TC 4 💑

2.7K 245 27
                                    

Senja tahu... memiliki perasaan ini sama seperti menggenggam duri. Semakin erat, makin melukai. Bila ia melepas genggamannya, meski menyisakan luka yang dalam, Senja percaya semua bisa ia lalui. Tidak mudah melupakan Langit, tapi lebih tidak mudah lagi bila hubungan mereka mendapat penentangan.

Dan jawaban Langit bukan sebuah jawaban yang mmebuatnya kecewa berat. Di hadapan banyak orang, Langit memang seharusnya bersikap demikian. Tidak terlihat mencintainya, meski kata cinta sering di ucapkan Langit untuk Senja.

"Selamat pagi, Pa.." sapa Senja kala ia sampai di ruang makan serta mendapati Evran sedang membaca koran pagi ini.

"Pagi, Ja..." pria itu melipat korannya. "Mama dan Angkasa belum turun. Kalau mau sarapan dulu, silahkan..."

"Aku nunggu kita semua kumpul aja deh, Pa..."

Meraih gelas berisi air putih, Senja mulai menyesapnya. Sarapan kali ini berupa roti berisi selai, serta segelas jus jeruk. Air putih juga tersedia.

Evran dan Senja terlibat obrolan hangat di meja makan, di susul dengan Angkasa yang duduk di samping Senja.

"Pagi Mbak Senja..."

"Pagi, Sa..."

Usai saling menyapa, Senja kembali terlibat perbincangan antara Angkasa dan Evran. Mereka saling bertukar pendapat tentang topik yang sedang hangat di bicarakan.

Kemudian, Langit turun bersama Namima. Cukup lama bagi keduanya bisa bergabung dengan Senja dan Evran.

"Mari kita sarapan," ajak Namima, wanita itu bersikap biasa saja seolah tidak ada apapun yang telah terjadi. Sepertinya Langit sudah berhasil memberikan jawaban yang ingin di dengar oleh wanita itu.

Begitupun dengan Langit yang sesekali mencuri pandang untuk melihat Senja yang abai terhadapnya. Sejak mengetahui bahwa Senja keguguran, Langit berharap bisa melihat gadis itu menangis serta mengadu padanya. Tapi yang ia lihat justru sebaliknya.

Senja yang nampak tegar dan bersikap seolah biasa saja. Senja yang ia kenal manja dan cengeng entah pergi kemana?! Di tambah lagi, pesta pertunangannya bersama Larissa! Langit pikir ia akan melihat Senja yang murung setiap hari karena cemburu. Tapi, Senja yang ia ketahui entah berada di mana!

Langit seperti kehilangan Senja yang ia kenal. Seperti sosok lain dalam hidupnya, kini sepertinya Senja jauh lebih dewasa. Tapi kedewasaan gadis itu membuat Langit merasa hampa.

"Senja pulang di antar mama, ya..." tutur Namima. "Mama sekalian mampir..."

"Boleh, Ma..."

"Mas Langit mau kemana? Langsung ke kantor atau pulang ke rumah mami?"

"Ke kantor saja, Ma..." sejenak, Langit melempar tatapannya pada Senja yang nampaknya bersikap tidak peduli. Gadis itu memang pandai menutupi hatinya yang keruh.

"Oke, hati-hati ya di jalan..." sedang Namima kembali fokus menyantap sarapannya dengan sesekali bertanya pada putra bungsunya, Angkasa.

***

Siang itu Langit pulang ke kediaman Evelyn, rumah dalam keadaan sepi. Tidak ada yang menyambut seperti biasanya. Teriakan Senja yang berlari dari tangga untuk menyambutnya dengan manja kepulangan Langit. Juga hal-hal sepele yang membuatnya tersenyum.

Senja yang manja di matanya telah hilang. Seakan di telan bumi, Senja yang ia kenali sudah tidak ada.

"Mas Langit," sapa Senja ceria selagi gadis itu menuruni tangga lantas menghampirinya sambil merentangkan tangan untuk memeluk lelaki itu.

Di lain waktu, Senja akan menyambutnya dengan suka cita, suara nya yang khas menariknya ke dapur dimana gadis itu sedang membuat makanan serta meminta Langit mencicipinya. Kemudian meminta pendapat lelaki itu. Kadang jawaban Langit membuat Senja berharap bahwa rasa makanan yang ia masak sesuai selera lelaki itu. Kadang pula, Senja berharap mendapat kritikan agar makanan yang di buatnya dapat di nikmati banyak orang.

Hal-hal kecil itu kembali memenuhi kepala Langit.

Tidak ada lagi Senja yang menyambutnya dengan senyuman manis. Meski kedekatan mereka terlalu intim di mata para pelayan di rumah. Mereka bersikap seakan tidak peduli. Tidak ada yang berani mengadu kepada Evelyn tentang sikap kedua anaknya itu.

Yang mereka tahu, bahwa itu wajar sebagai hubungan kakak dan adik.

"Den Langit, kenapa berdiri di depan pintu?" Mbak Sri, pembantu di rumahnya menyadarkan Langit dari ingatan masa lalu tentang Senja.

"Oh, enggak apa-apa, Mbak. Senja ada di rumah?"

"Non Senja pergi sama temannya."

"Jadi, di rumah enggak ada siapa-siapa?"

"Iya, Nyonya sama Bapak nggak di rumah. Cuma Den Langit saja ini..." Mbak Sri nyengir. "Saya lanjutin kerjaan dulu, Den. Mari..." sambil berlalu, Mbak Sri meninggalkan Langit yang terdiam. Sepertinya waktu untuk menemui Senja tidak tepat. Ia pikir harus bicara lagi bersama gadis itu. Tapi, ternyata Senja tidak berada di rumah.

Tidak ambil pusing, Langit melangkahkan kakinya menuju kamar Senja. Kebetulan kamar adiknya itu tidak dalam keadaan terkunci.

Setelah menutupnya kembali, Langit mulai menelusuri kamar yang menjadi saksi bisu kisah cinta mereka.

Di kamar ini, mereka memadu kasih. Di ranjang ini, adalah saksi dimana gejolak cinta mereka yang menggelora.

Kilasan percintaan mereka mengusik perasaan Langit. Bagaimana bisa pria itu melepaskan cinta pertamanya begitu saja?

Langit tidak rela melihat Senja bersama pria lain, tapi ia juga tidak ingin mengingkari janjinya pada Senja.

Janji bahwa Langit tidak akan membongkar hubungan mereka di depan orang tua. Janji, bahwa keduanya akan mengubur dalam perasaan mereka.

Janji, bahwa mereka tidak akan lagi memiliki hubungan asmara seperti kemarin bila Langit menikah. Janji yang sebenarnya ia belum tentu bisa menepati.

Mungkin Senja  bisa menahan gejolak rasa cemburunya jika ia bersama Larissa, tapi bagaimana dengan dirinya?

Saat ini, Senja belum memiliki lelaki yang menempati singgasana hati perempuan itu. Tapi nanti, apa Langit sanggup melihat gadis yang ia cintai memadu kasih bersama kekasihnya? Apa Langit mampu menahan rasa cemburunya sementara ada hati yang harus ia jaga?

Larissa bukan perempuan yang Langit inginkan. Tapi, Larissa menginginkannya.

Perjodohan yang di lakukan orang tuanya juga atas persetujuan Senja. Langit menerima Larissa serta mencoba membuka hati juga atas permintaan Senja. Semua itu karena keinginan Senja. Bukan karena kemauannya sendiri.

Lalu bagaimana perasaan Langit pada Larissa?

Ketulusan hati dari Larissa sedikit meluluhkannya, tapi melupakan Senja juga bukan keinginannya. Perasaan Langit begitu dalam pada Senja, keinginannya untuk memiliki Senja begitu besar. Terakhir kali, saat mengetahui bahwa Senja hamil, Langit berharap jika bayinya tidak pergi. Tapi sepertinya, Tuhan tidak benar-benar ingin jika Langit memiliki Senja. Alasan untuk membuat mereka bersama hilang bersama harapan keduanya. Bayi itu adalah satu-satunya harapan Langit. Tapi ternyata, Tuhan tidak mengizinkan bayi itu hidup lebih lama dalam rahim Senja. Lantas, apa yang harus membuat Langit bisa memiliki Senja seutuhnya? Sedangkan saat ini, kesempatan itu sudah tidak ada.

Karena pernikahannya sudah berada di depan mata.

***

Hayo lho.. kira2 senja berjodoh ga ya sama langit 😭😭

Ada yang setuju Langit sama Senja??

Atau Senja sama yg lainn saja???

Tolong beri aku ide juga wkwkkw

Pdf blm ready ya.. maaf kalo agak lama. Akunya sibuk sama dunia nyata.. yg minat beli dan ada uang lebih, nabung saja dulu.. agar nanti kalo launching pdfnya,kalian bisa langsung order...

Vote dann komen makasihh yaa.. 

Terikat CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang