Suara dentingan antara sendok dan piring memecah kesunyian ruangan yang dihuni oleh tiga orang di dalamnya. Mereka tengah menghabiskan isi piring masing-masing dengan tenang, sesuai adab yang sudah seharusnya diterapkan di meja makan.
Tapi, tidak setenang penampakan yang terlihat di permukaan, kini jantung Xiao Zhan berdegup kencang layaknya tengah mengikuti perlombaan balap lari. Penyebabnya hanya satu, yakni Wang Yibo—suaminya sendiri—sedang duduk di sampingnya dengan lengan piyama yang tergulung hingga siku. Tangan kekar pria itu menyendok masakan buatan Xiao Zhan dengan lahap. Apakah Yibo menikmatinya? Xiao Zhan menahan senyum bodoh yang hampir terkulum di bibir, tidak sia-sia sore tadi ia memasak resep andalannya.
"Xiao Zhan, mengapa tidak dilanjutkan, apa sudah kenyang?" tegur Oh Sehun—kakak iparnya—yang memergoki Xiao Zhan tengah mematung di tengah acara meyendoknya.
"E-eh, tidak Ge. Akan kuhabiskan." Xiao Zhan merutuki dirinya sendiri dalam hati. Hampir saja ia terpergok curi-curi pandang dan mengagumi figur samping Wang Yibo yang tentunya tak pernah gagal terlihat tampan.
Wang Yibo melirik sekilas dan menutup acara makan malamnya dengan meminum segelas air putih. Kemudian, segera bangkit berdiri dan berjalan menuju kamarnya tanpa berpamitan.
Sekarang hanya tersisa mereka berdua di meja makan besar itu.
Oh Sehun menghela napas pelan. "Setidaknya dia bisa untuk sekedar mengucapkan terima kasih atau selamat malam pada istrinya. Jangan terlalu diambil hati, Zhan." Ia bimbang, harus menasehati Wang Yibo bagaimana lagi agar adiknya itu bisa mengubah sikapnya dan lebih terbuka pada istrinya.
"Tidak masalah, Ge." Xiao Zhan tersenyum kecil, sudah terbiasa dengan tabiat Wang Yibo yang kelewat dingin.
*****
Beberapa minggu berlalu dengan sedikit perubahan. Wang Yibo selalu hadir di meja makan dan tak pernah lagi mengacuhkan segala pelayanan yang diberikan oleh istrinya. Contohnya, ia memakai setelan kerja yang selalu disiapkan oleh Xiao Zhan setiap pagi tanpa banyak protes, bahkan membiarkan lelaki manis itu memasangkan dasi di lehernya begitu saja. Perlahan, kehadiran Xiao Zhan sudah tak terasa asing lagi, entah sihir macam apa yang digunakan hingga lelaki manis itu mampu menyusup ke dalam dinding pertahanan kokoh di sekeliling Wang Yibo.
Namun, sejalan dengan perubahan Wang Yibo, Xiao Zhan juga turut mengalami keanehan yang akhir-akhir ini sangat jelas dirasakannya.
Xiao Zhan jelas bukan tipikal seorang submisif yang manja dan ingin selalu menempeli sang dominan sepanjang waktu. Tetapi, entah mengapa beberapa hari ini dirinya sangat mendamba kehadiran sosok Wang Yibo di sisinya. Ingin memandangi dan mengagumi paras tampan suaminya, bahkan diam-diam mengharapkan sentuhan dari lelaki itu. Sayangnya, mengingat bagaimana hubungan mereka berdua, sepertinya Xiao Zhan harus memendam keinginan tersebut dalam-dalam.
Pagi itu, setelah menyiapkan satu set pakaian kerja, Xiao Zhan menghampiri keranjang di mana baju-baju kotor Wang Yibo digeletakkan. Ia segera mengangkat keranjang yang beratnya tak seberapa itu dan membawanya ke ruang cuci.
"Tuan Xiao, biar saya bawakan." Seorang gadis pelayan segera menyambutnya, tidak ingin membiarkan majikannya mengerjakan pekerjaan pelayan lebih lama.
"Tidak apa-apa, biar aku saja."
"Tapi, Tuan..."
"Hari ini aku sedang ingin mencuci pakaian suamiku sendiri. Kau boleh pergi," ucap Xiao Zhan semangat.
Gadis pelayan itu bergumam heran, kemudian membungkuk dan pamit keluar. Menuruti perintah Xiao Zhan begitu saja. Sedangkan Xiao Zhan, mengamati sekeliling ruangan luas yang berisi belasan mesin cuci canggih beserta rak-rak yang berjajar menampung pakaian rapih, dan menghampiri salah satu mesin cuci dengan riang.
Inilah yang menjadi tujuannya sejak tadi.
Diletakkan keranjang yang memuat pakain kotor, kemudian memasukkan tiap lembar kain ke dalam tabung. Sejenak, atensinya terfokus pada kemeja biru yang dipakai oleh Wang Yibo kemarin. Diusapnya fabrik lembut kain di tangannya penuh damba, kemudian mengarahkan kerah kemeja itu menuju hidung mancungnya.
Lengkungan lembut segera terpatri pada bibir indah Xiao Zhan, membentuk senyuman yang amat cantik ketika bau cologne tajam menyapa indera penciuman.
Aneh, menyadari campuran bau keringat beserta parfum maskulin suaminya mampu memberikan efek menenangkan pada diri Xiao Zhan. Mungkin orang lain akan menyangkanya gila bila memergoki kelakuan aneh Xiao Zhan saat ini. Mau bagaimana lagi, karena pelukan dari suaminya mutahil untuk Xiao Zhan dapatkan, alhasil, ia hanya mampu memeluk kemeja bekas pria itu. Menyedihkan.
"Pagi, Zhanzhan. Hari ini kamu bangun lebih awal, ya?" sapa sang kakak ipar ketika mereka bertiga tengah kumpul sarapan.
"Iya, hari ini harus berangkat lebih awal karena ada kiriman barang dari vendor di pagi hari," ucapnya membuat alasan, tetapi tak sepenuhnya berbohong karena memang akan ada paket datang lebih awal.
Seperti biasa, hanya ada dua manusia yang terlibat basa-basi di meja makan. Yang satunya terlampau apatis dan memilih diam, sesekali melirik pada keakraban sang istri dengan kakaknya.
Di saat Xiao Zhan menyendokkan sup rumput laut ke mulutnya, rasa dan bau menyengat dari bawang serta rumput laut segera menyerang inderanya bertubi-tubi. Tiba-tiba, dorongan mual yang tak tertahankan membuat lelaki manis itu membekap mulutnya menggunakan telapak tangan.
"Zhan?" Oh Sehun segera mengalihkan seluruh perhatian padanya, sedangkan Wang Yibo pun juga turut menoleh.
"A-aku, hmmhh—" Xiao Zhan segera berlari ke arah kamar mandi sebelum ia memuntahkan isi perutnya. Diikuti oleh Sehun yang menyusulnya khawatir.
Wang Yibo terdiam di tempat, tangannya mengepal di atas meja akibat memendam pergulatan batin. Menyusul atau tidak? Sejujurnya, ia sedikit khawatir, tetapi juga tak mau dicap terlalu peduli pada istri yang ingin diabaikannya itu.
Akhirnya, setelah mendesah kasar dan menyerah pada kekhawatirannya, Wang Yibo berdiri dan berjalan menuju kamar mandi terdekat. Sengaja mengatur ritme langkahnya agar terkesan tak terburu-buru.
"Hooeeekkk!"
"Zhanzhan, Gege panggilkan dokter, ya?" ujar Sehun dengan raut cemas, tangannya masih memijit pundak sempit Zhan yang bersandar lemas pada wastafel setelah memuntahkan semua isi perutnya pagi itu.
"Ti-tidak usah, Ge," tolak Xiao Zhan sambil mengelap mulutnya menggunakan tisu, "aku harus segera berangkat ke butik, ada kiriman penting pagi ini," ucapnya dengan suara lirih.
"Tidak." Sebuah suara berat mengalihkan atensi mereka berdua. Wang Yibo berdiri di ambang pintu dengan alis tebalnya yang mengernyit.
Lagi-lagi jantung Xiao Zhan berdegup kencang tiap kali interaksi kecil tercipta antara dirinya dan Wang Yibo. Benaknya bersorak kegirangan merasa diperhatikan, tetapi sayang, urusan pekerjaan tetaplah utama. "Maaf Yibo, aku tetap harus berangkat jika tak ingin mengecewakan para klienku."
Wang Yibo menelan keinginannya untuk menahan Xiao Zhan sekali lagi agar beristirahat di rumah. Bisa apa dirinya jika Xiao Zhan tetap bersikukuh untuk pergi.
"Hmm begini saja, Zhan, Yibo yang akan mengantarkanmu ke butik. Jangan menyetir sendirian di tengah kondisimu yang seperti ini," saran dari Sehun, sambil menyenggol adik semata wayangnya agar lebih peka pada keadaan istrinya.
Wang Yibo mendengus pelan untuk menutupi kegugupan yang melanda, tak siap jika harus duduk satu mobil bersama Xiao Zhan. Meskipun begitu, tak dapat dipungkiri jika kedua telinga pria tampan itu kini dihiasi semburat kemerahan.
"A-apa?" Xiao Zhan nampak terkejut, tak kalah gugup.
Wang Yibo segera menimpali, "mengapa tidak minta sopir saja untuk mengantarkannya."
Binar penuh harap di kedua mata rusa nan indah milik Xiao Zhan kembali meredup. Seketika, Yibo ingin menampar mulutnya sendiri yang dengan lancarnya mengucapkan kalimat tanpa disaring terlebih dahulu.
"Wang Yibo, kau ini—" Oh Sehun menunjuk wajah tampan adiknya gemas, hendak memberikan nasihat. Tetapi segera tergantikan oleh hembusan napas berat. "Sudahlah, aku dan Yibo yang akan mengantarkanmu, Zhan," putusnya final, kemudian mendorong Wang Yibo ke luar agar segera bersiap-siap.
.
.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Chance of Love [Yizhan] END✔️
FanficWang Yibo adalah seorang pengusaha besar yang terkenal dingin dan arogan. Ia dengan tega menyia-nyiakan istrinya, Xiao Zhan, dan menjadi penyebab tragis kematiannya. Setelah menyadari perasaan cintanya pada sang istri, Yibo tak sanggup menanggung ra...