Wish you were sober

25 2 1
                                    

cw // alkohol, night club, kiss

Akhir pekan menjadi waktu untuk beristirahat bagi orang-orang pada umumnya, namun tidak dengan Jevano. Kini ia harus mengikuti rapat internal perusahaan ayahnya dan berkenalan dengan rekan bisnis ayahnya.

"Waduh baru kali ini ketemu anaknya Pak Pradipta, cakep juga yah. Bisa ini mah nanti jadi model buat katalog brand saya," puji salah satu ibu-ibu pebisnis dengan poni tinggi khas ibu pejabat.

Iya, perusahaan ayah Jevano, atau yang orang sering kenal dengan Pradipta Garment ini bergerak di bidang Fashion dan membawahi beberapa brand pakaian lokal yang cukup terkenal di Jabodetabek. Salah satunya ibu ibu yang tadi menawari Jevano untuk menjadi model brand miliknya. Ia adalah pemilik salah satu brand kemeja flanel yang sering Jevano temui dipakai oleh teman teman kampusnya. Jevano yang malu-malu hanya dapat tersenyum canggung menanggapi ajakan rekan bisnis ayahnya itu.

Jevano menunduk memberikan salam sambil merapikan kerah bajunya. Rapat hari ini berjalan sekitar 3 jam. Cukup melelahkan, setara dengan mendengarkan 3 SKS mata kuliah di kampusnya. Namun senyumnya terpancar saat ayahnya menepuk nepuk bahunya seolah bangga karena hari ini Jevano mempelajari banyak hal dari rekan kerja ayahnya.

Ramainya jalanan di malam minggu membuat Jevano harus segera pamit untuk kembali ke Jakarta karena ia tidak bisa meninggalkan cafe teralu lama. Di perjalanan ia menghidupkan musiknya keras keras dan bernyanyi sepanjang jalan untuk meredakan stressnya.

"Apa ke Lucy Bar aja ya?" Pikirnya daripada teriak-teriak sendiri di mobil seperti orang gila.

____________________________________

Toleransi alkohol Jevano yang cukup tinggi membuatnya berpikir bahwa ke Night Club sendirian ternyata bukanlah ide yang buruk. Ia menikmati musik yang diputar sambil meneguk satu sloki Jameson Whiskey yang dipegangnya. Seperti biasa, Jevano tetaplah Jevano yang mempesona. Beberapa wanita mendekatinya untuk mengajak berdansa atau sekadar berbincang. Namun ia menolaknya, karena ia benar benar ingin menikmati waktunya sendiri.

Kerlap kerlip lampu dan hingar bingarnya musik yang terputar seolah memudar ketika ia mendapati seseorang yang sepertinya tidak asing. Sloki berisi whiskey itu seolah terlupakan dan ia letakkan asal. Didekatinya gadis yang berdiri sendirian sambil menyesap wine di tengah tengah ramainya orang orang berjoget menikmati musik.

"Sama siapa lo?" sapa Jevano basa basi.

Gadis itu tampaknya tidak dapat mendengar suara Jevano dan malah menawarkan minumannya. Jevano menggeleng kemudian mendekatkan wajahnya dan kembali bertanya, "Sama siapa?"

"Sendiriii" jawab gadis itu agak berteriak agar suaranya terdengar.

Jevano mengangguk paham. Posisinya yang masih di dekat wajah gadis itu membuatnya memperhatikan setiap inchi fitur wajahnya. Matanya yang kecil seperti kucing, hidungnya yang lancip, bibirnya yang mungil, dan pipinya yang— tunggu tunggu! Kenapa pipinya tampak merah hari ini? Jevano yang sadar bahwa gadis itu mabuk, segera menarik tangannya untuk menjauh dari keramaian. Beruntung gadis itu hanya menurut walaupun wajahnya menunjukkan tampang cemberut.

"Lo tau gak sih kalo lo mabuk sendirian tuh bahaya? Kenapa nggak sama Juan?" Iya, gadis itu adalah Celine. Entah apa yang membuatnya ke Night Club sendirian. Yang jelas saat menyadari Celine mabuk, ia tiba tiba teringat cerita Juan tentang kebiasaan Celine yang tiba tiba.....

'Cup'

Terlambat. Yang Jevano khawatirkan kini sudah terjadi. Gadis itu tanpa bersalah mendaratkan bibirnya pada bibir Jevano, membuat Jevano terbungkam sejenak. Pikirannya tiba tiba berhenti. Saat tersadar, ia langsung memundurkan kepalanya. Namun Celine justru menatapnya dengan tatapan sedih.

"Huh, You don't miss me!" Ujar Celine merajuk kemudian kembali meneguk wine yang sejak tadi masih dipegangnya.

Alis Jevano megrenyit, memang  2 hari ini mereka tidak bertemu, tapi memangnya dia siapa harus merindukannya? Namun ia masa bodoh dan memilih menahan tangan Celine yang hendak menghabiskan wine yang tersisa di gelasnya.

"Udah Cel, lo udah mabok" diturunkannya gelas itu menjauhi bibir Celine. Gadis itu hanya menurut. Ia hanya bisa memandangi gelasnya yang Jevano simpan di meja bar yang ada di belakangnya. Sementara satu tangannya yang lain tetap memegangi pergelangan tangan Celine agar ia tidak hilang.

"Gue anter lo pulang ya?" Pertanyaan itu hanya dijawab dengan anggukan cepat dan senyum yang cerah. Jevano mulai merinding karena sejak tadi Celine terus menatapinya sambil mesem-mesem.

Badan Celine yang lemas membuat Jevano harus menuntunnya perlahan hingga masuk ke mobilnya. Gadis itu kini duduk anteng di sebelah kursi kemudi. Matanya masih tidak lepas dari pria berambut blonde itu.

"Don't you dare stare at me like that!" Ujar Jevano karena Celine terus-terusan tersenyum sambil memandanginya. Matanya bahkan hampir hilang karena terlalu sering tersenyum.

"Why?"

"I might kiss you if you stare at me like that!" Kata Jevano menakut-nakuti.

Namun jawaban Celine lebih tak terduga, "Then just kiss me instead."

Rupanya Jevano tidak bercanda dengan kata-katanya. Seatbelt yang baru saja ia pasang dilepasnya dengan cepat dan memajukan tubuhnya hingga hanya berjarak 1 cm dari wajah Celine. Ditatapnya mata Celine lekat-lekat sebelum akhirnya mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya. Bagai gayung bersambut, Celine melingkarkan lengannya di leher Jevano, membalas setiap kecupan kecupan yang didapatkannya. Jevano dapat merasakan rasa wine yang Celine minum tadi dari bibirnya. Diusapnya lembut rahang gadis itu dengan kedua bibir mereka yang masih tertaut. Celine mengeratkan lengannya yang melingkar, membuat ciuman mereka semakin dalam. Bibir Celine yang mungil itu seperti dilahap habis oleh Jevano.

Sejenak mereka menjauhkan kepala untuk menghirup oksigen. Keduanya tampak terengah-engah dengan nafasnya yang terburu. Dengan hidung mereka yang masih menempel, mereka saling menatap dan tersenyum. Kemudian dengan telunjuknya, Jevano mengangkat dagu Celine dan kembali melanjutkan kegiatan mereka yang belum selesai tadi. Jevano dapat merasakan Celine tersenyum di antara ciuman mereka. Bahkan Celine sedikit membuka bibirnya agar lidah Jevano lebih mudah menjelajah.

"I miss you, Jer," Ujar Celine di sela sela ciumannya. Jevano sejenak menghentikan aktivitasnya. Gadis itu menangkup ke dua pipinya, memandanginya lekat-lekat, dan kembali mengulang kalimatnya.

"I miss you, Jerciho,"

'Kriiiinggg'

Juan terburu-buru mengangkat teleponnya, melihat siapa yang menelponnya semalam ini. Saat ia melihat nama Jevano muncul di layar ponselnya, ia segera menekan tombol hijau untuk menerimanya. Namun belum sempat ia menyapa, Jevano sudah melontarkan pertanyaan dengan nada tingginya.

"Who's the f*ck is Jericho?"

Baby I just need some coffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang