tangan dibiarkan terbuka begitu saja.
"Zhan... kau baik-baik saja?" tanya Wang Talu di tengah kegiatannya mengemudikan kendaraan roda empat yang mereka tumpangi, sesekali melirik sahabatnya khawatir.
Xiao Zhan mengangguk lesu.
Sebenarnya Talu telah menyarankan agar sahabatnya tersebut tetap beristirahat di rumah sakit sehari lagi sampai benar-benar pulih. Tetapi, Xiao Zhan bersikeras ingin pulang. Wang Talu yang selalu memahami sifat keras kepala Xiao Zhan sudah tahu dirinya tak akan bisa menentang, sehingga ia berinisiatif untuk mengantarkan lelaki manis itu pulang dengan selamat, setelah mengambil barang-barang penting yang tertinggal di butik.
Ting!
Notifikasi pesan pada ponsel Xiao Zhan berbunyi nyaring, memecah keheningan.
'Transaksi cc Anda 56XXXXXXXXX di G***I Pacific Mall sebesar ¥20.000 telah berhasil.'
Entah sudah terhitung berapa kali hari ini Xiao Zhan menghela napas lelah. Ia lekas mematikan ponsel hingga permukaan layar sentuh sepenuhnya menggelap dan kembali bersandar sambil memejamkan mata.
Siapa lagi yang bisa menggunakan credit card miliknya sesuka hati jika bukan ibu tirinya? Demi menjamin ibundanya mendapatkan konsumsi teratur selama tiga kali dalam sehari, Xiao Zhan harus menjaminkan cc miliknya pada ibu sambungnya yang gemar berfoya-foya itu. Untung saja masih ada uang bulanan dari Wang Yibo untuk menutupi cicilan besar yang masuk tagihan setiap bulannya, sedangkan penghasilannya sendiri seringkali dirampas oleh sang ayah.
Tetapi tak apa, karena Xiao Zhan sudah memperkirakan hal ini saat dirinya bersedia menikah dan angkat kaki dari kediaman yang tak ubahnya seperti neraka itu. Sekarang, tinggal memikirkan cara untuk membawa ibu kandungnya ke luar dari sana.
"Zhan, kita sudah sampai di rumahmu. Apa kau masih ingin tidur?"
Suara Talu yang mengganggu rungu, membuat Xiao Zhan membuka netranya enggan. Pria tampan itu membantu melepas seat bealt-nya dan berjalan ke luar mobil, membukakan pintu untuknya.
"Ayo," ajaknya sambil mengulurkan tangan.
"Talu, aku bisa sendiri. Jangan memperlakukanku seperti perempuan," protes Zhan dengan bibir melengkung ke bawah.
"Tidak. Biar kubantu."
Wang Talu melingkarkan tangannya pada pinggang ramping Xiao Zhan untuk memapah sahabatnya itu masuk ke dalam rumah.
Pemandangan tersebut tak lepas dari intaian sepasang mata tajam yang memperhatikan kedekatan keduanya dari jendela besar di lantai dua. Wang Yibo meletakkan cangkir porselen ke atas meja kerjanya dengan sedikit penekanan.
Hari sudah menjelang malam. Melihat Xiao Zhan pulang terlambat diantar oleh seorang pria yang terlihat cukup dekat dengannya menghadirkan cubitan kecil pada relung hatinya, mendadak suhu ruangan berubah gerah. Posisi tubuh Xiao Zhan dan pria itu yang sangat menempel turut menyiram minyak pada kobaran api. Wang Yibo tidak bisa menerima ini.
*****
Xiao Zhan berulang kali menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan, mencoba menetralkan kegugupan dalam dirinya. Setelah mengalami pergulatan batin selama lima menit, akhirnya ia memberanikan diri untuk muncul dari balik lorong menuju ruang baca, tempat di mana sosok yang dicarinya biasa menghabiskan waktu bersantai.
Di bawah cahaya lampu kekuningan, Wang Yibo berdiri tenang menghadap jendela sambil memegang gelas seloki berisi minuman beralkohol.
Xiao Zhan heran, mengapa lampu utama ruangan ini tidak dinyalakan. Mengesampingkan hal itu, perhatian Xiao Zhan sepenuhnya teralihkan pada figur tegap punggung Wang Yibo. Pria itu begitu menawan mengenakan vest sebagai luaran, dan lengan kemeja yang tergulung hingga siku, ditambah wajah tampannya yang mampu membuat Xiao Zhan berdecak kagum dalam hati.
"Wang Yibo," panggilnya. Suara yang keluar dari tenggorokannya terdengar sangat tidak percaya diri.
Lelaki yang dipanggil itu berbalik menghadap Xiao Zhan dengan sebelah alis tebalnya yang terangkat, isyarat untuk menanyakan tujuan Xiao Zhan memanggilnya.
Dengan takut-takut, Xiao Zhan menyerahkan sebuah amplop cokelat seukuran kertas A4 yang sejak tadi tak sengaja dirematnya karena gugup.
Wang Yibo mengamati amplop bercapkan logo sebuah rumah sakit ternama yang tertera pada sampulnya, kemudian mengambil kertas hasil pemeriksaan di dalamnya. Netra tajamnya membaca kata demi kata yang tertuang di atas kertas dengan tenang. Setelah selesai, ia mengembalikan kertas itu pada Xiao Zhan yang masih berdiri tegang.
"Yi-Yibo..." Xiao Zhan mendadak was-was melihat tak ada reaksi yang berarti dari suaminya.
"Kamu hamil?" tanya Yibo dengan ekspresi datarnya.
Pria tampan itu tak terlihat kaget sedikit pun karena telah mengetahui bahwa Xiao Zhan termasuk seorang male pregnant yang populasinya terbilang sangat kecil di negara ini.
Xiao Zhan mengangguk hati-hati, mengiyakan.
"Kita hanya pernah melakukannya sekali, dan kamu berharap aku akan mengakuinya sebagai anakku?"
Xiao Zhan terkesiap mendengar jawaban yang tak ia perkirakan keluar dari mulut laki-laki itu, "Ta-tapi, aku hanya pernah melakukannya denganmu, Wang Yibo..." Xiao Zhan gagal mempertahankan kestabilan intonasinya, suaranya bergetar.
"Dan, kamu pikir aku akan percaya begitu saja?" Wang Yibo meletakkan gelas di tangannya lalu segera beranjak, hendak ke luar meninggalkan ruangan tersebut.
Grepp!
Namun, langkah Wang Yibo terpaksa terhenti karena tarikan Xiao Zhan pada lengannya. Tangan Xiao Zhan terasa dingin dan gemetar, ini adalah pertama kalinya dia berinisiatif menyentuh Wang Yibo.
"Wang Yibo, percayalah padaku... ini adalah anak kita..."
Netra elang milik Wang Yibo memicing tajam, mengirimkan sinyal intimidasi kuat yang membuat Xiao Zhan gentar. Sebelum air mata yang menggenang di pelupuk mata istrinya bersiap tumpah, Wang Yibo menghempaskan tangan Xiao Zhan agar terlepas, kemudian beranjak pergi meninggalkan Xiao Zhan sendirian.
Sesampainya di kamar, Wang Yibo membanting pintu bercat putih gading itu keras, hingga menggema ke sepanjang lorong. Pria itu menyandarkan punggungnya pada dinding dan memandangi telapak tangannya yang gemetar.
Wang Yibo hampir saja luluh jika saja ia sempat melihat air mata turun dari netra bulat Xiao Zhan tadi. Sayangnya, ia menolak untuk peduli. Berkali-kali Wang Yibo menekankan pada dirinya, bahwa Xiao Zhan bukanlah siapa-siapa, hanya orang asing yang dipaksa masuk ke dalam hidupnya. Itu adalah sugesti yang selalu ia ulang bagaikan mantra ketika hatinya perlahan goyah.
Wang Yibo takut. Takut jika suatu saat nanti dirinya akan menyerah dan menjadi budak cinta, melihat banyaknya manusia di sekitarnya yang dengan mudahnya dibodohi oleh perasaan tak kasat mata yang menyesatkan.
*****
Xiao Zhan mencoba memejamkan mata agar terlelap di atas ranjang besarnya yang dingin, meskipun lelehan bening tak henti-hentinya mengalir dan menetes pada bantal. Ia menarik napas untuk menetralkan suasana hatinya.
'Tak apa, Xiao Zhan, masih ada hari esok. Masih ada banyak cara untuk membuat Wang Yibo percaya padamu.'
.
.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chance of Love [Yizhan] END✔️
FanfictionWang Yibo adalah seorang pengusaha besar yang terkenal dingin dan arogan. Ia dengan tega menyia-nyiakan istrinya, Xiao Zhan, dan menjadi penyebab tragis kematiannya. Setelah menyadari perasaan cintanya pada sang istri, Yibo tak sanggup menanggung ra...